Minggu, 23 April 2023

Super Hercules dan Modernisasi Alutsista TNI AU Besar-besaran

Pesawat C-130J-30 Super Hercules A-1339 pesanan TNI AU (Lockheed Martin)

Pesawat C-130J-30 Super Hercules A-1339 resmi mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur pada Senin (6/3/2023) sekitar pukul 13.04 WIB. Pesawat angkut militer bermesin turboprop ini disambut dengan water salute, yang menjadi tradisi penghormatan dalam dunia penerbangan.

Momen bersejarah ini menjadi penanda datangnya satu dari lima unit pesawat Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) yang memesan dari Lockheed Martin Aerospace, Georgia, Amerika Serikat (AS). TNI AU melalui Kementerian Pertahanan (Kemenhan) memang membeli lima unit pesawat C-130J Super Hercules yang datang secara bertahap, sebagai program peremajaan pesawat angkut kelas berat.

Uniknya, pesawat diterbangkan langsung dari Pangkalan Dobbins di Marietta, Georgia, AS menuju Base Ops Lanud Halim Perdanakusuma. Pesawat melintasi Samudra Pasifik dengan singgah di pangkalan militer negeri Paman Sam untuk istirahat sekaligus mengisi bahan bakar di Honolulu, Kwajalein, dan Guam, hingga mendarat dengan mulus dan selamat di Lanud Halim Perdanakusuma.

Penghuni Skadron Udara (Skadud) 31/Angkut Berat tersebut secara total menempuh jarak sekitar 18 ribu kilometer selama 34 jam. Selain dikemudikan pilot Lockheed Martin yang bertanggung jawab melakukan supervisi keamanan penerbangan, ikut pula dua penerbang TNI AU, yakni Letkol Pnb Anjoe Manik dan Letkol Pnb Alfonsus beserta satu teknisi Kapten Tek Janar.

Dua pilot pesawat angkut tersebut memang dikirim TNI AU untuk mendapatkan pendidikan langsung di AS. Selain mereka, adapula Mayor Pnb Chandra, Mayor Pnb Ulung, Mayor Pnb Galuh, dan Mayor Pnb Aleg beserta beberapa teknisi yang sudah pulang ke Tanah Air. Total ada 48 personel, baik pilot, teknisi, maupun kru TNI AU yang belajar langsung di pabrikan Lockheed Martin. Aktivitas belajar mereka sempat pula diunggah di akun Instagram @militer.udara.

Wakil Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal Madya (Marsdya) Agustinus Gustaf Brugman menjelaskan, kedatangan pesawat Hercules seri terbaru untuk menggantikan pesawat lama yang sudah waktunya purnatugas. Sehingga, datangnya Super Hercules sekaligus untuk program peremajaan pesawat angkut TNI AU.

Dia memaparkan beberapa keunggulan pesawat Super Hercules yang bakal memperkuat (Skadud) 31/Angkut Berat Lanud Halim Perdanakusuma tersebut. "Avionik pesawat sudah terintegrasi dan engine lebih efisien. Sehingga bisa terbang lebih jauh kecepatannya juga lebih bagus," kata Gustaf kala menyambut hadirnya pesawat kargo terbaru TNI AU ini.

Dua hari berselang, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendapat kesempatan menyaksikan langsung penyerahan pesawat C-130J-30 Super Hercules A-1339 dan C-130H Hercules A-1315 yang dilakukan oleh Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono. RI 1 pun sampai duduk di kokpit untuk merasakan sensasi perbedaan Super Hercules dengan pesawat Hercules lama.

Setelah itu, Jokowi senang dan menyimpulkan jika kehadiran pesawat dengan empat bilah baling-baling tipe terbaru yang sangat cocok untuk dioperasikan di Indonesia sebagai negara kepulauan. "Karena pesawat Super Hercules ini bisa terbang 11 jam," jelasnya di Lanud Halim Perdanakusuma pada Rabu (8/3/2023).

Dia menerangkan, pemerintah memesan lima unit pesawat Super Hercules untuk memperkuat armada TNI AU. Adapun jadwal empat unit lainnya diperkirakan tiba di Indonesia pada Juni, Juli, dan Oktober 2023, serta Januari 2024. "Yang kita pesan ada lima, lima pesawat yang datang ke negara kita," ungkap Jokowi.

Jika C-130J-30 Super Hercules benar-benar pesawat baru maka C-130H Hercules A-1315 baru selesai menjalani tahapan MRO (maintenance, repair, and overhaul) di Hanggar PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMF), Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang. Dengan proses perawatan dan upgrade fasilitas terbaru maka pesawat pesawat C-130H Hercules berwarna loreng hijau bisa dioperasikan TNI AU hingga 20 tahun ke depan.

