Selasa, 20 Juni 2023

RI Pilih Tak Hadiri Pertemuan Informal soal Myanmar

 Diundang Thailand 
https://akcdn.detik.net.id/visual/2021/04/24/demo-anti-kudeta-myanmar-jelang-ktt-asean-berlangsung-5_169.jpeg?w=650&q=90Ilustrasi [AP/Dita Alangkara]

K
ementerian Luar Negeri Republik Indonesia buka suara soal undangan di pertemuan informal ASEAN, yang diinisiasi Thailand untuk membahas soal Myanmar, hari ini, Senin (19/6).

Staf Ahli Menlu RI untuk Diplomasi Kawasan, Ngurah Swajaya, mengatakan Indonesia memang menerima undangan tersebut, tetapi tidak hadir.

"Kita diundang, tapi jangan ditanya mengapa kita tidak hadir," kata Ngurah saat konferensi pers di Menteng, Jakarta Pusat.

Ngurah tak menjelaskan lebih rinci alasan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi tak hadir di pertemuan yang digelar Thailand hari ini.

Bangkok mengklaim ini bukan pertemuan formal ASEAN, melainkan pertemuan untuk "membantu mendukung upaya ASEAN" mengakhiri kekerasan di Myanmar.

Dalam rilis resmi Kemlu Thailand, mereka menyebut pembicaraan "diperkirakan akan dihadiri perwakilan tingkat tinggi dari Laos, Kamboja, Vietnam, Brunei Darussalam, India, dan China.

Sejauh ini, tak ada rincian mengenai siapa perwakilan yang akan hadir.

Dalam kesempatan itu, Ngurah juga mengatakan suatu negara berhak melakukan inisiatif terkait persoalan Myanmar selama tak mencederai aturan yang disepakati ASEAN.

"Kalau satu negara melakukan inisiatif ya silakan saja, itu hak negara itu. Tetapi kalau bicara dalam konteks ASEAN, kita punya aturan main yang harus diperhatikan," ujar Ngurah.

Ngurah juga tak bisa menilai apakah pertemuan tersebut bertentangan dengan lima poin konsensus. Beberapa pihak menilai pertemuan di Thailand bertentangan dengan ASEAN.

"Kita jelaskan tadi engagement dengan salah satu pihak saja, berarti tidak sejalan dengan five point of consensus. Kita tidak memberikan kualifikasi apakah pertemuan ini bertentangan apa tidak," imbuh dia.

Lima poin konsensus merupakan hasil kesepakatan para pemimpin ASEAN pada April 2021 lalu. Kesepakatan ini merespons kekerasan yang terjadi di Myanmar usai kudeta pada Februari di tahun yang sama.

Poin-poin itu di antaranya kekerasan di Myanmar harus segera dihentikan, dan harus ada dialog konstruktif mencari solusi damai.

Selain hal tersebut, poin kesepakatan itu juga menyebutkan ASEAN akan memfasilitasi mediasi, ASEAN akan memberi bantuan kemanusiaan melalui AHA Centre, dan akan ada utusan khusus ASEAN ke Myanmar.

Namun, junta dianggap tak melaksanakan poin konsensus itu dan masih melakukan kekerasan di Myanmar. ASEAN lalu mengambil sikap lagi dengan memblokir junta Myanmar di semua aktivitas blok Asia Tenggara tersebut.

 Tanggapan RI soal Pertemuan Informal Thailand dengan Junta Myanmar 

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia buka suara usai pemerintah sementara Thailand menggelar pertemuan yang mengundang para Menlu ASEAN, termasuk junta Myanmar, pada hari ini, Senin (19/6).

Dalam undangan yang ditinjau Reuters, disebutkan bahwa Bangkok menyerukan agar ASEAN "sepenuhnya melibatkan kembali Myanmar" dalam pertemuan tingkat tinggi. Pertemuan ini disebut-sebut bertentangan dengan lima poin konsensus (5PC) yang disepakati pemimpin ASEAN.

Staf Ahli Menlu RI untuk Diplomasi Kawasan, Ngurah Swajaya, menghargai inisiatif Thailand.

"Kalau satu negara melakukan inisiatif ya silakan saja, itu hak negara itu. Tetapi kalau bicara dalam konteks ASEAN, kita punya aturan main yang harus diperhatikan," ujar Ngurah saat konferensi pers di Menteng, Jakarta Pusat, pada Senin (19/6).

Ia juga mengatakan tak bisa menilai apakah pertemuan tersebut bertentangan dengan lima poin konsensus.

"Kita jelaskan tadi engagement dengan salah satu pihak saja, berarti tidak sejalan dengan five point of consensus. Kita tidak memberikan kualifikasi apakah pertemuan ini bertentangan apa tidak," ujarnya.

Ngurah lalu menegaskan bahwa kesepakatan five point consensus harus dipatuhi anggota ASEAN.

Lima poin konsensus merupakan hasil pertemuan para pemimpin ASEAN, termasuk kepala junta Min Aung Hlaing, di Jakarta pada April 2021. Kesepakatan itu merespons kudeta dan kekerasan yang terjadi di Myanmar pada Februari 2021.

Poin-poin di konsensus itu di antaranya kekerasan di Myanmar harus segera dihentikan, dan harus ada dialog konstruktif mencari solusi damai.

Selain hal tersebut, poin kesepakatan itu juga menyebutkan ASEAN akan memfasilitasi mediasi, ASEAN akan memberi bantuan kemanusiaan melalui AHA Centre, dan akan ada utusan khusus ASEAN ke Myanmar.

Namun, sampai sekarang junta dianggap tak melaksanakan poin konsensus itu dan masih melakukan kekerasan di Myanmar.

ASEAN akhirnya sepakat memblokir junta Myanmar dari segala pertemuan blok Asia Tenggara ini.

Pertemuan yang diinisiasi Thailand dengan junta Myanmar berlangsung hari ini. Bangkok mengklaim ini bukan pertemuan formal ASEAN, melainkan pertemuan untuk "membantu mendukung upaya ASEAN" mengakhiri kekerasan di Myanmar.

Dalam rilis resmi Kemlu Thailand, mereka menyebut pembicaraan "diperkirakan akan dihadiri perwakilan tingkat tinggi dari Laos, Kamboja, Vietnam, Brunei Darussalam, India, dan China."

Sejauh ini, tak ada rincian mengenai siapa perwakilan yang akan hadir.

Menteri Luar Negeri Thailand Don Pramudwinai sempat menyatakan alasan inisiatif negaranya mengundang Myanmar.

"Situasi saat ini telah banyak berubah. Sekarang ada lebih banyak pertempuran di Myanmar," kata dia saat wawancara dengan media lokal.

Ia kemudian melanjutkan, "Myanmar juga memiliki peta jalan menuju pemilihan. Hal-hal ini telah memberi kami kebutuhan untuk melanjutkan interaksi kami dengan Myanmar." (isa/dna).

  ♜ CNN  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.