Jumat, 02 Juli 2021

Menuntut Transparansi Belanja Senjata dari Prancis

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto meneken kerja sama pertahanan dengan Prancis. Transaksi perdagangan militer di Eropa transparan karena pabrikan pembuat senjata sekaligus berpromosi. Beautifully Rafale [Thalesgroup]

Sejumlah pengamat pertahanan dan keamanan menilai pemerintah perlu bersikap terbuka dalam pembelian peralatan militer dari negara Eropa, seperti Prancis. Menurut peneliti dari Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI), Muhamad Haripin, bukan perkara mudah membeli peralatan militer dari negara anggota Uni Eropa itu.

Selain aturan perizinan di dalam negeri yang ketat, kata Haripin, Prancis harus memenuhi standar dan serangkaian komitmen sebagai anggota Uni Eropa. "Aturan ekspor alat utama sistem senjata di sana ketat sekali. Ini bisa juga langkah positif jika Indonesia ingin belanja peralatan militer dari Prancis,” ujar Haripin saat dihubungi, kemarin.

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berkunjung ke Prancis, pekan lalu. Prabowo menandatangani persetujuan kerja sama dengan Menteri Pertahanan Prancis Florence Parly, di Paris, Senin lalu. Perjanjian tersebut meliputi bidang intelijen, pelatihan, dan pendidikan militer; ilmu pengetahuan dan teknologi; industri pertahanan; pasukan pemelihara perdamaian; pemberantasan terorisme; serta pengembangan dan penelitian industri pertahanan, termasuk produksi bersama.

Prabowo berharap defence cooperation agreement atau persetujuan kerja sama pertahanan antara Indonesia dan Prancis dapat ditingkatkan. “Peningkatan komunikasi dan kerja sama tidak saja antar-Kementerian Pertahanan, tapi antar-angkatan bersenjata," ujar Prabowo.

Kapal selam buatan Prancis Scorpene riachuelo.

Haripin mengatakan setidaknya ini merupakan ketiga kalinya Prabowo berkunjung ke Prancis. Pertemuan pertama terjadi pada 13 Januari 2020 dan kedua pada 21 Oktober 2020. Menurut dia, tiga pertemuan tersebut menandakan bahwa kerja sama pertahanan antara Indonesia dan Prancis sudah melangkah ke tahap yang serius. Dengan begitu, kata Haripin, tak tertutup kemungkinan kerja sama itu sudah masuk ke taraf kontrak jual-beli peralatan persenjataan. "Harus dilihat bahwa kerja sama G to G (antar-pemerintah) ini sudah oke," ujar Haripin.

Haripin berharap Kementerian Pertahanan lebih terbuka dalam proses belanja peralatan militer. Sebab, kata dia, bagaimanapun, sumber pendanaan belanja persenjataan itu menggunakan duit rakyat. Sekalipun pembelian tersebut dilakukan dengan skema utang luar negeri.

Lagi pula, Haripin menilai percuma saja jika Menteri Prabowo terlalu menutupi kegiatan pembelian alat militer tersebut. Sebab, negara pengekspor peralatan pertahanan akan membuka informasi jual-beli itu. "Di negara-negara anggota Uni Eropa, misalnya, transaksi dagang peralatan militer itu transparan. Belum lagi, produsen pasti akan membuat pengumuman karena hal tersebut sekaligus promosi," kata Haripin.

Kementerian Pertahanan di bawah kepemimpinan Prabowo dikabarkan tertarik mendatangkan sejumlah peralatan militer dari Prancis. Peralatan militer itu mulai dari pesawat tempur multi-peran Dassault Rafale hingga kapal selam Scorpene. Rafale digadang-gadang menjadi kandidat kuat pengganti pesawat F-5 E/F Tiger II TNI Angkatan Udara yang sudah dipensiunkan sejak Mei 2016.

Saat Kementerian Pertahanan dipimpin oleh Ryamizard Ryacudu pada 2014-2019, sempat tersiar kabar pesawat tempur buatan Rusia, Sukhoi SU-35, bakal disiapkan sebagai pengganti untuk pertahanan udara. Pemerintah bahkan disebut-sebut memesan 11 unit SU-35. Namun hingga kini belum ada kabar terbaru ihwal pembelian pesawat itu. Menteri Prabowo kini disebut-sebut akan memesan Rafale hingga 36 unit.

Adapun untuk Scorpene, ketertarikan Kementerian Pertahanan terhadap kapal selam bikinan DCNS—kelompok industri Prancis yang berfokus pada industri pertahanan maritim—itu sudah tersiar sejak tahun lalu. Namun semangat pembelian Scorpene semakin tinggi setelah musibah tenggelamnya KRI Nanggala di perairan Bali, 21 April lalu. Indonesia dikabarkan juga tertarik mengakuisisi dua jenis pesawat angkut, yakni pesawat pengisi bahan bakar udara Airbus A330 MRTT dan pesawat angkut serbaguna Airbus A400 M. Kabar teranyar, Kementerian Keuangan sudah menyetujui pinjaman senilai Rp 9,8 triliun untuk membeli dua unit A330 MRTT.

Airbus A 330 MRTT merupakan pesawat tanker yang telah disetujui anggarannya oleh menteri keuangan [Airbus]

Haripin menegaskan, keterbukaan informasi merupakan awal transparansi proses belanja peralatan militer di Kementerian Pertahanan. Penggunaan anggaran negara untuk pembelian peralatan militer yang nilainya mencapai triliunan rupiah wajib diawasi oleh sesama lembaga negara hingga rakyat. "Kalau tiba-tiba media menemukan kesenjangan anggaran harga alutsista, nanti jadi malu sendiri," kata Haripin.

Pengamat pertahanan, Connie Rahakundini Bakrie, juga berharap Kementerian Pertahanan lebih terbuka dalam urusan kontrak pembelian peralatan militer. Kementerian harus mengumumkan secara terbuka siapa saja pihak yang memenangi tender pengadaan peralatan militer. Selanjutnya, kata dia, pihak pabrikan peralatan militer mengumumkan bersama-sama dengan pemerintah negara tersebut.

Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi pertahanan, Dave Akbarshah Fikarno, saat dimintai komentar mengatakan komisi di parlemen belum mengetahui agenda Prabowo di Prancis. Sebab, menurut anggota DPR dari Fraksi Golkar ini, rapat dengar pendapat antara Komisi I DPR dan Menteri Pertahanan, awal Juni lalu, hanya membahas rencana pembelian sejumlah peralatan militer. "Untuk pengadaannya, belum ada pembahasan lagi dengan Komisi I," kata Dave ketika dihubungi, Rabu lalu.

Dia juga mengatakan Komisi DPR bidang pertahanan tak mendapat laporan rinci penggunaan anggaran dari setiap kontrak pembelian alat militer. Wewenang tersebut sepenuhnya berada di tangan Kementerian Pertahanan. "Kami hanya membahas anggaran besarnya saja. Strategi detail tetap ada di Kementerian Pertahanan," kata dia.

Adapun juru bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak, belum memberikan tanggapan tentang kontrak pembelian alutsista dalam kunjungan Menteri Prabowo di Prancis. Dahnil hanya mengatakan persetujuan kerja sama pertahanan dengan Prancis akan memperkuat hubungan bilateral kedua negara.

Dahnil mencontohkan, kerja sama alih teknologi pertahanan dan produksi bersama bisa memperkuat industri pertahanan di Tanah Air. "Demikian juga dengan kerja sama strategis lainnya. Semua masih direncanakan dengan matang," kata Dahnil.

 
Tempo  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.