Menhan Prabowo Subianto menyampaikan rasa bangganya karena teknisi di dalam negeri bisa sukses melakukan perbaikan dan overhoul berat pesawat C-130H Hercules. Selain dilakukan penggantian center wing box, juga dilakukan pemasangan teknologi avionik terbaru dan beberapa item struktur pesawat.

Dengan kemampuan seperti itu maka pesawat C-130J-30 Super Hercules nantinya bakal menjalani perawatan di Indonesia. Tidak perlu jauh-jauh harus mengirim ke AS. Kondisi itu juga merupakan salah satu pencapaian peningkatan sumber daya manusia (SDM) dalam perawatan pesawat angkut militer.

"MRO-nya, maintenance, repair, overhaul akan di Indonesia dilaksanakan. Sebagaimana pesawat yang kedua ini sudah dilaksanakan di Indonesia semua. Ini termasuk overhaul berat pergantian center wing box ini sangat sulit, pertama kali kita lakukan di Indonesia," ucap Prabowo.

Datangnya pesawat Super Hercules juga menjadi babak baru penanda bagi TNI AU dalam mengoperasikan pesawat angkut dengan teknologi modern yang serba digital. Kehadiran pesawat transport berwarna abu-abu tersebut tidak menambah armada baru bagi Skadud 31/Angkut Berat Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Hal itu lantaran pimpinan TNI AU sebelumnya sudah mempensiunkan pesawat C-130 B Hercules A-1312 yang merupakan penghuni Skadud 31/Angkut Berat di Lanud Abdulrachman Saleh, Malang. Pesawat yang memperkuat Skadud 32 Lanud Abdulrachman Saleh harus mengakhiri tugas setelah berdinas selama 47 tahun.

Jasa pesawat C-130 Hercules sudah tidak terhitung lagi dalam mendukung berbagai operasi yang dilakukan militer maupun penugasan dari pemerintah. KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo menjelaskan, pesawat Hercules tipe B yang dipensiunkan sudah menempuh 45 ribu jam terbang dan resmi memperkuat TNI AU sejak 1975.

"Selama 47 tahun pengabdian, A-1312 banyak berperan untuk mendukung berbagai operasi, di seluruh penjuru pelosok Tanah Air, dengan aman dan selamat. Pesawat Hercules A-1312 telah berperan besar memperkuat Skadud 31 dan Skadud 32, menjelajahi angkasa Indonesia lebih dari puluhan ribu jam terbang," ujar Fadjar saat secara resmi mempensiunkan pesawat Hercules di Hanggar Lanud Abdulrachman Saleh.

  Pertama di Asia Tenggara  Pesawat Hercules C130 J mendarat di Jakarta (TNI AU)

Super Hercules memang dapat diandalkan untuk mendukung operasi militer perang (OMP) maupun operasi militer selain perang (OMSP) di berbagai wilayah Indonesia. Yang membuat Fadjar semakin bangga, Indonesia adalah negara di kawasan ASEAN yang pertama mengoperasikan pesawat Super Hercules.

Selain lebih efisien dalam penerbangan, bahan bakar, daya jangkau, hingga jumlah kru yang mengoperasikan, sambung dia, pun dengan pemeliharaanya lebih mudah. "Di regional ini hanya baru Indonesia, di Asia Tenggara baru Indonesia," kata Fadjar.

Sementara itu, Lockheed Martin Corporation percaya, kedatangan Super Hercules bakal meningkatkan kemampuan TNI AU. "C-130J-30 menawarkan peningkatan kapasitas kargo, kecepatan, jangkauan, tenaga, kinerja, dan biaya operasi yang lebih rendah dibandingkan C-130 lama untuk mendukung berbagai persyaratan misi selama beberapa dekade mendatang," demikian pernyataan resmi perseroan.

Tidak berhenti sampai di situ, TNI AU juga direncanakan untuk membeli pesawat kargo berat lain berjenis Airbus A400M Atlas. Pesawat angkut berjuluk Si Jumbo ini memang sudah dipesan dua unit pada tahap awal. Tentu saja, karena proses perakitan membuat pengiriman pesawat angkut yang lebih besar daripada Super Hercules ini membuat kedatangannya diperkirakan paling cepat pada 2026.

Kabar itu juga sudah dikonfirmasi akun Twitter Airbus Defence and Space (ADS), yang mengumumkan Indonesia sebagai negara ke-10 yang bakal mengoperasikan Airbus A400M Atlas. Head of Military Air Systems ADS, Jean Brice Dummont membenarkan jika kontrak pembelian dua unit dari Indonesia sudah efektif dan bisa mulai proses perakitan.

Di sela acara Trade Media Briefing 2022 di Madrid, Spanyol, Senin (12/12/2022), Dummont menyebutkan, Indonesia juga membuka opsi pembelian tambahan menjadi empat unit Airbus A400M Atlas. Menhan Prabowo menambahkan, alasan pentingnya TNI AU diperkuat Airbus A400M Atlas, meski sudah memiliki Super Hercules.

