Sabtu, 20 Maret 2021

AS Permudah Penjualan Drone

Akibat banyaknya drone diperjual-belikan dipasaran 
https://assets.bwbx.io/images/users/iqjWHBFdfxIU/iKvoxeTfDCR8/v2/800x-1.jpgAVIC’s Wing Loong II drone. [Mikhail Voskresenskiy/AP Images]

M
eningkatnya penjualan Unmanned Aerial Vehicle oleh China, Israel dan Turki mengakibatkan terjadinya persaingan pasar atas teknologi ini.

UAV merupakan teknologi yang dikontrol ketat oleh Missile Technology Control Regime (MTCR), perkumpulan negara pemilik teknologi rudal dan terkait. Namun, terkadang beberapa negara, baik anggota MTCR (Turki) maupun bukan anggota (Israel dan China) justru memudahkan penjualan UAV karena kebijakan luar negeri masing-masing negara tersebut.

China yang bukan anggota MTCR sudah menjual berbagai jenis UAV ke berbagai negara, dari Nigeria (9), Aljazair (10), Mesir (10), Sudan (10), Irak (12), Saudi Arabia (55), Uni Emirat Arab (40), Pakistan (25), Myanmar (12) hingga Indonesia (8).

Heather Penney, peneliti di Arlington, VA menyatakan bahwa penjualan UAV China ke berbagai negara diatas adalah upaya untuk menguji keandalan tempur produk mereka untuk dikaji dan dikembangkan sesuai masukan dari penggunannya.

Alasan penjualan UAV yang gencar oleh China karena negara ini tidak mencampuri urusan dalam negeri negara pembeli dan secara biaya harganya lebih murah 15 kali lipat daripada buatan Amerika Serikat. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, "Kami berhati-hati dan bertanggung jawab dalam mengekspor senjata,” katanya. “Ini sangat berbeda dengan apa yang dilakukan Amerika Serikat."

Aviation Industries China Corp atau sering disebut AVIC merupakan perusahaan dibalik gencarnya penjualan dan produksi UAV China, dimana sejak 2015, ketika AVIC memperkenalkan model baru telah memproduksi 50 unit UAV untuk pasar ekspor dan jumlah yang tidak diketahui untuk Pasukan Pembebasan Rakyat China, dan sekarang sedang mengembangkan versi yang lebih canggih menyerupai pesawat pengebom siluman B-2 Spirit.

 
MQ-9 Reaper & Global Hawk dapat dijual ke negara lain 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiO5UO5F-K0qTkxAHMyTp4a4zz8jwBBRL14F18bVWwypCtPKqr00xFXhsDUPLTSsn9Wgd9OADQjHx-JIBWc_nYrx9cgotrxC71wtkmCnr2gAapkwzBNBUCocEsl1B1bYQjo8hugCkvH24PV/s640/a1.jpgGlobal Hawk [ist]

Tentunya, hal tersebut menurut Michael Horowitz, Profesor Politik Sains dari Universitas Pennsylvania menciptakan perlombaan untuk menguasai teknologi UAV.

Hal tersebut ditandai dengan negara seperti Jepang, Korea Selatan dan Belarus yang tengah mengembangkan UAV secara mandiri, sementara Pakistan dan Serbia membeli UAV China sebagai basis pengembangan UAV dalam negeri.

Terbuktinya keandalan tempur UAV Turki yang digunakan AU Azerbaijan dalam perang Nagorno-Karabakh menghancurkan aset strategis AD Armenia serta Indonesia dan Vietnam yang mengembangkan UAV menandai bukti terjadinya perlombaan skala global untuk mendapatkan teknologi UAV.

Sehingga, akibat gencarnya penjualan UAV China dan negara lain, Amerika Serikat merespon hal tersebut dengan mengubah interpretasi MTCR dengan menyatakan "bahwa sistem udara tanpa awak yang memiliki kecepatan dibawah 800 Km/Jam tidak lagi menjadi subjek yang dilarang untuk dijual" yang artinya adalah UAV seperti MQ-9 Reaper dan Global Hawk dapat dijual AS ke negara lain, seperti penjualan 18 unit MQ-9 Reaper ke Uni Emirat Arab, 4 unit MQ-9 Reaper ke Taiwan dan 4 unit MQ-9 Reaper ke Maroko pasca pengakuan Israel. {FMP/Bloomberg]

  ★ FMP  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.