Minggu, 14 April 2019

[Dunia] AS Khawatir Rusia dan China Temukan Jet Tempur F-35 Jepang

✈️ AS mengerahkan pesawat dan kapal dalam pencarian tak biasa di Samudra Pasifik✈️ Pesawat jet tempur siluman F-35A Lockheed Martin. [Foto/Courtesy of the Japan Air Self-Defense Force]

Militer Amerika Serikat (AS) dan Jepang mengerahkan sejumlah sumber daya yang belum pernah dilakukan sebelumnya untuk mencari puing-puing jet tempur siluman F-35A yang hilang dari pantauan radar.

Pencarian secara panik itu dilakukan karena Washington khawatir Rusia dan China menemukannya terlebih dahulu dan rahasia teknologi silumannya bisa direbut.

Pesawat tempur siluman F-35A lenyap dari pantauan radar di lepas pantai Jepang hari Selasa lalu.

Pasukan Bela Diri Jepang dan militer AS telah mengerahkan pesawat dan kapal dalam pencarian tak biasa di Samudra Pasifik.

Militer kedua pihak berupaya untuk menemukan puing-puing jet tempur tersebut beserta pilotnya, Mayor Akinori Hosomi.

Mengutip Nikkei Asian Review, Minggu (14/4/2019), AS mengirim pesawat patroli P-8A—yang digunakan untuk mencari kapal selam—untuk misi pencarian. Kapal USS Stethem yang dilengkapi dengan radar Aegis juga ikut dilibatkan dala misi yang sama.

Tak cukup itu, pesawat pembom B-52 ikut diterbangkan dari sebuah pangkalan udara di Guam.

AS telah menempatkan tingkat prioritas yang belum pernah terlihat sebelumnya pada kecelakaan tersebut. Itu mungkin karena F-35A diharapkan memainkan peran penting dalam masa depan perang modern.

Respons ini berbeda ketika sebuah jet tempur F/A-18 bertabrakan dengan sebuah pesawat pengisi bahan bakar KC-130 Hercules di lepas pantai Jepang pada bulan Desember yang menewaskan enam orang di dalamnya.

Skala pencarian insiden F/A-18 tak sebesar misi untuk menemukan F-35A.

F-35, yang dikembangkan oleh Lockheed Martin, adalah pesawat tempur generasi kelima yang dikembangkan setelah Washington menginvestasikan banyak tahun dan miliaran dolar untuk penelitian. Jet ini diharapkan mampu menangani misi AS, Jepang, Inggris, Australia dan sekutu lainnya selama beberapa dekade mendatang.

Pesawat ini menarik perhatian karena teknologinya memungkinkan untuk menghadapi sistem pertahanan rudal musuh.

F-35 memiliki kemampuan untuk memuat rudal pencegat canggih yang akan dikembangkan nanti. Pesawat, diterbangkan oleh pilot Jepang dan Amerika, akan mempertaruhkan posisi siap siaga untuk mendeteksi dan menembak jatuh rudal balistik selama fase boost awal-nya, ketika rudal berada pada kecepatan paling lambat.

Kemampuan untuk menghancurkan rudal balistik di udara tidak hanya akan berfungsi sebagai pertahanan terhadap peluncuran rudal China dan Korea Utara, tetapi akan menambah lapisan perlindungan tambahan terhadap Rusia.

Analis militer percaya bahwa jika terjadi perang, Rusia akan menargetkan sistem perisai rudal Aegis darat dengan senjata nuklir kecil untuk memungkinkannya menembakkan rudal lainnya.

F-35 akan menambah lapisan pertahanan ekstra dengan kemampuan mereka untuk mencegat serangan balistik.

Dengan latar belakang inilah AS telah menangguhkan pengiriman peralatan F-35 ke sekutu NATO-nya, Turki, karena Ankara nekat membeli sistem rudal S-400 buatan Rusia.

Setiap informasi tentang teknologi dalam F-35 sangat diminati.

China dilaporkan telah memperoleh bagian dari cetak biru F-35 melalui cybertheft. Beijing telah memajukan program tempur silumannya sendiri dengan menggunakan jet J-20 miliknya untuk menyaingi F-35.

Tidak sulit untuk membayangkan bahwa militer dan intelijen intelijen di Beijing dan Moskow mengeluarkan "air liur" untuk melacak F-35A di laut.

Fakta bahwa militer AS telah mengambil langkah yang tidak biasa dengan mengirimkan bomber B-52 ke daerah jatuhnya pesawat F-35 adalah pesan keras bahwa Washington tidak akan membiarkan siapa pun menyentuh pesawat siluman tersebut.

AS memiliki pengalaman langsung dengan menyelamatkan teknologi sensitif dari puing-puing.

Lima dekade lalu, Washington memanfaatkan peluang emas untuk mendapatkan senjata musuh yang didambakan dari laut.

Pada tahun 1968, sebuah kapal selam Soviet yang dilengkapi dengan rudal nuklir meledak dan tenggelam di perairan dekat Hawaii.

Dalam sebuah operasi yang secara resmi bernama "Project Azorian"—tetapi mungkin lebih dikenal dengan julukan "Project Jennifer"—militer AS mendeteksi suara ledakan melalui SOSUS—sistem surveillance berbasis suara pada rantai pos-pos pendengaran bawah air—dan berhasil menemukan kapal K-129 Soviet yang tenggelam.

CIA membangun kapal penyelamat besar khusus untuk operasi dan pada tahun 1974, enam tahun setelah K-129 Soviet tenggelam, dengan kedok penambangan nodul mangan dari dasar laut. Saat itu, AS berhasil mengambil K-129, yang penuh dengan rahasia militer.

Soviet, secara alami, juga bertujuan untuk menyelamatkan kapal selamnya sendiri, tetapi karena kurangnya teknologi sonar, dan fakta bahwa lokasi itu berada di luar Hawaii, mereka gagal mencapai kapal selam sebelum Amerika menemukannya.

F-35A yang menabrak laut Pasifik kali ini diperkirakan tenggelam di dasar laut sekitar 1.500 meter. Meskipun sulit, bukan tidak mungkin untuk diselamatkan. Teknologi untuk mendeteksi objek yang tenggelam telah meningkat secara signifikan sejak 45 tahun yang lalu, dan jet tempurnya jauh lebih kecil dan lebih mudah diangkat dibandingkan dengan K-129.

Lokasi kecelakaan sekitar 150 km dari Prefektur Aomori Jepang dan di dalam zona ekonomi eksklusif Jepang. China dan Rusia tidak dapat melakukan operasi pencarian atau penyelamatan tanpa izin Tokyo. Tetapi tidak sepenuhnya mustahil bahwa Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China atau pun militer Rusia akan mengerahkan kapal selam atau drone bawah air untuk mencoba mencapai F-35A.

Nasib F-35A yang tenggelam memiliki potensi untuk mengubah keseimbangan kekuatan udara di antara kekuatan-kekuatan utama dunia. Tidak diragukan lagi, peserta lain dari program F-35A, seperti Inggris, Australia dan Israel, akan menonton dengan cermat.

  ✈️ sindonews  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.