"Selain kemampuan taktis dan udara ke udara, A400M akan menjadi aset nasional dan berperan penting untuk misi bantuan manusia dan tanggap bencana," katanya di laman resmi Kemenhan. Prabowo menilai, pesawat A400M Atlas sangat bisa diandalkan untuk pengangkutan taktis dan pengiriman personel dan barang untuk pendaratan di berbagai medan, khususnya wilayah bencana.

 Kontrak Rafale  Rafale (Dassault)

Menhan Prabowo sepertinya menaruh perhatian besar terhadap modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) TNI AU. Pembelian 42 unit jet Dassault Rafale yang sudah teken kontrak, dengan termin pertama enam unit dan sisanya 36 unit menjadi pembuktian utama komitmen untuk memperkuat TNI AU. Nilai kontrak enam unit Rafale yang harus dibayarkan Kemenhan sekitar 1,3 miliar dolar AS atau sekitar Rp 19,31 triliun.

Setelah kedua negara sempat melakukan nota kesepahaman (MoU) di kantor Kemenhan, Jakarta Pusat pada 12 Februari 2023, kini kontrak tersebut sudah benar-benar efektif. Sehingga pabrikan Dassault bisa mulai merakit enam unit jet berjuluk Squall tersebut untuk dikirimkan pada termin pertama. "Sudah pembayaran uang muka," kata Kepala Badan Sarana Pertahanan (Kabaranahan) Kemenhan, Marsda Yusuf Jauhari kepada Republika.co.id di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Kementerian Angkatan Bersenjata Prancis melaporkan, kontrak Kemenhan RI dan Dassault Aviation mencakup penjualan 42 Rafale F3R yang terdiri 30 kursi tunggal dan 12 kursi dobel termasuk persenjataan, berjumlah total 8,1 miliar dolar AS atau sekitar Rp 121 triliun. Pengiriman pertama Rafale ke Indonesia dijadwalkan tiga tahun setelah berlakunya kontrak. Dengan begitu, Rafale akan memperkuat TNI AU pada medio 2026.

Kehadiran Rafale yang termasuk pesawat tempur generasi 4,5 akan menggantikan kekosongan pesawat F5 Tiger II yang sudah di-grounded sejak 2015. Selama tujuh tahun terakhir, sebenarnya, TNI AU melalui Kemenhan sudah mencoba opsi untuk membeli Sukhoi Su-35 dari Rusia. Namun, proses pembelian tidak berjalan mulus akibat bayang-bayang embargo AS melalui Undang-Undang Penentang Lawan Amerika Melalui Sanksi (CAATSA) dan mekanisme pembayaran melalui penukaran komoditas.

Setelah berlarut-larut, akhirnya diputuskan TNI AU membeli Rafale yang berasal dari negara anggota NATO dan sekaligus perimbangan kekuatan Blok Barat dan Timur. Hal itu lantaran TNI AU masih mengoperasikan Sukhoi Su-27 dan SU-30. Dengan kepastian pembelian Rafale maka Indonesia menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang bakal diperkuat multirole combat aircraft tersebut.

KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo pun bergerak cepat dengan mengirimkan penerbang dan teknisi untuk belajar langsung di Dassault Aviaton, Prancis. "Sudah kami kirim enam penerbang dan delapan orang teknisi ke Prancis untuk menjalani latihan," kata Fadjar.

Menurut CEO Dassault Aviation, Eric Trappier, industri Indonesia akan mendapatkan keuntungan ketika memutuskan membeli pesawat Rafale. Tidak hanya di sektor penerbangan, sambung dia, keuntungan lain didapatkan dari bidang kerja sama yang berkaitan dengan portofolio luas teknologi ganda yang dikuasai oleh Dassault Aviation dan mitra industrinya, Safran Aircraft Engines dan Thales.

"Merupakan kehormatan besar bagi Dassault Aviation untuk melihat Rafale bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara yang sangat bergengsi, dan saya ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak berwenang Indonesia atas kepercayaan yang telah mereka berikan kepada kami," ucap Trappier.

Harus diakui, kehadiran Rafale bisa menimbulkan detterence effect bagi kekuatan pertahanan Indonesia di kawasan. Menurut Menhan Prabowo, Indonesia sebagai negara besar harus memiliki pertahanan udara yang kuat. Karena itu, pihaknya terus berupaya mendatangkan alutsista terbaru untuk memperkuat kekuatan TNI AU.

Dia juga menekankan, anggaran pertahanan itu sebuah investasi bagi negara, bukan menjadi beban. "Penambahan pesawat tempur itu suatu keharusan. Kita akan tambah Rafale dari Prancis dan sedang dalam negosiasi untuk pesawat lainnya," ucap Prabowo.

