Sabtu, 06 Februari 2021

Silang Kepentingan China dan Negara Tetangga di LCS

Sengketa Laut China Selatan melibatkan China dan lima negara tetanggaPesawat F16 CD TNI AU patroli diatas kapal perang China di Natuna {Skud 16/Lembaga Keris]

Sengketa Laut China Selatan hingga saat ini menjadi topik hangat di kawasan Asia Pasifik. Sengketa ini melibatkan setidaknya enam negara yakni China, Taiwan, Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam, dan Malaysia hingga menyangkut Amerika Serikat.

Baru-baru ini LCS kembali memanas setelah Amerika serikat mengerahkan kapal perang dan kapal induk di perairan dekat Taiwan.

Armada kapal induk USS Theodore Roosevelt minggu lalu berlayar di LCS untuk menggelar latihan militer sebagai bagian dari operasi kebebasan bernavigasi.

Namun China menganggap hal itu sebagai upaya unjuk kekuatan dan tidak kondusif bagi perdamaian dan stabilitas kawasan.

Tak hanya itu, AS juga mengirim kapal perang USS John S McCain berlayar dan transit di selat Taiwan yang merupakan wilayah sensitif bagi Beijing dan Taipei.

Di sisi lain gejolak antara China, Filipina dan Vietnam belakangan ini telah mereda. Bahkan ketika China meningkatkan aktivitas militernya di Laut China Selatan pada Maret dan April 2018.

China terus membangun pos-pos militer dan industri di pulau-pulau buatan yang telah dibangun di perairan yang disengketakan.

Klaim China atas kedaulatan LCS yang memiliki 11 miliar barel minyak dan belum dimanfaatkan, serta 190 triliun kaki kubik gas alam membuat marah pihak yang bersaing. Di antaranya Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam.

Mengutip CFR, sejak tahun 1970, negara-negara tersebut mengklaim pulau dan berbagai zona di kawasan Laut China selatan. Salah satunya di Kepulauan Spratly yang kaya sumber daya alam dan menjadi daerah penangkapan ikan.

Pada Juli 2016, Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag mengeluarkan putusan klaim yang diajukan China oleh Filipina di bawah Konvensi Hukum Laut PBB.Namun China menolak putusan otoritaas pengadilan.

China telah membangun pelabuhan, instalasi militer dan lapangan terbang di kepulauan Paracel dan Sparatly. Masing-masing memiliki 20 dan tujuh pos.

China juga telah memilterisasi Pulau Woody dengan mengerahkan jet tempur, rudal jelajah, dan sistem radar. Padahal secara geografis, Pulau Woody berada di perbatasan antara Taiwan dan Vietnam.

Sementara AS, untuk melindungi kepentingan politik, keamanan dan ekonomi di LCS, menantang klaim teritorial China yang tegas dan upaya reklamasi lahan dengan melakukan operasi kebebasan navigasi dan memperkuat dukungan pada mitra Asia Tenggara.

Sebagai tanggapan atas kehadiran China di wilayah yang disengketakan, Jepang menjual kapal dan peralatan militer ke Filipina dan Vietnam. Selain bertujuan untuk meningkatkan kapasitas keamanan maritim kedua negara, transaksi Jepang juga dilakukan untuk mencegah agresi China.

Amerika Serikat berperan mencegah terjadinya eskalasi militer akibat sengketa wilayah. Perjanjian pertahanan Washington dengan Manilla dapat menarik Amerika Serikat ke dalam potensi konflik CHina-Filipna atas simpanan gas alam yang substansial atau penangkapan ikan di wilayah yang disengketakan.

Sedangkan Indonesia, meski Jakarta tak memiliki klaim wilayah di Laut China Selatan, Beijing kerap mengirim kapal-kapal ikan miliknya ke perairan dekat Natuna, yang masih berada dalam zona eksklusif ekonomi (ZEE). (isa/evn)
 

  CNN  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.