Selasa, 31 Desember 2019

Balada 4 Prajurit TNI Gugur Baku Tembak Vs KKB di Papua

Foto: Pradita Utama/ILUSTRASI/ Patroli gabungan TNI

Baku tembak anggota TNI dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) kembali terjadi di Papua. Satu prajurit TNI gugur dalam kontak tembak di Kabupaten Keerom.

"Satu anggota kita gugur dan satu masih dirawat. Keduanya sudah dievakuasi ke RS Marthen Endey Jayapura," ujar Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel CPL Eko Daryanto, Senin (30/12/2019).

Baku tembak dengan KKB terjadi sekitar 15 menit pada pukul 10.30 WIT saat anggota Yonif 713/ST mengambil logistik di Pos Kaliasin. Satu prajurit yakni Serda Miftachur Rohmat gugur. Sedangkan Prada Juwandhy Ramadhan mengalami luka tembak di pelipis kanan dan pinggang kiri.

"Pelaku ini kita duga pimpinan Jefri Pagawak. Saat melakukan penyerangan lebih dari 10 orang," sambung Eko.

Terkait baku tembak ini, TNI berkoordinasi dengan konsulat RI di Papua Nugini (PNG). Permintaan ini untuk mencegah kaburnya anggota KKB yang terlibat baku tembak ke PNG.

Sebelum Serda Miftachur Rohmat, ada 3 prajurit TNI yang juga gugur karena dua kontak tembak dengan KKB.

Dalam kontak tembak dengan KKB di Kabupaten Intan Jaya, Papua, pada Selasa (17/12), ada dua prajurit TNI yang gugur yakni Lettu Inf Erizal Zuhri Sidabutar dan Serda Rizky. Saat itu tim gabungan sedang bertugas menjamin keamanan warga.

Beberapa hari kemudian, baku tembak dilaporkan terjadi lagi di Intan Jaya tepatnya Distrik Ugimba, Intan Jaya, Papua. Dilaporkan ada satu prajurit gugur dan 3 lainnya terluka.

Mengutip keterangan pihak RSUD Kabupaten Mimika, Papua, seorang prajurit TNI AD Serda M Ramadhan meninggal dunia akibat luka tembak di bagian pipinya.

Humas RSUD Mimika Lucky Mahakena dikutip Antara, mengatakan rumah sakit menerima jenazah almarhum Serda M Ramadhan pada Jumat (20/12). Sementara tiga rekan korban yang terluka saat itu menjalani perawatan intensif di RSUD Mimika.

Ketiga prajurit yang terluka karena baku tembak dengan KKB yakni Serda Gunawan, Letda Arif Aria dan Serda Ari Budiarta.

 Anggota Komisi I DPR Setuju OPM Dimasukkan Daftar Teroris Internasional 

Mantan Kepala BIN AM Hendropriyono meminta Organisasi Papua Merdeka (OPM) dimasukkan ke daftar teroris internasional. Anggota Komisi I DPR, Dave Laksono sependapat dengan pernyataan Hendropriyono.

"Saya pribadi OPM sudah memenuhi landasan untuk menyatakan mereka teroris internasional apalagi mereka didukung LSM dan organisasi asing terbukti banyak kegiatan mereka dapat bantuan dari negara asing," kata Dave kepada wartawan, Senin (30/12/2019).

Alasan OPM dimasukkan daftar teroris internasional, menurut Dave, mereka sudah melakukan pembunuhan dan merampok masyarakat. Sebab itu OPM seharusnya masuk daftar teroris internasional.

"Dan mereka melawan terbuka, mereka menyatakan tertindas, pelanggaran HAM padahal membunuh dan merampok masyarakat adalah OPM jadi pandangan saya mereka sewajibnya dimasukkan daftar teroris internasional," jelas Wasekjen Golkar.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR F-PDIP Charles Honoris mengatakan jika OPM dimasukkan daftar teroris internasional maka gerakannya akan terbatas. Bahkan OPM pun akan mengalami kesulitan pendanaan.

"Wacana tersebut boleh-boleh saja. Tentunya kalau OPM dikategorikan sebagai organisasi teroris oleh PBB maka ruang gerak mereka akan sangat terbatas. Organisasi tersebut akan kesulitan mendapatkan pendanaan dan semua yang diketahui sebagai aset organisasi tersebut akan dibekukan," kata Charles.

Meski begitu, Charles menjelaskan proses memasukan OPM sebagai teroris internasional tidak mudah. Apalagi negara yang mengusulkan harus mempunyai bukti OPM sebaga teroris internasional.

"Negara pengusul harus memberikan bukti-bukti yang komprehensif bahwa organisasi tersebut bukan sekadar memiliki agenda yang berbeda dengan negara pengusul, tetapi memang melakukan aksi teror dan memiliki jaringan internasional. Dalam kenyataannya proses tersebut tidak mudah. Turki, contohnya, sudah bertahun-tahun belum berhasil memasukkan organisasi separatis PKK (Partai Pekerja Kurdistan) sebagai organisasi teroris dalam daftar PBB," kata dia.

Atas hal itu, ia menyarankan isu Papua seharusnya dilakukan upaya public diplomacy. Pemerintah Joko Widodo dan pemerintah sebelumnya berbeda dalam membangun Papua.

"Saran saya dalam menghadapi isu Papua di dunia internasional pemerintah harus fokus meningkatkan upaya-upaya 'public diplomacy' yang lebih baik. Komunitas internasional harus bisa diberikan pemahaman yang lebih baik soal kondisi di Papua: bahwa pemerintahan Jokowi telah melakukan pendekatan yang berbeda dengan pemerintahan-pemerintahan yang lalu. Jika di era Orde Baru Suharto memilih pendekatan keamanan dan kekerasan, Presiden Jokowi memilih untuk membangun manusia Papua," tutur dia.

"Di sisi lain, pemerintah juga bisa mengupayakan agar OPM masuk dalam daftar organisasi teroris yang dikeluarkan oleh negara-negara sahabat. Menurut saya ini akan lebih mudah dan juga tidak kalah efektif dalam membatasi ruang gerak OPM," sambung Charles.

Sebelumnya, Hendropriyono meminta OPM dimasukkan ke daftar teroris internasional seperti Quebecer di Kanada dan Basque di Spanyol dan Prancis. Apalagi, katanya, saat ini Indonesia masuk anggota Dewan Keamanan PBB.

"Kita harus berusaha untuk bisa memasukkan OPM seperti juga Jamaah Islamiyah dulu," sebut Hendro kepada wartawan, Jumat (27/12). (fai/jbr)

   detik  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.