Rabu, 05 Mei 2021

Saatnya Penguatan Peralatan Militer di Indonesia

Salah satu inti Pembukaan UUD 1945 secara jelas memberi tugas kepada pemerintah untuk menjaga keutuhan wilayah, kedaulatan negara, dan keselamatan bangsa melalui alat pertahanan negaranya. Perintah itu kemudian diterjemahkan dengan membangun kekuatan militer yang memiliki mobilitas tinggi dalam melakukan daya tangkal dan daya pukul. Ilustrasi pesawat Rafale dengan persenjataan yang penuh [Rafale]

Si vis pacem para bellum – apabila kita menginginkan perdamaian maka kita harus siap berperang. Peribahasa itu secara proporsional memberikan makna bahwa diperlukan sebuah langkah strategis untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah kita dan sekaligus menjadi opsi formulasi pembangunan kekuatan pertahanan.

Saat ini boleh dikatakan adalah waktu yang tepat untuk melakukan penguatan peralatan militer di Indonesia. Jika momentum ini tidak ditempuh oleh pemerintah maka akan sulit mewujudkannya di masa-masa akan datang.

Seperti halnya musibah baru-baru ini yang menimpa kapal selam KRI Nanggala 402 yang telah berusia lebih dari 40 tahun. Risiko setiap musibah alutsista tentu akan menyebabkan gugurnya prajurit TNI yang secara langsung memberikan sengatan kepada Kementerian Pertahanan dan TNI.

Terutama jika itu terkait dengan kondisi alutsista yang dinilai sudah tidak sesuai dengan tantangan zaman dan dipaksakan tanpa memperhatikan faktor keselamatan. Selain itu, juga bukan perkara mudah untuk menghasilkan prajurit andal yang profesional – karena semua itu membutuhkan waktu dan biaya tinggi.

Di sisi lain, tantangan bagi pemerintah adalah bagaimana terus memenuhi kebutuhan operasional tempur agar TNI memiliki kelengkapan tempur yang andal baik persenjataan dan alat utamanya serta roket dan peluru kendalinya.

Sudah sepantasnya apabila negara memperhatikan kebutuhan alutsista bagi ketiga Angkatan dengan mengambil keputusan politik negara yang disepakati oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang memungkinkan untuk menaikkan anggaran pertahanan dari semula di bawah 1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi di atas 2 persen dari PDB.

Menjadi strong nation (negara kuat) tidak hanya sekedar memiliki kekuatan angkatan perang besar, mobilitas tinggi, dan daya pukul dahsyat – tetapi juga harus ditopang oleh kekuatan politik, kekuatan ekonomi, dan soliditas bangsa yang kuat secara berkelanjutan.

Letak geografis Indonesia yang berada dalam posisi silang strategis, mutlak memiliki kekuatan militer yang setara dan seimbang dengan negara lain sejalan dengan perkembangan teknologi militer yang dikenal dengan Revolution in Military Affair. Hal ini tidak dapat dihindari karena memang sudah menjadi tuntutan dan tantangan yang perlu direspon dengan cepat oleh negara dalam rangka memformulasikan postur pertahanan yang didalamnya ada postur TNI.

Lalu muncul pertanyaan, apakah perlu kita melakukan penguatan alutsista? Apakah masih akan ada perang? Pertanyaan esensial itu perlu dipahami bahwa tidak mungkin ada negara yang menunggu terjadinya perang, baru kemudian mempersiapkan angkatan perang mereka.

Sebab membangun sistem pertahanan negara tidak bisa dilakukan seketika, tetapi harus dilakukan secara sistematis dan bertahap sesuai dengan postur sistem pertahanan yang diinginkan. Inilah tantangan yang menjadi beban tanggung jawab bersama kini dan mendatang. ***

 Oleh:   Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin

 
Nusantara News  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.