 Beli beragam alutsista  Indonesia dikabarkan beli drone Anka Turkiye (TAI)
Untuk jangka panjang, Prabowo juga sudah merencanakan pembelian berbagai alutsista kelas berat untuk TNI AU. Dokumen yang sudah beredar itu pernah dipaparkannya saat Rapat Pimpinan (Rapim) TNI 2021. Di antaranya, TNI AU akan diperkuat 15 unit F-15EX, 15 unit Hercules C-130J, dua unit multi role tanker transport (MRTT) tanker, pengadaan 30 radar ground-controlled interception (GCI), dan tiga unmanned aerial vehicle (UAV) system.

Hal itu juga dibarengi dengan memodernisasi refurbished semua pesawat tempur eksisting milik TNI AU. "Tanpa pertahanan yang kuat, kekayaan kita akan diambil terus. Itu pelajaran yang saya dapat hari ini," ujar Prabowo usai menerima Wing Kehormatan Penerbang Kelas I TNI AU di Lanud Halim Perdanakusuma pada 8 Maret 2023.

Selain pesawat angkut dan tempur, TNI AU juga sudah meneken kontrak pembelian drone dan sistem pertahanan udara. Adalah Kabaranahan Kemenhan, Marsda Yusuf Jauhari yang menandatangani perjanjian pembelian alutsista dari Turki tersebut. Kemenhan memilih membeli pesawat tempur tanpa awak atau unmanned combat aerial vehicles (UCAVs) jenis Anka Block B produksi Turkish Aerospace Industries (TAI).

Selain itu, Kemenhan juga dipastikan membeli sistem pertahanan udara HISAR dan rudal Khan buatan Aselsan dan Roketsan, Turki. HISAR yang berarti benteng nanti dinamakan Trisula ketika sudah beroperasi di Indonesia. Momen pembelian berbagai alutsista itu diresmikan melalui penandatangan di sela Indo Defence 2022 lalu.

Semua pembelian itu memang tidak bisa langsung datang pada tahun ini atau 2024, melainkan membutuhkan waktu bertahap. Meski begitu, langkah konkret tersebut tetap layak diapresiasi sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam memodernisasi alutsista TNI AU.

Marsda Yusuf memang memegang peranan penting dalam modernisasi alutsista pada era Menhan Prabowo. Semua kerja sama dan pembelian kontrak, baik Dassault Rafale, Airbus A400M Atlas, maupun HISAR, rudal khan, dan drone berstatus resmi jika sudah ada tanda tangannya mewakili Kemenhan. TNI AU sepertinya beruntung karena salah satu kadernya memegang jabatan penting di Kemenhan. Sehingga semua pengadaan untuk memperkuat TNI AU bisa berjalan lancar.

Marsda Yusuf Jauhari menerangkan, pertimbangan Kemenhan membeli UCAVs dari pabrikan Turki demi mendukung perkembangan industri pertahanan dalam negeri. Hal itu karena dua pabrikan drone tersebut berkenan untuk bekerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia (PT DI).

Sehingga dengan alih teknologi maka ke depannya, drone Anka maupun Bayraktar TB2 yang dibeli untuk memperkuat militer bisa diproduksi di dalam negeri. "Ini dari sudut industri pertahanan nasional sangat menguntungkan, karena PT DI nanti bekerja sama dengan Baykar dan TAI dari Turki," kata Yusuf kepada Republika.co.id.

 Bersiap perang modern  F15EX (Boeing)
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Andi Widjajanto sangat mendukung langkah modernisasi persenjataan dan armada yang dilakukan TNI AU. Pakar militer tersebut menilai, perang masa depan akan sangat ditentukan bidang teknologi. Dia pun sudah melihat perang modern mengkombinasikan antara elektronik, siber, dan ruang angkasa, plus didukung kemunculan senjata otonom.

Andi menilai, perang udara generasi kelima memiliki empat pilar utama, yakni jaringan, combat cloud, pertempuran lintas medan, dan fusi. Karena itu, perang tidak lagi semata hanya mengandalkan pesawat tempur semata, melainkan harus didukung jaringan teknologi informasi, deteksi, kepastian serangan jaringan, dan sistem komando.

Tidak ketinggalan, combat cloud menjadi penentu dalam keterhubungan jaringan dan data antar platform untuk memenangkan pertempuran udara. Karena itu, TNI AU harus bisa beradaptasi dalam menyesuaikan doktrin perang modern yang akan terjadi pada masa akan datang.

"Yang harus Indonesia lakukan, terutama dari ramalan perkembangan teknologi, adalah harus bersiap-siap untuk mengantisipasi teknologi yang akan melompat, yang bahkan nanti akan mengarah kepada evolution military defense," ujar Andi saat memaparkan materi 'Adopsi Perang Udara G5' dalam seminar daring di Jakarta pada 23 November 2022.

 
Republika  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.