Senin, 01 Agustus 2022

RI Ajukan 'Indonesian Paper' ke PBB

Diapit Negara Kapal Selam Nuklirilustrasi. Kapal selam nuklir. (AFP/JAMES GLOSSOP)

Indonesia mengajukan "Indonesian Paper" ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengisi kekosongan aturan hukum internasional terkait kapal selam bertenaga nuklir.

Perwakilan Tetap RI di PBB mengajukan paper bertajuk resmi "Nuclear Naval Propulsion" dalam 10th Review Conference of the Parties to the Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons (NPT RevCon) yang digelar di New York pada 1-26 Agustus.

"Tujuan utama usulan ini adalah untuk mengisi kekosongan aturan hukum internasional terkait kapal selam bertenaga nuklir, membangun kesadaran atas potensi risikonya, serta upaya menyelamatkan nyawa manusia dan kemanusiaan," ujar Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI, Tri Tharyat.

Melalui keterangan resminya, PTRI New York menyatakan bahwa Indonesian Paper ini penting mengingat posisi geografis Indonesia sangat rentan terhadap potensi risiko proyek kapal selam nuklir negara-negara sekitarnya.

"Posisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan menambah tingkat kerentanan atas potensi risiko tersebut," tulis PTRI New York.

PTRI New York mengakui bahwa negara-negara yang tengah heboh mengembangkan kapal selam bertenaga nuklir belakangan ini memang memastikan bahwa program itu masih seusai sejalan dengan berbagai perjanjian internasional.

Namun di sisi lain, muncul pula negara penentang yang menganggap program itu melanggar komitmen non-proliferasi nuklir, membuka peluang negara pemilik senjata nuklir berkolusi dengan negara bukan pemilik.

"Risiko program ini tidaklah kecil. Jika tidak ditangani dengan baik, dapat terjadi kebocoran nuklir saat transportasi, perawatan, penggunaan, serta pencemaran lingkungan akibat radiasi nuklir yang membahayakan manusia dan sumber daya laut," tulis PTRI New York.

Pernyataan tersebut berlanjut, "Selain itu, material nuklir yang digunakan dalam kapal selam militer juga rentan untuk diselewengkan menjadi senjata. Jika tidak diatur dengan ketat, kegiatan ini akan menjadi preseden yang justru akan mendorong proliferasi senjata nuklir."

PTRI New York menyatakan bahwa proposal Indonesian Paper ini merupakan upaya Indonesia untuk menjembatani pandangan tajam negara-negara tersebut.

Indonesia sendiri diapit negara-negara yang belakangan ini menggembar-gemborkan program kapal selam bertenaga nuklir.

Pada September 2021 lalu, Negeri Kanguru sepakat akan membuat kapal selam bertenaga nuklir berdasarkan kesepakatan tiga negara, Amerika Serikat, Inggris dan Australia (AUKUS).

Sejumlah pihak menilai, kerja sama ini merupakan upaya mengimbangi kekuatan China di kawasan Indo-Pasifik. Indonesia berulang kali menyatakan keberatannya karena cemas akan potensi perang terbuka.

Sementara itu, China juga dilaporkan tengah mengembangkan kapal selam bertenaga nuklir baru beberapa waktu belakangan. (isa/has)

  'Indonesian Paper' 

Pemerintah Repubik Indonesia mengajukan proposal terkait program kapal selam bertenaga nuklir yang disebut "Indonesian Paper" beberapa waktu lalu.

Proposal berjudul "Nuclear Naval Propulsion" itu disampaikan beberapa bulan setelah Australia, Inggris, dan Amerika Serikat sepakat membangun kapal selam nuklir dalam program AUKUS.

Lantas, apa itu Indonesian Paper yang diajukan pemerintah RI ke PBB?

Indonesian Paper sendiri merupakan proposal yang ditujukan untuk kekosongan aturan hukum internasional terkait kapal selam bertenaga nuklir.

"Tujuan utama usulan ini adalah untuk mengisi kekosongan aturan hukum internasional terkait kapal selam bertenaga nuklir, membangun kesadaran (raising awareness) atas potensi risikonya, serta upaya menyelamatkan nyawa manusia (saving lives) dan kemanusiaan," ujar Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Tri Tharyat dalam rilis Kementerian Luar Negeri Indonesia pada Minggu (31/7).

Dalam proposal ini, Indonesia mendesak negara yang bergabung dalam Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir untuk menahan diri dari tindakan yang mampu membuat lingkungan perlucutan senjata nuklir menjadi tidak kondusif, pun meningkatkan potensi konflik nuklir.

Indonesia juga mendesak negara-negara agar terus mengimplementasikan komitmen untuk mencapai dunia yang bebas dari senjata nuklir.

Sebagaimana dilansir rilis tersebut, proposal ini disampaikan dalam 10th Review Conference of the Parties to the Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons (NPT RevCon) yang berlangsung pada 1 hingga 26 Agustus mendatang. Konferensi tersebut diadakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Pemerintah RI sendiri menilai perkembangan program kapal selam bertenaga nuklir di berbagai belahan dunia telah menimbulkan pro dan kontra. Selain itu, Indonesia merasa program tersebut memiliki risiko yang cukup besar.

"Risiko program ini tidaklah kecil. Jika tidak ditangani dengan baik, dapat terjadi kebocoran nuklir saat transportasi, perawatan, penggunaan, serta pencemaran lingkungan akibat radiasi nuklir yang membahayakan manusia dan sumber daya laut," lanjut pernyataan badan itu.

Indonesia juga menuturkan program pengembangan kapal selam nuklir dapat mendorong proliferasi senjata nuklir. Tak hanya itu, posisi RI sebagai negara kepulauan menambah tingkat kerentanan atas potensi risiko tersebut.

Melihat situasi ini, Indonesia kemudian mengajukan proposal aturan program pengembangan kapal selam nuklir tersebut.

Di sisi lain, proposal ini diajukan beberapa bulan setelah Australia, Inggris, dan Amerika Serikat mengumumkan kerja sama AUKUS pada September 2021, dikutip dari The Guardian.

Kemunculan kesepakatan ini menuai pro dan kontra bagi sejumlah negara dunia. Indonesia dan Malaysia termasuk dalam negara yang tak menyetujui AUKUS.

Jakarta menilai kesepakatan itu dapat memunculkan perlombaan senjata di Indo-Pasifik. Sementara itu, Malaysia menyampaikan kesepakatan itu dapat memprovokasi kekuatan lain untuk bertindak lebih agresif. (bac)
 

  CNN  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.