Rabu, 24 Mei 2023

Mendorong Peran Industri Pertahanan Swasta Dalam Offset

Opini Alman H AliKN Nipah-321 produksi lokal mulai dipamerkan ke negara tetangga (Bakamla) 

Merupakan suatu fakta yang tidak dapat dibantah bahwa peran industri pertahanan swasta dalam ranah industri pertahanan Indonesia masih belum signifikan. Sebab kebijakan pemerintah yang memberikan perlakuan istimewa kepada BUMN.

Industri pertahanan partikelir masih memainkan peran pinggiran dalam program akuisisi sistem senjata. Peran yang agak signifikan oleh sektor swasta dalam program pengadaan sistem senjata baru pada akuisisi untuk TNI Angkatan Laut, khususnya untuk tipe kapal patroli, di mana sektor itu membangun kapal.

Namun di sisi lain industri pertahanan partikelir masih dihadapkan pada sejumlah tantangan untuk berkembang. Misalnya dari sisi finansial, sumber daya manusia, penguasaan teknologi dan fasilitas produksi.

Industri pertahanan swasta masih mengandalkan pendapatan dari pengadaan domestik yang dibiayai oleh anggaran rutin Kementerian Pertahanan maupun Pinjaman Dalam Negeri (PDN). PDN merupakan andalan utama industri pertahanan partikelir agar bisnis mereka dapat terus berkelanjutan, sehingga besar atau kecilnya alokasi PDN akan menentukan pula nasib mereka.

Pada sisi lain, firma-firma pertahanan swasta masih sulit untuk dapat bersaing pada pasar internasional karena kualitas produk yang tidak kompetitif. Singkatnya, industri pertahanan swasta masih mengalami kesulitan untuk dapat bertahan hidup, apalagi untuk tumbuh dan berkembang.

Peran pinggiran industri pertahanan partikelir bukan saja terbatas pada produksi sistem senjata, tetapi mencakup pula kandungan lokal dan offset untuk pengadaan senjata dari luar negeri. Sudah merupakan praktek yang normal bila prioritas penerima kandungan lokal dan offset dalam impor senjata adalah BUMN, sementara pihak swasta hanya menerima dalam porsi yang kecil.

Pada satu sisi dapat dipahami mengapa pihak swasta tidak mendapat prioritas utama untuk hal tersebut karena berbagai pertimbangan teknis. Namun pada sisi lain, untuk teknologi tertentu yang menjadi bagian dari kandungan lokal dan offset, tingkat penguasaan teknologi BUMN industri pertahanan tidak lebih baik daripada industri partikelir.

Dalam beberapa tahun terakhir, Kemenhan berupaya untuk lebih meningkatkan keterlibatan industri pertahanan swasta dalam kegiatan kandungan lokal dan offset. Hal demikian merupakan suatu langkah maju dengan harapan agar industri pertahanan partikelir bisa lebih maju dan mendapat perlakukan setara dengan BUMN dalam bisnis perdagangan pertahanan.

Perlakuan setara antara industri pertahanan BUMN dan partikelir merupakan isu yang hingga hari ini nampaknya belum dapat diatasi meskipun secara hukum kedudukan kedua belah pihak setara. Terkait dengan keterlibatan industri pertahanan swasta dalam kegiatan kandungan lokal dan offset, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Pertama, kapasitas industri. Penunjukan industri pertahanan partikelir dalam kegiatan kandungan lokal dan offset oleh Kemenhan hendaknya berdasarkan pada pertimbangan obyektif seperti kapasitas industri daripada pertimbangan subyektif misalnya kedekatan dengan pengambil keputusan.

Kapasitas industri pada perusahaan pertahanan swasta memang masih terbatas, namun setidaknya firma yang ditunjuk memiliki kapasitas dasar yang dapat menunjang kegiatan kandungan lokal dan offset. Meskipun tidak banyak, terdapat beberapa firma pertahanan swasta yang mempunyai kapasitas dasar pada spesialisasi tertentu yang dapat ambil bagian pada kegiatan tersebut.

