Kamis, 24 Juni 2021

Belanja Alutsista TNI Dibutuhkan Perencanaan Yang Matang

➶  Harus ada sebuah jaminan bahwa teknologinya yang terbaruIlustrasi Denel Cheetah C-RAM Sistem pertahanan udara [defenceweb] ★

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menjelaskan dalam praktiknya, belanja kebutuhan alat utama sistem senjata Tentara Nasional Indonesia (Alutsista) dibutuhkan perencanaan yang matang.

Suharso mengatakan, meskipun Republik Indonesia ini tidak berencana untuk melakukan invasi, tapi setidaknya negara juga perlu untuk mengantisipasi jika sewaktu-waktu dibutuhkan dalam menjaga keamanan negara.

"Kami di Bappenas minta (belanja alutsista) ada kaitannya dengan technology readiness criteria. [...] Harus ada sebuah jaminan bahwa teknologinya yang terbaru juga," jelas Suharso dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (23/6/2021).

"Kita bicara Sukhoi 35, tapi terus muncul Sukhoi 57. [...] Itu coba kami petakan sedemikian rupa," kata Suharso melanjutkan.

Pun, dalam hitung-hitungan pihaknya, belanja alutsista negara didasarkan umur teknologi selama 15 tahun. Suharso menyebut, bahwa kebutuhan penganggaran belanja militer mencapai US$ 20,7 miliar atau Rp 298,08 triliun (kurs Rp 14.400 per dolar AS). Anggaran ini berlaku selama 2020-2024 mendatang.

"Sampai 2020-2024 itu kami memberikan angka US$ 20,7 Miliar. [...]. Kami ambil waktu sekitar 15 tahun, api karena teknologi 15 tahun, berapa kira-kira pertumbuhan ekonomi dan total PDB selama 15 tahun dan dapat angka," ujarnya.

Anggaran belanja militer RI tersebut juga masih di bawah 1% dari PDB. Menurutnya ada sekitar 30 negara yang alokasi belanja kebutuhan militernya di bawah 1% terhadap PDB.

Sementara, rata-rata negara maju menganggarkan belanja militer di atas 1 persen dari PDB. Bahkan, beberapa ada yang di atas 2 persen dari PDB.

"Ada 1,5% dari PDB, ada juga yang di atas 1%. Tapi 30-an negara di bawah 1%. Termasuk negara-negara seperti Afrika, Amerika Latin, dan negara-negara kecil. Indonesia sekarang nomor 16 hari ini dari total PDB dunia," ujarnya.

Terkait sumber dananya, Suharso menyatakan mayoritas pinjaman luar negeri digunakan untuk membeli alat militer. Namun, ia tak merinci berapa persen pinjaman dari luar negeri yang digunakan untuk membeli alat militer. "Faktor pinjaman luar negeri paling besar itu adalah belanja-belanja militer."

Dari sumber daya manusia, ketahanan negara Indonesia, Suharso juga mengungkapkan bahwa angkatan TNI yang ada saat ini tak mampu untuk melindungi masyarakat yang tinggal di 514 kabupaten/kota. Dari catatannya saat ini Indonesia hanya punya 300 batalyon.

"Saya baru tau misalnya jumlah batalyon kita gak cukup untuk seluruh 514 kabupaten/kota di Indonesia, kita hanya punya 300-an batalyon, tapi kita punya 514 kabupaten/kota," kata Suharso melanjutkan.

Untuk diketahui, sebelumnya Kementerian Pertahanan dikabarkan akan melakukan pembelian alpalhankam senilai Rp 1.769 triliun, untuk memenuhi kebutuhan tiga matra Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Rencana ini tertuang dalam dokumen rancangan Peraturan Presiden (Perpres) Tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) Kementerian Pertahanan dan TNI tahun 2020-2024. Perpres itu merupakan tindak lanjut rencana strategis khusus 2020-2024.

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dalam wawancara eksklusifnya dengan Deddy Corbuzier yang disiarkan dalam Channel Youtube Deddy Corbuzier beberapa waktu lalu, bahwa angka tersebut adalah perencanaan Kemhan untuk kurun waktu 25 tahun, sesuai yang diinstruksikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sampai saat ini, Jokowi dan menteri kabinet lainnya juga belum menyepakati hal tersebut. Prabowo juga menegaskan bahwa belanja alutsista tersebut bukan bertujuan untuk menginvasi negara-negara lain.

"Rp 1.700 triliun itu belum disetujui, masih digodok. Ini kan bernegara tidak gampang, bernegara itu ada proses, ada sistem, ada tata cara kelola. [...] Presiden pasti minta saran, bagaimana Menkeu (Sri Mulyani Indrawati), bagaimana Bappenas, nanti ditanya lagi menteri-menteri lain. Jadi, itu belum disetujui," jelas Prabowo.

 
CNBC  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.