Rabu, 20 November 2019

Kemenkeu Bebaskan Bea Masuk Impor Alutsista

Beserta Suku Cadangnya Ilustrasi Apache Penerbad [rertamaximiliano]

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang dipimpin Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan aturan baru soal pembebasan bea masuk atas impor persenjataan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara.

Aturan tersebut adalah PMK 164 Tahun 2019 tentang pembebasan bea masuk atas impor persenjataan, amunisi, perlengkapan militer, dan kepolisian. Termasuk suku cadang, serta barang, dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang yang dipergunakan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara.

Dalam aturan tersebut, kementerian atau lembaga yang punya wewenang untuk mengimpor persenjataan tidak perlu untuk mengajukan persetujuannya kepada menteri melalui direktur jenderal seperti tertuang pada PMK sebelumnya yaitu PMK 191 Tahun 2016 di Pasal 8.

Dalam PMK 164 Tahun 2019 terbaru atau pengganti PMK 191 Tahun 2016, bleid pasal 8 tersebut dihapus atau ditiadakan.

"Ketentuan Pasal 8 dihapus," tulis PMK tersebut seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (18/11/2019).

Berikut isi dari Pasal 8 yang dihapus tersebut:

Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a yang akan dipergunakan oleh kementerian lembaga/badan yang tugas dan fungsinya di bidang pertahanan dan keamanan negara selain kementerian/lembaga/badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat ( 1), permohonan pembebasan bea masuk diajukan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.

Saat ini, bagi instansi atau kementerian yang hendak untuk melakukan impor persenjataan, hanya perlu ditandatangani oleh pejabat internalnya, atau paling rendah eselon II yang ditunjuk oleh kementerian/lembaganya.

Adapun barang impor persenjataan hanya boleh dilakukan oleh 8 instansi. Di antaranya, Lembaga Kepresidenan, Kementerian Pertahanan, Markas Besar Tentara Nasional Indoneisa (TNI), Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Badan Nasional Penangulangan Terorisme (BNPT).

Dalam beleid PMK 164/2019 juga menghapus beberapa syarat yang seharusnya dilampirkan dalam surat permohonan izin impor. Kini permohonan paling sedikit hanya perlu dilampiri dengan dua dokumen saja.

Dua dokumen itu berupa perjanjian pengadaan barang dan/atau jasa yang menyebutkan secara tegas, bahwa harga dalam perjanjian pengadaan barang/jasa tidak meliputi pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor.

Dokumen lainnya yang perlu disertakan yaitu fotokopi keputusan mengenai penetapan sebagai industri tertentu yang memproduksi barang untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara. Serta rencana impor barang (RIB).

Adapun syarat dokumen yang tidak lagi terpakai dalam pengajuan impor persenjataan yakni, fotokopi izin usaha dengan memperlihatkan asli dokumen kepada Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk, fotokopi NPWP yang digunakan sebagai identitas dalam pemenuhan hak dan kewajiban di bidang kepabeanan, dan fotokopi angka pengenal importir (API-P/APIT).

Artinya, saat ini negara boleh bebas mengimpor dari mana saja persenjataan negara. Sebab angka pengenal importir kini sudah tidak lagi berlaku.

"Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan," tulis PMK 164/2019 tersebut. Adapun PMK tersebut ditetapkan di Jakarta pada 5 November 2019.

  detik  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.