N219 PTDI ☆
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus mempercepat pembentukan beberapa holding BUMN. Masuk dalam agenda adalah pembentukan holding industri pertahanan.
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan, proses pengajuan holding industri strategis ini sudah disampaikan ke Kementerian Keuangan.
"Sedang berproses, resminya sudah ke Kemenkeu, sudah dibahas dengan pihak terkait dan beberapa FGD," kata Harry kepada Liputan6.com, Kamis (6/6/2019). Dalam surat yang disampaikan ke Kemenkeu, Harry mengatakan PT Dirgantara Indonesia (Persero) akan menjadi induk usaha dari industri strategis ini.
Nantinya yang akan menjadi anggota holding adalah BUMN lain yang tergabung dalam klaster National Defence and Hightech Industries (NDHI).
Selain PT DI, klaster ini terdiri dari PT DAHANA (Persero), PT Pindad (Persero), PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero), PT Len Industri (Persero) serta PT Industri Nuklir Indonesia (Persero).
"Itu ada kajiannya mengapa PT DI, baik dari komite eksekutif maupun konsultan independen yaitu PwC. Ada beberapa pertimbangan," tegas Harry.
Hanya saja Harry masih belum bisa memastikan kapan holding BUMN pertahanan ini bisa terealisasi. Yang jelas, Kementerian BUMN terus melakukan pembicaraan dengan Kementerian Keuangan dan beberapa pihak terkait.
Untuk diketahui, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) memiliki rencana jangka panjang terhadap masa depan BUMN, yaitu dengan pembentukan superholding.
Terkait hal ini, ternyata Menteri BUMN Rini Soemarno juga sudah memiliki gambaran dan langkah apa saja yang dilakukan menuju pembentukan superholding tersebut.
Langkah awal, jumlah BUMN yang saat ini 143 perusahaan akan disederhandakan dengan dikelompokkan menjadi holding subsektor BUMN. Seperti saat ini sudah terbentuk salah satunya holding industri pertambangan.
"Ya kementerian BUMN akan hilang. Jadinya nanti ada superholding. Nanti akan seperti Temasek dan Khasanah," kata Rini di Gedung Bursa Efek Indonesia, pada Senin 15 April 2019.
Secara pengawasan, meski Kementerian BUMN akan hilang, tapi pemerintah tetap menjadi pemegang saham. Bahkan, pengawasan dan pertanggungjawaban langsung kepada Presiden.
"Jadi, nanti kalau superholding juga langsung ke Presiden. Cuma bentuknya itu bukan bentuk seperti birokrasi, bentuknya bukan kementerian. Yang diharapkan Bapak Presiden itu betul-betul bahwa BUMN dikelola secara profesional. Jadi, yang mengawasi harus orang-orang profesional, bukan orang-orang birokrasi," ucap Rini.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus mempercepat pembentukan beberapa holding BUMN. Masuk dalam agenda adalah pembentukan holding industri pertahanan.
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan, proses pengajuan holding industri strategis ini sudah disampaikan ke Kementerian Keuangan.
"Sedang berproses, resminya sudah ke Kemenkeu, sudah dibahas dengan pihak terkait dan beberapa FGD," kata Harry kepada Liputan6.com, Kamis (6/6/2019). Dalam surat yang disampaikan ke Kemenkeu, Harry mengatakan PT Dirgantara Indonesia (Persero) akan menjadi induk usaha dari industri strategis ini.
Nantinya yang akan menjadi anggota holding adalah BUMN lain yang tergabung dalam klaster National Defence and Hightech Industries (NDHI).
Selain PT DI, klaster ini terdiri dari PT DAHANA (Persero), PT Pindad (Persero), PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero), PT Len Industri (Persero) serta PT Industri Nuklir Indonesia (Persero).
"Itu ada kajiannya mengapa PT DI, baik dari komite eksekutif maupun konsultan independen yaitu PwC. Ada beberapa pertimbangan," tegas Harry.
Hanya saja Harry masih belum bisa memastikan kapan holding BUMN pertahanan ini bisa terealisasi. Yang jelas, Kementerian BUMN terus melakukan pembicaraan dengan Kementerian Keuangan dan beberapa pihak terkait.
Untuk diketahui, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) memiliki rencana jangka panjang terhadap masa depan BUMN, yaitu dengan pembentukan superholding.
Terkait hal ini, ternyata Menteri BUMN Rini Soemarno juga sudah memiliki gambaran dan langkah apa saja yang dilakukan menuju pembentukan superholding tersebut.
Langkah awal, jumlah BUMN yang saat ini 143 perusahaan akan disederhandakan dengan dikelompokkan menjadi holding subsektor BUMN. Seperti saat ini sudah terbentuk salah satunya holding industri pertambangan.
"Ya kementerian BUMN akan hilang. Jadinya nanti ada superholding. Nanti akan seperti Temasek dan Khasanah," kata Rini di Gedung Bursa Efek Indonesia, pada Senin 15 April 2019.
Secara pengawasan, meski Kementerian BUMN akan hilang, tapi pemerintah tetap menjadi pemegang saham. Bahkan, pengawasan dan pertanggungjawaban langsung kepada Presiden.
"Jadi, nanti kalau superholding juga langsung ke Presiden. Cuma bentuknya itu bukan bentuk seperti birokrasi, bentuknya bukan kementerian. Yang diharapkan Bapak Presiden itu betul-betul bahwa BUMN dikelola secara profesional. Jadi, yang mengawasi harus orang-orang profesional, bukan orang-orang birokrasi," ucap Rini.