Selasa, 26 Juli 2022

Kenapa Korsel Kolaborasi dengan RI Bikin Jet Tempur Canggih KF-21?

KF-21 Boramae [ROK Armed Forces]

Jet tempur generasi baru Korea Selatan KF-21 dan KF-X menjadi sorotan setelah jet itu berhasil menjalankan tes penerbangan pertamanya pada 19 Juli.

KF-21 sendiri dibuat oleh Industri Luar Angkasa Korea (KAI), dengan kesepakatan kerja sama dari Indonesia.

Sebagaimana diberitakan South China Morning Post, Indonesia sepakat membayar 20 persen biaya produksi jet tersebut. Total biaya yang diperlukan untuk produksi jet ini mencapai US$6,7 miliar (Rp100 triliun).

Lantas, apa yang membuat Korsel dan RI berkolaborasi dalam proyek pembuatan jet KF-21 ini?

Pengamat militer Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia, Beni Sukadis, menilai kerja sama tersebut dilakukan agar kedua negara bisa lebih mandiri dalam mendapatkan alutsista mereka.

"Produksi jet tempur ini adalah bagian dari diversifikasi sumber alutsista agar tidak tergantung dengan satu negara tertentu jika di embargo," kata Beni saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (25/7).

Menurut Beni, alasan lain RI setuju membantu Korsel mengembangkan jet KF-21 ialah karena sejumlah pesawat tempur Jakarta bakal menjadi pesawat tua dalam belasan tahun.

"Kemhan [Kementerian Pertahanan] sudah memprediksi enam pesawat tempur F-16 yang kita punya saat pertama kali pada 1981-an dan 24 pesawat hibah pada 2014 sampai 2018 akan menjadi pesawat tua pada 15 sampai 20 tahun lagi," ujar Beni.

Ketika ditanya alasan RI menyetujui kerja sama tersebut, Beni menjawab, "Itu tadi, supaya bisa mandiri dari ketergantungan negara lain [Barat]."

  Untuk Imbangi Kekuatan Sejumlah Negara 
KF-21 Boramae [ROK Armed Forces]

Sementara itu, pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati juga memiliki pendapat yang senada.

"Kerja sama tersebut merupakan proyek strategis untuk memperkuat alutsista TNI. Pesawat Tempur KF-X/IF-X memenuhi prototipe pesawat tempur modern untuk mengimbangi kekuatan udara beberapa negara tertentu di kawasan," kata Susaningtyas saat diwawancara CNNIndonesia.com, Senin (25/7).

"Jadi pesawat tempur tersebut dirancang nantinya diproduksi di PT DI [Dirgantara Indonesia] dengan kapabilitas yang lebih baik dalam rancangan manuver ekstrem. Dengan dilengkapi berbagai jenis rudal dan roket, maka pesawat tempur tersebut akan menjadi salah satu tulang punggung pencapaian air superiority [superioritas udara] di langit Indonesia," katanya.

Susaningtyas juga mengungkapkan TNI perlu meningkatkan kemampuan tempurnya.

"Dalam konsep perang udara di masa mendatang, TNI memang perlu meningkatkan kemampuan tempurnya, tidak saja di ruang udara [airspace] tetapi juga di ruang angkasa [outer space]. Baik ruang udara maupun ruang angkasa, keduanya merupakan kedaulatan udara NKRI," ujarnya.

Dari sisi Korsel, Susaningtyas menyampaikan Seoul menyetujui bantuan Jakarta karena negara itu merasakan manfaat dari kerja sama keduanya.

"Korsel menyetujui tentu saja ada unsur kemanfaatannya bagi negara mereka dan untuk menjaga lingkungan strategis kawasan," ujarnya lagi.

Sementara itu, Liang Tuang Nah dari Studi Internasional Sekolah S. Rajaratnam (RSIS) mengatakan Indonesia memiliki dua pertimbangan mengenai penggunaan KF-21, yakni pertahanan wilayah yang luas dan keusangan armada pesawat.

TNI AU harus menjaga 1.904.569 km persegi wilayah darat Indonesia, pun ruang udara RI, termasuk yang berada di atas perairan dalam negeri. Ini membuat cakupan wilayah yang harus dipantau TNI AU cukup besar.

Tak hanya itu, pertimbangan operasional dan keamanan dapat terjadi dari waktu ke waktu, membuat militer RI bisa saja mengerahkan misi di zona ekonomi eksklusif (ZEE) negara itu.

"Semua ini membutuhkan armada udara yang cukup besar yang bisa dibilang tidak dimiliki oleh TNI AU, mengingat badan itu hanya memiliki 101 pesawat bersenjata dan enam pesawat patroli maritim untuk menjaga tanggung jawab ruang udara mereka yang luas," tulis Liang dalam The Diplomat.

Selain itu, Liang berpendapat tak semua pesawat tersebut selalu tersedia atau layak terbang. Sejumlah pesawat kadang harus menjalani pemeliharaan dan menunggu pengiriman suku cadang baru.

