Kamis, 02 Februari 2023

Jokowi Bakal Kirim Jenderal ke Myanmar

Bantu Transisi Demokrasihttps://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEi7tN5foX1NDm5N8UMJS5cv5aV9zjx955B5tO2Vc31fNK-lvGN6vs4fxoDR3G_nHqK5zrsq59E0hs15VrFbNiP8prWbKmg6b09IloSs_yK3Yd1W5fgOp5vzB59YHesp0-q2K0ZwVlVA5k86zExzKIsbO2cqUShyNe0RZLIa5qkIk-pUk4387y35zWuo1A=s400Ilustrasi TNI (TNI)

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) berencana mengirim seorang jenderal ke Myanmar untuk berdialog dengan junta militer.

Jokowi berharap langkah ini bisa membantu Myanmar transisi menuju negara demokrasi.

"Ini soal pendekatan. Kami punya pengalaman, di sini, di Indonesia, situasinya sama," kata Jokowi saat wawancara eksklusif dengan Reuters, Rabu (1/2).

Indonesia pernah berada di bawah kendali militer selama lebih dari tiga dekade. Rezim ini tumbang usai krisis ekonomi dan protes massal pada 1998.

Ia kemudian berujar, "Pengalaman ini bisa menunjukkan, bagaimana Indonesia memulai demokrasi."

Lebih lanjut, Jokowi mengatakan tak menutup kemungkinan ia yang pergi ke Myanmar. Namun, dia menilai akan "lebih mudah" berdialog dengan pejabat yang memiliki latar belakang sama.

Namun, Jokowi enggan membeberkan siapa jenderal yang akan dikirim ke Myanmar. Ia hanya mengatakan jenderal itu terlibat dalam reformasi Indonesia.

Pernyataan Jokowi muncul saat peringatan dua tahun kudeta di Myanmar. Di tahun ini pula, Indonesia menjadi ketua ASEAN.

Menyoal Myanmar, blok Asia Tenggara itu dianggap tak satu suara. Isu kudeta Myanmar tersebut juga menjadi tantangan bagi keketuaan Indonesia di ASEAN tahun ini.

"Situasinya sulit. ASEAN harus terus menjadi kawasan yang damai dan juga ASEAN harus terus menjadi episentrum pertumbuhan," kata Jokowi lagi.

Jokowi juga menekankan jika junta tak menghormati lima konsensus yang sudah disepakati di Jakarta pada April 2021 lalu, maka ASEAN akan mengambil tindakan tegas.

CNNIndonesia.com sudah menghubungi juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Teuku Faizasyah, terkait rencana RI mengirim jenderal dan kapan akan terealisasi. Namun, enggan berkomentar.

Junta militer Myanmar mengambil kekuasaan secara paksa dari pemerintah yang sah pada 1 Februari 2021 lalu. Mereka menangkap pejabat negara mulai dari Presiden Win Myint hingga penasihat negara Aung San Suu Kyi.

Tak lama usai kudeta, protes meletus di hampir seluruh penjuru negeri. Namun, militer menanggapinya dengan kekuatan berlebih.

Mereka menangkap siapa saja yang menentang pemerintahannya dan tak segan membunuh warga sipil.

Menurut laporan kelompok pemantau hak asasi manusia, Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, (Assistance Association for Political Prisoners/AAPP) sejak kudeta, setidaknya 2.900 orang tewas di tangan junta dan 17.500 orang ditangkap. (isa/rds)

 ♖
CNN  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.