Senin, 07 Februari 2022

Hubungan Tersembunyi Indonesia-Israel

A-4E Skyhawk [sejarah perang]

Meski tidak memiliki hubungan diplomatik, namun kerja sama militer antara Indonesia dan Israel sebenarnya sudah terjalin sejak lama. Kerja sama sembunyi-sembunyi itu pernah dilakukan Jenderal TNI (Purn) Lenoardus Benny Moerdani.

Benny yang saat itu menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) kemudian Panglima ABRI di era kepemimpinan Presiden Soeharto ini, memang mempunyai hubungan baik dengan Israel. Ketika itu, Benny sempat meminjam roket untuk melindungi Presiden Soeharto dan pembelian pesawat tempur untuk TNI Angkatan Udara (AU).

Dikutip dari buku biografinya berjudul “Benny Moerdani Jejak Perjuangan dan Dedikasi si Raja Intelijen” Benny menjalin kerja sama rahasia dengan Israel karena tanggung jawabnya menjaga keselamatan dan keamanan, Presiden Soeharto yang hendak mengunjungi Timur Tengah (Timteng). Berdasarkan informasi yang dikumpulkan Benny, ada upaya menyerang Presiden Soeharto dari kelompok tertentu saat kunjungan kenegaraan tersebut.

Merasa keselamatan orang dekatnya terancam, Benny dengan sigap langsung menghubungi jaringannya di Israel. “Benny pernah meminta untuk meminjam roket dari Israel agar serangan kepada pesawat kepresidenan saat Presiden Soeharto melakukan perjalanan ke Timur Tengah dapat dibendung,” ucap Salim Said.

Selain meminjam roket, operasi clandestine terbesar Benny Moerdani dengan Israel adalah saat pengadaan pesawat tempur untuk TNI AU. Operasi ini dilatarbelakangi oleh kurangnya pesawat tempur yang dimiliki TNI AU. Ketika itu, pesawat F-86 dan T-33 yang dimiliki matra udara sudah tua dan diprediksi tidak bisa beroperasi secara maksimal dalam menjaga kedaulatan wilayah udara Indonesia. Jika tidak segera diatasi maka kekuatan pertahanan udara Indonesia lemah sehingga rawan infiltrasi pesawat-pesawat asing.

Amerika Serikat sebagai mitra hanya mampu memberikan 16 pesawat tempur F-5E/F Tiger II. Namun jumlah itu masih belum cukup untuk memenuhi kekosongan skadron-skadron tempur TNI AU,” kata mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI (Purn) Ashadi Tjahjadi menirukan yang ditulis dalam buku biografinya “Loyalitas Tanpa Pamrih”.

Atas perintah Presiden Soeharto, Benny yang saat itu menjabat sebagai Kepala BAIS kemudian melakukan pembelian 32 pesawat tempur bekas A-4E Skyhawk milik Israel pada 1979. Karena Indonesia tidak punya hubungan diplomatik maka pembelian dilakukan sangat rahasia dengan nama Operasi Alpha, yang diambil dari nama depan pesawat tersebut.

  Drone Orbiter 2B 
Panglima TNI mengamati Drone Orbiter 2B [VOI]

Panglima TNI didampingi Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo dan Dankopasgat Marsekal Muda (Marsda) TNI Eris Widodo Yuliastono melihat dari dekat drone intai tempur Orbiter 2B.

Bukan cuma itu, Panglima TNI juga mendapat gambaran lengkap mengenai drone Orbiter 2B yang dipaparkan Perwira Kopasgat. Di mana drone yang dioperasikan menggunakan baterai tersebut memiliki kemampuan terbang selama dua jam dengan jangkauan sejauh 38 kilometer. “Buatan mana mas? Israel,” ucap Panglima TNI dalam channel YouTube Jenderal TNI Andika Perkasa yang dikutip SINDOnews, Senin (7/2/2022).

Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) tampak kagum dengan spesifikasi dan kemampuan yang dimiliki drone tersebut. “Wow, 18.000 (feet). Ini trainingnya sudah? Sudah ya, oke nanti saya ingin lihat,” ucap mantan Pangkostrad ini.

Kehebatan drone Orbiter series buatan Aeronautics Defense Systems, Israel di medan pertempuran memang sudah tidak diragukan lagi. Hal itu terbukti saat konflik di Nagorno-Karabakh, di mana Orbiter 1K “Kingfisher” yang dioperasikan militer Azerbaijan menjadi drone kamikaze yang mampu melumpuhkan kekuatan pasukan Armenia. Tidak hanya itu drone Orbiter 1K juga menjadi salah satu penentu kemenangan pasukan Azerbaijan.

Di Asia sendiri, yang menggunakan drone varian ini hanya Indonesia dan Thailand. Sedangkan, di Eropa negara-negara yang menggunakan drone tersebut antara lain Amerika Serikat, Inggris, Spanyol, Azerbaijan, Kroasia, Irlandia, Meksiko, Serbia dan Spanyol. Termasuk Finlandia, Turkmenistan, Polandia, dan Afrika Selatan.

Dikutip dari situs aeronautics-sys.com, Orbiter 2 merupakan drone portable yang ringan, ringkas dan dirancang untuk misi intelijen di medan pertempuran. Drone yang diluncurkan pada 2014 ini memiliki lebar sayap 3 meter. Drone dengan berat maksimum 9,5 Kg saat tinggal landas ini mampu terbang dengan kecepatan 130 Km/ jam.

Drone ini dirancang untuk misi pengintaian dan menyediakan informasi bagi pasukan dalam mengakuisisi target atau intelligence, surveillance, target acquisition, and reconnaissance (ISTAR) sehingga sangat cocok digunakan untuk perang kota, peperangan intensitas penuh dan operasi pada peperangan intensitas rendah, termasuk kontra-pemberontakan.

Untuk mendukung operasi, drone ini dilengkapi dengan aplikasi Multi Operation Aerial Vehicle (MOAV) berstandar NATO. ”Drone Orbiter ini dilengkapi datalink digital dan memiliki daya tahan hingga 4 jam; kapasitas angkut 1,5 Kg dan radius operasional sejauh 100 Km,” tulis keterangan di website tersebut.

Untuk mengoperasikan drone yang diluncurkan dengan sistem ketapel ini, hanya dibutuhkan waktu tujuh menit merakitnya. Kelebihan lainnya, drone ini bisa beroperasi pada siang maupun malam hari, memiliki kamera pemandu, mampu beroperasi dalam kondisi cuaca buruk, dan mampu diam saat di udara sehingga bisa melakukan operasi rahasia. Saat ini, ada tiga varian Orbiter yang diproduksi Aeronautics Defense Systems yakni, Orbiter 1K, Orbiter 2 dan Orbiter 3. (cip)
 

  ✡
sindonews  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.