Jumat, 03 Juni 2022

BIN Pakai Mortir dari Serbia untuk Papua

 Laporan CAR 
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/8/86/The_National_Intelligence_Agency_%28Indonesia%29.svg/1200px-The_National_Intelligence_Agency_%28Indonesia%29.svg.pngBIN [wikipedia]

B
adan Intelijen Negara (BIN) dilaporkan membeli nyaris 2.500 mortir dari Serbia untuk agen mata-mata RI di Papua dan dijatuhkan ke desa-desa di wilayah itu pada 2021 lalu.

Hal tersebut diungkap kelompok pemantau senjata yang berbasis di London, Conflict Armament Research (CAR) dalam laporan yang dikirim ke Reuters.

Tiga anggota CAR mengatakan, pengadaan senjata dari BIN tak diungkap ke komite pengawasan parlemen yang menyetujui anggaran.

CAR melaporkan mortir itu diproduksi pembuat senjata Serbia, Krusik. Senjata tersebut kemudian dimodifikasi, yang entah oleh pihak mana, agar bisa dijatuhkan dari udara alih-alih dari tabung mortir.

Menurut mereka, BIN juga menerima 3.000 inisiator elektronik dan tiga perangkat pengatur waktu yang biasanya difungsikan untuk membasmi bahan peledak.

CAR melaporkan bahwa peluru mortir 81mm digunakan dalam serangan di sejumlah desa di Papua pada Oktober 2021 lalu.

Salah satu saksi mata dan penyidik yang bekerja untuk delapan kelompok hak asasi manusia (HAM) menyampaikan tak ada yang terbunuh dalam serangan itu. Namun, rumah dan sejumlah gereja terbakar.

"Jelas bahwa mortir ini merupakan senjata ofensif yang digunakan di wilayah sipil," kata penyelenggara Proyek West Papua di Universitas Wollongong, Jim Elmslie.

Jim adalah orang yang menyerahkan laporan CAR ke Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB pada April lalu.

"Ini adalah pelanggaran hukum kemanusiaan," kata dia.

Saksi mata lain, Pastor Yahya Uopmabin, menyaksikan serangan itu dari pegunungan terdekat.

"Mereka menjatuhkan bom dengan pesawat tak berawak. Tempat ibadah, rumah terbakar," kata Yahya kepada Reuters.

Seorang penyelidik Papua yang bekerja untuk konsorsium delapan kelompok hak asasi manusia dan gereja, Eneko Bahabol, mengatakan 32 mortir dijatuhkan, termasuk lima yang tak meledak.

Merujuk hukum di Indonesia, militer, polisi dan lembaga pemerintah lain harus mengantongi izin dari Kementerian Pertahanan untuk membeli senjata. Mereka juga wajib menggunakan bahan yang diproduksi industri pertahanan dalam negeri jika tersedia.

Perusahaan pembuat senjata milik negara, PT Pindad, juga memproduksi mortir. Mereka merupakan bagian dari penyedia persenjataan militer RI.

  Respons PT Pindad hingga TNI 

Salah satu komisaris perusahaan PT Pindad, Alexandra Wuhan, menolak untuk membahas secara spesifik pembelian senjata itu. Ia hanya mengatakan perusahaan tunduk dengan aturan.

"Pindad berkewajiban dan tunduk pada hukum, aturan, dan peraturan Indonesia soal pengadaan senjata militer dan sipil, begitu juga BIN sebagai pengguna akhir," tutur Alexandra, seperti dikutip dari Reuters.

Alexandra lalu berkata, "Pindad tak bisa bertanggung jawab soal kapan dan di mana senjata digunakan pihak berwenang Indonesia. Kami tidak punya wewenang seperti itu."

Menanggapi serangan tahun lalu, juru bicara TNI, Kolonel Wieng Paronoto, mengatakan kepada Reuters personelnya tak menjatuhkan amunisi di desa-desa. Dia juga menolak mengatakan apakah BIN menyebarkan amunisi.

Adapun soal pengadaan senjata, salah satu sumber kementerian pertahanan mengatakan pihaknya tak pernah menyetujui pembelian atau peraturan apa pun yang memungkinkan BIN mendapat amunisi.

