Rabu, 09 Maret 2022

Pasang Surut Rencana Beli Jet Tempur Rusia di Tengah Ancaman AS

https://akcdn.detik.net.id/visual/2021/07/21/pesawat-tempur-sukhoi-su-35-1_169.jpeg?w=650Kemenhan sempat berencana membeli Sukhoi Su-35 buatan Rusia. (Foto: AFP/JOHANNES EISELE)

Rencana pembelian pesawat tempur Sukhoi Su-35 dari Rusia yang dilontarkan sejak 2017 tak menemui titik terang. Ancaman sanksi Amerika Serikat diduga jadi penghambat.

Menteri Pertahanan saat itu, Ryamizard Ryacudu, menyebut pembelian Sukhoi dilakukan dengan skema imbal beli dengan Rusia yang diklaim sesuai Undang-undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.

Pada pasal 43 ayat 5 huruf e UU tersebut dijelaskan, setiap pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) dari luar negeri wajib disertakan imbal beli, kandungan lokal dan/atau ofset minimal 85 persen.

"Ini baru pertama kali kami merasakan UU itu, sebelumnya belum terlaksana. Pelaksanaannya G to G langsung, tidak ada perantara macam-macam. Imbal dagang 50 persen, ofset 35 persen, jadi total 85 persen. Ini juga membantu ekspor ke luar, jadi ada nilai tambah," kata Ryamizard di Gedung Kementerian Pertahanan, Agustus 2017 silam.

Dalam perjalanannya, pesawat tempur itu tak kunjung datang. Pada 2019, Rusia sempat mengatakan sejumlah negara tak menyukai rencana Indonesia membeli 11 jet tempur Sukhoi Su-35.

Wakil Duta Besar Rusia di Jakarta Oleg V Kopylov tak menyebut negara yang dimaksud. Ia hanya menuturkan beberapa negara itu bahkan mencoba mengancam agar Indonesia tak jadi membeli pesawat perang buatan Negeri Beruang Merah tersebut.

"Indonesia tetap berkeinginan untuk melanjutkan kontrak pembelian Sukhoi meski beberapa negara mencoba mengancam Indonesia. Tapi Indonesia tak merasa terancam, ini sangat bagus," kata Kopylov dalam jumpa pers di kantornya, Desember 2019.

Media asing melaporkan Indonesia berpotensi batal membeli pesawat tempur itu karena ancaman sanksi dari Amerika Serikat.

Rumor pembatalan ini muncul setelah seorang pejabat Indonesia yang tak ingin disebutkan namanya menuturkan pihak AS telah menegaskan bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo bisa kena sanksi jika terus melanjutkan kontrak dengan Rusia.

Dikutip dari Bloomberg, pejabat yang mengetahui kontrak pembelian jet itu mengatakan bahwa sejumlah koleganya sudah berulang kali mempertanyakan alasan pelarangan pembelian jet Rusia dalam beberapa pertemuan dengan Menteri Pertahanan Negeri AS dan sejumlah pejabat lainnya.

Pejabat itu memaparkan bahwa pejabat AS dengan gampangnya hanya menjawab bahwa itu adalah kebijakan Negeri Paman Sam.

https://akcdn.detik.net.id/community/media/visual/2020/01/26/b6a2a5d9-1375-4d10-85a9-7e4891d11fba.jpeg?w=9600Infografis Perbandingan Dassault Rafale dengan Sukhoi SU-35. (Foto: CNNIndonesia/Basith Subastian)

Amerika memang memiliki undang-undang yang dapat menjatuhkan sanksi terhadap negara lain, terutama negara mitra, jika kedapatan menjalin transaksi alat utama sistem pertahanan (alutsista) dengan musuh AS.

Undang-undang itu dikenal dengan Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA). UU itu berlaku bagi Rusia dan beberapa negara lain yang juga dianggap AS ancaman seperti China.

Namun, Wakil Menteri Pertahanan saat itu, Wahyu Sakti Trenggono membantah kabar tersebut.

"Kami tidak pernah membatalkan," kata Wahyu.

Akhir Desember 2021, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo mengatakan rencana pembelian Sukhoi Su-35 tak akan dilanjutkan.

Hal itu seiring dengan rencana Indonesia membeli pesawat tempur generasi 4,5, yakni Dassault Rafale buatan Perancis, dan F-15 EX buatan Amerika Serikat.

"Sukhoi Su-35 dengan berat hati ya kita harus sudah meninggalkan perencanaan itu karena kan kembali lagi dari awal kita sebutkan bahwa pembangunan kekuatan udara sangat bergantung dari anggaran," kata Fadjar.

Awal Februari lalu, Kemhan pun melakukan penandatanganan kontrak kerja sama pembelian enam unit Dassault Rafale.

Penandatanganan kontrak itu disaksikan Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto saat menerima kunjungan Menteri Angkatan Bersenjata Republik Prancis H.E. Mrs. Florence Parly beserta delegasi di Kemhan, Jakarta, Kamis (10/2).

"Kita rencananya akan mengakuisisi 42 pesawat Rafale. Kita mulai hari ini dengan tanda tangan kontrak pertama untuk 6 pesawat," kata Prabowo saat itu.

Pembelian Rafale itu semakin membuat gelap rencana pembelian Sukhoi-35. CNNIndonesia.com telah menghubungi Juru Bicara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Dahnil Anzar, untuk bertanya soal kelanjutan rencana pembelian Sukhoi-35, namun yang bersangkutan belum merespons hingga berita ini ditulis. Di saat yang sama, ada momentum invasi Rusia ke Ukraina, yang ditentang keras oleh Amerika Serikat dan sekutu. yoa/arh)

  CNN  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.