Jumat, 08 Oktober 2021

Nasib Rencana Pengadaan Pesawat A400M Tergantung Offset

✈ Opini by Alman Helvas AliPesawat angkut A400M (Ist)

Kementerian Pertahanan dan Airbus Defence and Space (ADS) sejak beberapa bulan silam telah terlibat dalam diskusi intensif untuk membahas rencana akuisisi dua unit pesawat angkut A400M.

Rencana pembelian pesawat angkut yang memiliki payload 37 ton ini mungkin akan satu paket dengan pengadaan pesawat A330 bekas yang akan direkonfigurasi menjadi Airbus Corporate Jet. Diskusi intensif antara kedua belah pihak merupakan upaya Kemenhan untuk segera membelanjakan alokasi Penetapan Sumber Pembiayaan (PSP) senilai US$ 5,8 miliar yang diberikan oleh Menteri Keuangan pada 26 April 2021 silam. Terdapat beberapa hal menarik mengenai rencana pengadaan pesawat angkut yang dikembangkan oleh lima negara Eropa ini sejak 1989 dalam program Future Large Aircraft.

Pertama, aspek pendanaan. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyetujui alokasi senilai US$ 700 juta bagi Kemenhan untuk akusisi pesawat Multirole Transport Tanker (MRTT) dan dukungannya. Sehingga apabila kontrak pembelian dua A400M ditandatangani bulan ini, Kemenhan tidak perlu meminta pengajuan anggaran lagi kepada Kemenkeu seperti dalam kasus kontrak 36 pesawat tempur Rafale asal Prancis, enam fregat kelas FREMM dan dua fregat kelas Maestrale dari Italia.

Tantangan dari aspek finansial rencana pengadaan dua A400M adalah bagaimana Kemenhan mampu mendapatkan dana Rupiah Murni Pendamping (RMP) pada APBN 2022. Seperti telah ditulis sebelumnya, Kemenkeu hanya sanggup menyediakan Rp 3 triliun untuk RMP dari kebutuhan Rp 12 triliun pada tahun fiskal 2022. Dengan asumsi RMP bagi dua A400M adalah 15% dari alokasi PSP, dibutuhkan RMP sebesar US$ 105 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun. Sebanyak US$ 36 juta atau sekitar Rp 513 miliar dari alokasi Rp 3 triliun untuk RMP tahun anggaran 2022 akan dialokasikan bagi pembelian 6 unit pesawat Lead In Fighter Training T-50 buatan KAI yang kontraknya telah ditandatangani beberapa bulan lalu.

Kedua, aspek kemampuan. Sejak 2019 banyak pihak di Indonesia berasumsi kebutuhan Kemenhan untuk pesawat MRTT akan menghadapkan A300 MRTT buatan ADS dengan KC-46A produksi Boeing Defense, Space and Security. Kedua rival pun telah melakukan berbagai lobi agar pesawat sayap tetap produksi mereka menjadi pilihan Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pesawat angkut sekaligus mempunyai kemampuan melakukan pengisian udara ke udara. ADS telah melangkah jauh melalui kemitraan PT GMF AeroAsia untuk memenangkan pasar Indonesia, sementara Boeing mengandalkan lobi langsung dengan dukungan pemerintah Amerika Serikat (AS) dengan peran mitra lokal yang kurang besar.

Namun dalam perjalanan waktu, ADS mampu meyakinkan Kemenhan bahwa A400M yang ditenagai oleh empat mesin turboprop TP400-D6 buatan Europrop International mampu melakukan misi pengisian bahan bakar di udara pula. Klaim ADS tentang kemampuan pengisian bahan bakar di udara oleh A400M merupakan suatu fakta yang tidak dapat dibantah, namun pesawat yang mengadopsi high wing dengan T tail ini hanya mampu melakukan pengisian avtur menggunakan metode hose and drogue yang cocok bagi pesawat tempur seperti Rafale, F-18 Hornet, Sukhoi Su-27/Su-30. Indonesia juga mengoperasikan pesawat tempur F-16 yang memerlukan metode boom untuk pengisian avtur JP8 yang sejauh ini belum dapat dipenuhi oleh A400M.

Ketiga, paket offset. Berapa nilai valuasi offset yang akan didapatkan oleh Indonesia dari rencana akuisisi dua A400M tergantung pada kesepakatan antara ADS dan beberapa industri pertahanan Indonesia. Menurut informasi dari pihak-pihak terkait, PT Dirgantara Indonesia mengusulkan autonomous right CN235 dan pemutakhiran technical data package NC212 kepada ADS. Apabila pabrikan Eropa itu setuju dengan autonomous right CN235, maka industri yang didirikan oleh almarhum mantan Preside RI B.J. Habibie ini dapat memproduksi semua komponen CN235 di Bandung tanpa harus menunggu pasokan dari ADS.

PT GMF AeroAsia tertarik untuk mendapatkan offset rencana pembelian A400M lewat GMF Defense. Menurut informasi dari sumber yang kredibel, anak usaha PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. ini mengajukan proposal untuk maintenance pesawat yang vertical tail plane trailing edge-nya dipasok oleh Malaysia. Adapun cakupan maintenance yakni airframe maintenance, Namun belum jelas apakah ada perusahaan Indonesia yang memiliki kapasitas untuk engine overhaul A400M.

Satu perubahan kebijakan Kemenhan terkait rencana kontrak pengadaan senjata saat ini adalah penandatanganan kesepakatan offset boleh dilakukan maksimal enam bulan setelah kontrak ditandatangani. Hal ini berbeda dengan kebijakan beberapa tahun lalu di mana industri pertahanan Indonesia didesak untuk segera menyelesaikan perundingan offset dengan pabrikan agar kontrak dapat segera ditandatangani. Terkait rencana kontrak A400M, nampaknya industri pertahanan Indonesia akan memiliki waktu hingga enam bulan setelah kontrak ditandatangani untuk menyepakati offset dengan ADS. Apabila dalam waktu enam bulan tidak tercapai kesepakatan offset, maka kontrak yang telah ditandatangani tidak bisa memasuki tahap efektif.

Apakah Kemenhan akan menandatangani kontrak akuisisi dua A400M dalam waktu dekat? Terdapat target awal bahwa kontrak dengan ADS akan ditandatangani pada pekan pertama Oktober 2021. Apabila kontrak itu telah ditandatangani, nasibnya akan ditentukan oleh dua faktor yaitu ketersediaan RMP dan kesepakatan offset. (miq/miq)

  CNBC  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.