"Ini menimbulkan pertanyaan mengapa BIN menginginkan itu," kata sumber itu, seperti dikutip dari Reuters.

Menyoal senjata itu, eks Jenderal sekaligus anggota Majelis Kehormatan Dewan (MKD), Tubagus Hasanuddin, mengatakan BIN bisa memperoleh senjata ringan sebagai pertahanan para agennya. Namun, lain hal jika senjata kelas militer.

"[Senjata kelas militer] harus untuk tujuan pendidikan atau pelatihan dan bukan untuk tujuan tempur," kata Tubagus kepada Reuters.

Ia kemudian berujar, "Kami perlu melakukan audiensi terlebih dahulu dengan BIN dan memeriksa alasannya. Setelah itu kami akan memeriksa legalitasnya."

Anggota Komisi I DPR yang membawahi BIN juga buka suara. Ia mengaku menyelidiki sendiri temuan laporan CAR untuk memastikan apakah ada kesalahan atau tidak.

Pejabat itu juga sudah mendekati BIN dan PT Pindad untuk meminta penjelasan, tapi tak mendapat apa pun.

"Pasti ada sesuatu yang sangat, sangat sensitif soal itu," kata anggota Komisi I DPR yang enggan disebutkan identitasnya seperti dilansir dari Reuters.

Meski sejumlah pejabat RI membantah atau bungkam, Serbia telah mengonfirmasi bahwa Krusic membuat mortir berdaya ledak tinggi M-72.

Mortir itu dijual bersama dengan 3.000 inisiator elektronik dan perangkat pengatur waktu ke pemasok senjata Serbia Zenitprom DOO pada Februari 2021, demikian tulis laporan itu.

Zenitprom DOO kemudian mengekspor amunisi tersebut ke PT Pindad untuk BIN, kata CAR.

Saat awal proses pengadaan yakni pada 6 Oktober 2020, BIN memberikan sertifikat pengguna akhir kepada otoritas Serbia dengan Nomor R-540/X/2020. Sertifikat ini menegaskan mereka akan menjadi pengguna eksklusif barang dalam konsinyasi dan amunisi. Mereka juga tak akan mengirim atau menjual ke pihak lain tanpa izin dari pihak berwenang Serbia.

Lebih lanjut laporan tersebut menerangkan, tak ada permintaan untuk mengirim senjata sebelum serangan di Papua.

Dalam laporannya, CAR mengatakan Serbia mengonfirmasi nomor lot pada cangkang yang digunakan di Papua sama dengan yang dibeli BIN.

Beberapa rincian laporan tak bisa dikonfirmasi secara independen termasuk nomor lot yang cocok dengan mortir, transfer pengiriman amunisi ke BIN atau apakah BIN mematuhi sertifikat pengguna akhir.

Reuters juga tak dapat menentukan siapa yang memodifikasi mortir atau mengapa BIN membeli timer dan penyala.

CAR menuliskan BIN telah memberi pemerintah Serbia "sertifikasi verifikasi pengiriman", meskipun Reuters tak bisa mengonfirmasi secara independen bahwa senjata iu telah tiba di tangan BIN.

Situasi keamanan di Papua telah memburuk secara dramatis sejak April 2021 lalu setelah kelompok separatis membunuh kepala kantor BIN Papua dalam penyergapan.

Selain itu, menurut pernyataan pelapor khusus PBB, mengatakan ada pelanggaran yang mengejutkan dari pemerintah RI antara April dan November 2021 lalu.

Mulai 10 Oktober 2021, helikopter dan drone menembak dan menjatuhkan amunisi di delapan desa di distrik Kiwirok selama beberapa hari.

CNNIndonesia.com sudah mencoba menghubungi Juru Bicara Kementerian Pertahanan RI, Dahnil Anzar Simanjutak serta Juru Bicara BIN, Wawan Purwanto, untuk meminta konfirmasi dan tanggapan pada Jumat (3/6). Namun, keduanya tak segera memberi komentar hingga berita ini dipublikasi. (Reuters/isa/bac)

  ★ CNN  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.