Hal ini penting karena salah satu tantangan yang dihadapi oleh industri pertahanan Indonesia, baik BUMN maupun partikelir, adalah kemampuan menyerap kandungan lokal dan offset. Indonesia memiliki kecenderungan untuk meminta kandungan lokal dan offset pada teknologi yang tergolong medium and high ends, akan tetapi pihak Original Equipment Manufacturer (OEM) menilai bahwa industri pertahanan Indonesia tidak akan mampu menyerap teknologi yang akan mereka berikan.

Mengingat bahwa secara umum tingkat penguasaan teknologi oleh industri pertahanan swasta tidak lebih baik daripada BUMN, perlu direncanakan secara seksama penunjukan perusahaan swasta guna terlibat dalam kegiatan kandungan lokal dan offset berdasarkan pertimbangan obyektif.

Kedua, di luar sektor MRO. Saat ini terdapat firma pertahanan partikelir yang telah mendapatkan kandungan lokal dalam program pengadaan sistem senjata beberapa tahun lalu.

Namun sangat disayangkan bahwa keterlibatan perusahaan tersebut baru terbatas pada sektor maintenance, repair and overhaul (MRO) dan bukan pada kemampuan engineering dan manufacturing. Dari perspektif ekonomi dan teknologi, keterlibatan suatu perusahaan dalam alih teknologi di bidang engineering dan manufacturing akan jauh lebih bermanfaat daripada sekadar pada sektor MRO.

Sebab MRO adalah suatu kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh konsumen sistem senjata. Tujuannya agar konsumen tidak tergantung pada produsen atau kontraktor pertahanan lainnya.

Harapan agar pihak firma pertahanan swasta lebih banyak terlibat dalam kegiatan engineering dan manufacturing pada program alih teknologi tentu saja harus didahului oleh keseriusan pihak swasta membangun kemampuan di bidang engineering dan manufacturing. Guna membangun kemampuan tersebut, tentu saja pihak partikelir harus mempunyai modal sumberdaya manusia dan finansial yang cukup.

Dengan memiliki kemampuan di bidang engineering dan manufacturing, hal itu merupakan modal dasar untuk meyakinkan Kemenhan dan OEM calon pemasok sistem senjata ke Indonesia bahwa firma swasta layak mendapatkan pekerjaan terkait kedua kemampuan.

Salah satu kegiatan pengadaan yang nampaknya memberikan peluang besar bagi kandungan lokal dan offset adalah program kapal selam, di mana Naval Group berkomitmen melibatkan industri pertahanan Indonesia, baik BUMN maupun partikelir, secara luas. Penjajakan yang dilakukan oleh firma Prancis ini belum lama ini dengan berbagai industri pertahanan swasta melalui Industry Days merupakan peluang yang hendaknya tidak dilewatkan oleh firma-firma partikelir Indonesia.

Sebab tidak banyak OEM yang melakukan pendekatan ke industri pertahanan swasta di Indonesia sebagai bagian dari rencana implementasi alih teknologi apabila kontrak diberikan oleh Kementerian Pertahanan.

Terkait dengan penjajakan oleh Naval Group, terdapat setidaknya dua pertanyaan bagi industri pertahanan partikelir. Pertama, seberapa mampu industri pertahanan swasta memanfaatkan peluang alih teknologi tersebut?

Kedua, seberapa banyak firma pertahanan swasta yang akan terlibat dalam kegiatan engineering dan atau manufacturing kalau Kemenhan memberikan kontrak akuisisi kapal selam kepada Naval Group? Jawaban-jawaban atas pertanyaan tersebut pada tahap tertentu akan tergantung pada kemampuan masing-masing perusahaan untuk memenuhi persyaratan-persyaratan teknis yang dibutuhkan oleh Naval Group dan PT PAL Indonesia. (miq/miq)
 

  💡 CNBC  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.