Minggu, 20 Oktober 2019

Melihat Capaian Jokowi-JK Dalam Bidang Pertahanan Dan Keamanan

 https://img.antaranews.com/cache/730x487/2019/07/02/Diskusi-Wilayah-Negara-dan-Sistem-Pertahanan-02072019-dr-03.jpg.webpKepala Staf Angkatan Darat (KASAD) Jenderal TNI Andika Perkasa (kiri), Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) Laksamana TNI Siwi Sukma Adji (tengah) dan Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU) Marsekal TNI Yuyu Sutisna (kanan) usai mengikuti diskusi Lembaga Pengkajian MPR di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2-7-2019). Diskusi tersebut membahas tema "Wilayah Negara dan Sistem Pertahanan dan Keamanan Menurut UUD NRI Tahun 1945". [ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/wsj].

Pertahanan, keamanan serta perlindungan terhadap warga negara menjadi sejumlah faktor strategis yang turut menjadi penopang utama pembangunan di tanah air.

Tanpa pertahanan yang kuat, keamanan yang kondusif, serta baiknya perlindungan terhadap warga negara, pemerintah akan sulit melaksanakan pembangunan selama lima tahun periode jabatan.

Hal ini turut menjadi perhatian pemerintahan Presiden RI Joko Widodo dan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla selama lima tahun perjalanan Kabinet Kerja.

Berbagai kebijakan menyangkut pertahanan, keamanan serta perlindungan warga negara sudah diterapkan atau dilaksanakan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.

Dalam buku bertajuk Lima Tahun Maju Bersama yang dirilis Kantor Staf Presiden Republik Indonesia, secara gamblang publik dapat melihat pencapaian-pencapaian pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla yang terkait bidang pertahanan, keamanan, dan perlindungan bagi warga negara.

Misalnya, untuk mewujudkan pertahanan nasional yang kuat dalam rangka pemenuhan Minimum Essential Force II (MEF II), kekuatan dan sistem persenjataan Indonesia mengalami peningkatan yang diwujudkan baik melalui kontribusi industri pertahanan nasional maupun kerja sama produksi luar negeri.

Berdasarkan data Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI, capaian MEF terhadap renstra terus mengalami peningkatan sejak 2015.

Pada tahun 2015, capaian MEF terhadap renstra sebesar 33, 90 persen. Kemudian pada tahun 2016 persentasenya menjadi 42,30 persen.

Pada tahun 2017 capaian MEF terhadap renstra 50,90 persen, pada tahun 2018 meningkat menjadi 61,80 persen dan pada tahun 2019 menjadi 63,37 persen.

Upaya-upaya mewujudkan pertahanan nasional yang kuat ini masuk dalam kebijakan politik dalam negeri pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.

Pemerintah juga gencar melaksanakan program pencegahan, penindakan, dan deradikalisasi secara komprehensif, sehingga tercipta rasa aman bagi seluruh warga masyarakat.

Salah satu bentuk ketegasan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla dalam upaya deradikalisasi adalah dengan membubarkan organisasi kemasyarakatan yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) NRI Tahun 1945.

Berbagai ketegasan yang diterapkan diikuti dengan upaya-upaya mengedepankan hak asasi manusia.

Kinerja Pemerintah di bidang hak asasi manusia mendapatkan apresiasi Dewan HAM PBB saat Indonesia menyampaikan laporan kelompok kerja Universal Periodic Review pada tahun 2017.

Pemerintah juga melindungi hak-hak perempuan dan anak dengan mengesahkan revisi Undang-Undang Perkawinan dan pembentukan unit pelaksana teknis (UPT) daerah perlindungan perempuan dan anak di 17 provinsi.

Hasilnya kapasitas penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi meningkat dengan berdirinya UPTD PPPA di 20 provinsi dan 36 kabupaten/kota.

Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla juga membentuk Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Badan tersebut memiliki tugas membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila.

BPIP juga membantu Presiden melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Selain itu, juga melaksanakan penyusunan dan menyelenggarakan standardisasi pendidikan dan pelatihan, termasuk memberikan rekomendasi berdasarkan hasil kajian terhadap kebijakan atau regulasi yang bertentangan dengan Pancasila.

Sementara itu, dalam kebijakan politik luar negeri, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla terus memastikan adanya perlindungan terhadap warga negara Indonesia di luar negeri.

Kementerian Luar Negeri mencatat upaya perlindungan terhadap warga negara Indonesia di luar negeri mengalami peningkatan.

Penanganan warga negara Indonesia yang bermasalah di luar negeri mengalami perbaikan signifikan, baik dari sisi jumlah warga yang berhasil ditangani masalahnya dan terselesaikan maupun upaya diplomasi pemerintah terhadap negara-negara, tempat warga negara Indonesia bekerja atau tinggal.

Menurut data Kementerian Luar Negeri sejak awal masa pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, mulai Oktober 2014 hingga September 2019, sebanyak 43 warga negara Indonesia yang menjadi korban penyanderaan di negara lain berhasil dibebaskan.

Sebanyak 181.942 tenaga kerja Indonesia direpatriasi atau dipulangkan kembali ke Tanah Air, sebesar Rp 574 miliar hak tenaga migran berhasil diselamatkan, 304 warga negara Indonesia yang terancam hukuman mati di luar negeri dibebaskan.

Selain itu, sebanyak 91.754 kasus hukum warga negara Indonesia berhasil ditangani, dan sebanyak 4.789 warga negara Indonesia berhasil dievakuasi dari daerah perang, konflik politik, dan bencana alam.

Kebijakan politik luar negeri pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla juga menyangkut upaya meningkatkan kepemimpinan dalam perdamaian global dan kawasan.

Pada tahun 2018, tercatat pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla berhasil membawa Indonesia terpilih sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB untuk periode 2019-2020.

Indonesia terlibat dan berperan aktif dalam perdamaian mancanegara, misalnya dalam perdamaian Palestina dengan terus mendorong two-state solution, serta menyebarkan bibit perdamaian di Afghanistan dengan menyelenggarakan pertemuan trilateral bersama Afghanistan dan Pakistan.

Indonesia aktif mengadakan pertemuan untuk mendorong proses perdamaian dan mencari upaya bersama dalam menghentikan ekstremisme dan kekerasan.

Indonesia juga menyelenggarakan Pertemuan Trilateral Ulama Afghanistan, Indonesia dan Pakistan di Istana Bogor, Jawa Barat, untuk mempertemukan ulama dari kedua negara guna membahas peran ulama dalam menghentikan kekerasan, ekstremisme dan menciptakan perdamaian. Pertemuan tersebut menghasilkan Bogor Ulema Declaration of Peace.

Selain itu, pemerintah Indonesia juga melakukan penandatanganan perjanjian hibah pembangunan klinik Indonesia Islamic Center yang digunakan untuk membantu penyediaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkan di Afghanistan.

 ♖ antara  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.