Rabu, 17 Oktober 2018

Soal Sukhoi Butuh Proses Panjang Dalam Pengirimanya

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjhUM6gzBnSBHFg0IZZu2YIp8pc3466qcsKDmQM-XnyiJH7iu4QMJ5Q2Brz9_UfjRI2lu0dSFsNhbLdFQKC_AzV2c7H3v-7o6nHepG1365SSfzFZblKu6EG1WbpjHJ1Xij8YAjhTt9OB1bc/s1600/FB_IMG_1438124431555.jpgFlanker Indonesia [def.pk

Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva menyatakan pembelian peralatan militer, khususnya jet tempur tidak sesederhana membeli barang dari supermarket. Dia menyatakan butuh proses panjang dalam pengirimanya.

Berbicara saat menggelar briefing bulanan di kediamanya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (17/10/2018), Vorobieva menuturkan jet tempur generasi terbaru Rusia itu mungkin baru akan diterima Indonesia pada tahun depan dan pengiriman akan dilakukan dalam beberapa tahap.

"Soal Su-35, kontraknya sudah ditandangani, tapi ini bukan transaksi instan. Perakitan jet tempur itu membutuhkan waktu, uji coba dan juga pengirimannya membutuhkan waktu," jelas Vorobieva.

"Tidak pernah disebutkan bahwa pesawat itu akan dikirimkan tahun ini. Mungkin tahun depan, di akhir tahun depan, tapi saya tidak bisa memberikan tanggal pastinya," sambungnya.

Ia lalu menuturkan, setelah pengiriman, masih ada proses lain yang harus dijalankan, yakni pelatihan. Vorobieva menuturkan, para pilot Indonesia harus terlebih dahulu mendapat pelatihan dari pilot Rusia dalam mengoperasikan jet tempur ini.

"Karena jet tempur ini memiliki teknologi yang cukup rumit, jadi diperlukan pelatihan dan ini akan membutuhkan waktu. Ini adalah proses yang cukup panjang," tukasnya. (ian)


 AS Ancam Pembeli Senjata Moskow dengan Sanksi 
AS Ancam Pembeli Senjata Moskow dengan Sanksi, Ini Respon RusiaDuta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva. [FOTO/Victor Maulana/SINDONEWS]

Rusia menyatakan ancaman penjatuhan sanksi oleh Amerika Serikat (AS) kepada negara-negara yang membeli senjata mereka adalah sesuatu yang tidak berdasar dan tidak bisa diterima. Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, menuturkan, ancaman sanksi itu juga adalah bentuk campur tangan AS dalam urusan dalam negeri sebuah negara.

"Ancaman ini sangat tidak bisa diterima, tapi seperti yang kita lihat negara-negara itu tidak takut. Turki tetap membeli persenjataan kami, India dan Indonesia juga tetap membeli senjata dari kami," ucap Vorobieva.

"Tentu saja itu adalah interfensi langsung terhadap urusan dalam negeri negara lain dan hubungan bilateral, yang mana tidak bisa diterima dan tidak sah," sambungnya, saat menggelar briefing bulanan di kediamannya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan pada Rabu (17/10).

Seperti diketahui, AS dari awal sudah mengancam negara-negara yang membeli senjata Rusia berpotensi terkena sanksi berdasarkan undang-undangnya, Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA).

UU itu sejatinya dirancang hanya untuk melawan Rusia, Iran, dan Korea Utara. Setelah New Delhi resmi membeli senjata pertahanan S-400 Triumf, Washington yang menganggap New Delhi sebagai mitra hanya membuat pernyataan samar. Kapan dan wujud sanksi yang berpotensi dijatuhkan pada India tak pernah diungkap secara jelas.

Sementara itu terkait dengan Indonesia, yang telah membeli Su-35 Rusia, AS belum pernah mengeluarkan pernyataan terbuka, bahwa mereka juga mungkin akan menjatuhkan sanksi kepada Jakarta. (esn)

  SINDOnews  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.