"Melihat kondisi ini, akuisis 50 jet tempur Boramae [KF-21] dalam beberapa tahun ke depan tidak tampak sebagai proposisi yang tidak masuk akal untuk penjagaan keamanan nasional," tulis Liang lagi.

Walaupun demikian, kerja sama jet KF-21 antara Korsel dan Indonesia mengalami masalah keuangan. Indonesia diketahui masih belum membayar 800 miliar won (Rp 9,1 triliun) dari 20 persen biaya produksi jet ini ke Korsel, dikutip dari The Korea Times.

Keterlambatan tersebut terjadi karena Indonesia mengalami masalah finansial.

Indonesia sendiri sepakat membayar 20 persen atau 1,6 triliun won (Rp18,2 triliun) dari biaya total produksi jet KF-21, yang mencapai 8,8 triliun won (Rp 100 triliun).

Dari kesepakatan itu, Indonesia bakal mendapatkan sejumlah jet KF-21 dan transfer teknologi.

Sementara itu, Presiden RI Joko Widodo bakal mengunjungi Korea Selatan pada Kamis (28/7) dan bertemu Presiden Yoon Suk Yeol.

Seorang pejabat kantor kepresidenan mengatakan masalah pembayaran tersebut kemungkinan bakal dibahas dalam pertemuan keduanya.

  Masalah Kolaborasi Jet KF-21 Ikut Dibahas 
Prototipe ke 5 disiapkan untuk Indonesia [Kim Jae-seob/Hankyoreh]

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) akan mengunjungi Korea Selatan pada Kamis (28/7) dan bertemu dengan Presiden Yoon Suk Yeol.

Menurut salah satu pejabat kantor kepresidenan, Jokowi bakal membahas masalah pembayaran produksi jet KF-21 dalam pertemuan itu.

Kunjungan Jokowi ke Korsel merupakan rangkaian lawatan kenegaraan di Asia Timur setelah menyambangi China dan Jepang.

"Masalah pembayaran diprediksi akan dibahas dalam pertemuan tersebut," kata seorang pejabat senior dari kantor kepresidenan, dikutip dari The Korea Times.

Sebagaimana diberitakan The Korea Times, Indonesia dan Korsel menandatangani kesepakatan atas jet tempur KF-21 pada 2010. Indonesia setuju untuk membayar 1,6 triliun won (Rp 18,2 triliun) untuk pengembangan jet tersebut.

Jumlah itu setara dengan 20 persen total biaya yang digunakan untuk mengembangkan jet itu, yakni mencapai 8,8 triliun won (Rp 100 triliun). Dari kesepakatan itu, Indonesia akan mendapatkan beberapa pesawat untuk TNI AU, pun transfer teknologi.

Meski begitu, Indonesia memiliki masalah pembayaran. RI sendiri belum membayar 800 miliar won (Rp 9,1 triliun) yang dijanjikan ke Korsel pada bulan ini akibat masalah finansial.

Pada November lalu, Indonesia sempat melakukan negosiasi ulang agar bisa tetap ikut dalam proyek KF-X. Indonesia menawarkan diri untuk membayar bagiannya dalam bentuk barter.

Dari perundingan tersebut, Indonesia dan Korsel sepakat bahwa Jakarta akan tetap menanggung 20 persen biaya pengembangan proyek. Namun, 30 persen dari biaya tersebut dapat dibayarkan menggunakan barang.

  Manfaat Kerja Sama Korsel-RI 
6 Prototipe KF-21 Boramae [ROK Armed Forces]

Menurut peneliti di Forum Pertahanan dan Keamanan Korea, Shin Jong Woo, kunjungan Jokowi ke Korsel bakal membawa dampak positif untuk mengatasi keterlambatan pembayaran biaya produksi jet KF-21 dari RI.

"Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) bertekad tidak akan mengirimkan KF-21 ke Indonesia jika negara itu tak membayar bagiannya. Meski begitu, penerbangan perdana KF-21 yang sukses bakal membawa peran positif untuk mengatasi masalah keterlambatan pembayaran saat Jokowi berkunjung ke sini," kata Shin.

"Melihat perkembangan tersebut, Indonesia, yang tadinya ragu dengan proyek KF-X, mungkin akan lebih antusias akan itu," tuturnya lagi.

Selain itu, Shin turut mengomentari kabar kemungkinan Indonesia mundur dari kesepakatan tersebut. Menurut Shin, Indonesia tak mungkin dengan gampang memutuskan keluar dari kesepakatan itu, mengingat RI tak punya jet tempur generasi 4,5 berkemampuan siluman.

"[Jet] Rafale yang dibeli Indonesia baru-baru ini bukan jet tempur siluman, KF-21 merupakan opsi yang lebih menarik, sesuatu yang tak bisa diabaikan negara itu," tutur Shin.

Seorang pejabat industri pertahanan juga menuturkan ia berharap kunjungan Jokowi ke Korsel dapat membawa kabar baik akan kerja sama kedua negara dalam program KF-X ini.

"Saya berharap kunjungan Jokowi dapat membawa hasil positif akan program KF-X," ujar pejabat itu. (pwn/bac)

  ★ CNN  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.