Minggu, 18 Oktober 2020

[Dunia] Turki Tes Sistem Pertahanan S-400

Abaikan peringatan AS [carelyst]

Satu rudal ditembakkan ke langit pantai Laut Hitam, Turki, pada Jumat (16/10). Lokasi itu diperkirakan menjadi tempat militer Turki melakukan tes sistem pertahanan S-400 buatan Rusia.

Video yang diambil di kota pantai Sinop menunjukkan jejak asap naik tinggi ke langit biru. Dalam beberapa hari terakhir Turki telah mengeluarkan peringatan pembatasan ruang udara dan perairan di lepas pantai wilayah itu untuk memungkinkan tes penembakan.

Tes S-400 itu jika benar dapat memicu ketegangan antara Turki dan Amerika Serikat (AS) yang sangat menentang Ankara membeli senjata dari Moskow dengan alasan mereka memiliki sistem pertahanan NATO yang sama.

Kementerian Pertahanan (Kemhan) Turki menyatakan pihaknya tidak akan menyangkal atau mengonfirmasi tes rudal itu.

Washington bereaksi tahun lalu dengan menghentikan Turki dari program jet tempur F-35 dan mengancam menerapkan berbagai sanksi.

Penilaian awal terhadap warna, intensitas, sudut dan rute asap di video itu mirip dengan rudal S-400,” tutur pengamat pertahanan Turan Oguz.

Sudut kolom asap itu menunjukkan target tidak harus terlalu tinggi,” ujar dia.

Tahun lalu militer Turki melakukan tes radar pertahanan permukaan ke udara itu. S-400 merupakan salah satu sistem pertahanan udara paling canggih di dunia dan dapat mendeteksi serta melacak pesawat yang datang pada jarak menengah dan jauh.

Turki menandatangani kesepakatan S-400 dengan Rusia pada 2017. Pengiriman empat baterai rudal pertama, senilai USD2,5 miliar, dimulai pada Juli tahun lalu.

Pekan lalu, setelah laporan tentang rencana tes itu muncul, dua senator AS mendesak Presiden Donald Trump menerapkan sanksi pada Turki.

Pengaruh Turki semakin menguat di kawasan dengan terlibat dalam berbagai konflik di negara lain seperti Suriah, Libya, dan Nagorno-Karabakh. (sya)


 AS Marah 
Turki Bantah Gunakan S-400 Rusia untuk Mendeteksi F-16 AS [anti-empire.com]

Amerika Serikat (AS) marah kepada Turki karena nekat menguji coba sistem rudal S-400 buatan Rusia yang sangat canggih pada hari Jumat. Ankara telah mengabaikan peringatan Washington.

Stasiun televisi Haber, yang dekat dengan pemerintah Turki, melaporkan bahwa tentara Turki melakukan uji tembak sistem S-400 di provinsi utara Sinop dekat Laut Hitam.

"Peluncuran rudal itu tidak sesuai dengan tanggung jawab Turki sebagai sekutu NATO dan mitra strategis AS," kata Departemen Luar Negeri AS, seperti dikutip Voice of America, Minggu (18/10/2020).

Seorang juru bicara Departemen Pertahanan Amerika mengatakan; "Kami telah menjelaskan: operasional sistem S-400 tidak konsisten dengan komitmen Turki sebagai sekutu AS dan NATO. Kami keberatan dengan pembelian sistem oleh Turki dan sangat prihatin dengan laporan bahwa Turki mengoperasikannya."

Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS, Jim Risch dari Partai Republik, menyebut tes senjata tersebut sebagai perilaku yang tidak dapat diterima dari sekutu NATO.

Risch mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa langkah tersebut merusak NATO dan merupakan ancaman langsung bagi pesawat jet tempur siluman F-35 AS dan sistem sekutu AS dan NATO lainnya.

"Undang-undang AS mewajibkan sanksi terhadap negara-negara yang terus memperdalam hubungan pertahanan mereka dengan Rusia, dan pemerintah harus mengirimkan sinyal kuat bahwa Turki harus melepaskan S-400-nya," bunyi pernyataan Risch.

Senator Bob Menendez dari Partai Demokrat mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Turki harus segera diberi sanksi atas pembelian dan penggunaan sistem rudal S-400 Rusia.

Menendez tidak melewatkan administrasi Trump dari kritik, dengan mengatakan; "Kegagalan Presiden Trump untuk mengikuti undang-undang dan kedekatannya dengan (Presiden Turki) Recep Tayyip Erdogan menimbulkan ancaman serius bagi keamanan nasional kami dan sekutu NATO serta mitra kami di Eropa."

Kementerian Pertahanan Turki telah menolak untuk mengonfirmasi atau pun membantah telah melakukan uji coba sistem rudal S-400.

Turki menandatangani kesepakatan pembelian S-400 dengan Rusia pada 2017, dengan pengiriman pertama baterai rudal senilai USD 2,5 miliar berlangsung pada Juli tahun lalu. (min)

  sindonews  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.