Rabu, 22 Januari 2020

Menhan dan DPR Sepakat Dukung Modernisasi Alutsista

Menhan Prabowo Subianto (kiri) dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/2/2020). [SINDOphoto/Yulianto] ★

Kedaulatan Indonesia sudah harga mati tidak bisa ditawar lagi. Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto menyebut Komisi I DPR dan pemerintah memiliki pemahaman yang sama terkait kedaulatan Indonesia tersebut.

Menurut Prabowo, untuk bisa menegakkan kedaulatan harus ditunjang dengan pertahanan yang kuat. Sedangkan pertahanan yang kuat bisa didapat satu di antaranya dengan modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) sehingga memiliki kemampuan untuk menegakkan kedaulatan.

Yah, meningkatkan pertahanan tentunya kita perlu modernisasi alutsista kita, memperbaiki yang kita punya supaya kita punya kemampuanlah menegakan kedaulatan kita,” tandas Prabowo seusai Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi I DPR di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Kaitan dengan ini, Menhan pun mengungkapkan bahwa Komisi I pun mendukung kementeriannya dan Panglima TNI untuk memperkuat pertahanan lewat modernisasi alutsista. “Saya kira itu di Komisi I memahami juga mendukung pemerintah dan mendukung peningkatan pertahanan TNI dan sebagainya,” ungkapnya.

Meski demikian, menurut Prabowo, Indonesia tidak bisa serta-merta memiliki pertahanan yang kuat sebab butuh investasi untuk memperkuat pertahanan tersebut. Karena itu, Kemhan akan bekerja sama dengan Menteri Keuangan (Menkeu) agar hal itu bisa terwujud.

Yah, saya kira ada suatu pemahaman bersama bahwa kedaulatan itu kan memang tidak bisa ditawar-tawar. Kedua bahwa kedaulatan itu memerlukan upaya khusus bahwa kedaulatan dan kemerdekaan itu harus dipertahankan dan pertahanan itu butuh investasi,” paparnya.

Mantan Komandan Jenderal Kopassus ini juga mengungkapkan bahwa pelanggaran wilayah tidak hanya dilakukan satu negara, tetapi beberapa negara lain juga melakukan pelanggaran wilayah Indonesia. “Saya ingin tegaskan lagi di sini bahwa pelanggaran wilayah tidak hanya terjadi dari satu negara, tapi beberapa negara lain juga melakukan pelanggaran ke wilayah kita,” ungkapnya.

Saat ditanya negara mana saja yang dimaksud, Prabowo enggan mengelaborasi lebih jauh karena menurutnya tidak perlu mengungkapkan negara mana saja yang melanggar batas wilayah Indonesia. “Iya ada beberapa negara lain yah. Yah, saya cukup sebut beberapa negara,” tandasnya.

Sebelumnya dalam raker itu Komisi I DPR sempat menghujani Menhan Prabowo Subianto, Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Mahendra Siregar, dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) dengan pertanyaan seputar masalah Natuna.

Saya agak terlambat datang, tapi lebih banyak pada persoalan Natuna dan saya kira ini juga persoalan yang serius karena kalau kita tidak hadapi dengan serius, komprehensif, dan koordinatif, tentu nanti akan terulang lagi apa yang terjadi kemarin dengan masuknya kapal-kapal asing, kapal penangkap ikan nelayan, atau kapal coast guard di wilayah ZEE kita yang seharusnya memang kita secara fisik juga kuasai,” tandas anggota Komisi I DPR Fadli Zon.

Karena itu, lanjut Fadli, Komisi I berharap pemerintah tegas baik dalam diplomasi maupun dalam menunjukkan eksistensi secara militer di perairan Natuna. Indonesia tidak bisa berkonfrontasi dengan pihak China di Natuna. Namun, pemerintah sudah harus mempersiapkan kemungkinan terburuk dalam mempertahankan kedaulatan wilayah Indonesia di laut. “Kita harus prepare for the worst untuk mempertahankan kedaulatan laut atau wilayah kita, jangan sampai kemudian kita dilecehkan. Jadi diplomasi juga penting jalan hard diplomacy atau offensive diplomacy juga sangat penting,” tandas ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR itu.

Selain itu, karena kedaulatan wilayah perairan Indonesia diakui oleh Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) di mana sembilan garis putus-putus juga tidak diakui, Indonesia tidak perlu melakukan negosiasi dengan China. “Saya kira, forum-forum internasional juga mereka sendirian walaupun mereka di ASEAN punya proxy jadi misalnya seringkali kita berharap melalui ASEAN, tapi di ASEAN sendiri kita terpecah ada pihak-pihak yang memang sekarang ini menjadi proxy China, terutama Kamboja dan Laos,” paparnya. (nfl)

  sindonews  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.