☆ Dulmatin tewas ditembak Densus. Australia memuji. Bagaimana jejak di Pamulang diendus.
Jasad dua teroris di Pamulang (Vivanews) |
Warung Mak Supit masih sepi. Juga Gang Asem di
Pamulang itu. Tak banyak yang lalu lalang. Selasa siang itu, Mak Supit
sibuk memarut kelapa. Dia ditemani menantunya bernama Rosiana. Si
menantu yang berusia 42 tahun itu sibuk mengendong anaknya Umam, cucu si
emak.
Tiba-tiba seorang wanita bercadar berlari masuk ke warung
itu. Larinya kencang, menabrak meja dagangan, lalu tersuruk ke kolong.
Mak Supit terperangah. Belum habis kekagetan itu, seorang lelaki
menyusul masuk. Lalu bergulat dengan perempuan bercadar itu.
Astaga
naga! Ini perkelahian tidak boleh dibiarkan. Bisa berantakan dagangan.
Lagipula lawannya seorang wanita. Si emak yang sudah gemetaran
berteriak-teriak kepada Rosiana agar melerai perkelahian itu. Kebetulan
si menantu ini cuma berjarak dua meter dari dua petarung itu.
Tapi
si Rosiana malah terkejut-kejut. Saat pergulatan berlangsung seru,
cadar itu tersingkap. Dan ternyata yang bercadar hitam dan bercelana
gombrong itu seorang lelaki juga. Dengan cepat lawannya melepas
tembakan. Lelaki bercadar itu terkulai. Mati.
Polisi menyebutkan
bahwa yang tewas di warung Mak Supit itu adalah Hasan Noor. Dan si
penembak itu adalah seorang intel polisi. Dan Hasan bukan orang
sembarangan.
Dia adalah pengawal Dulmatin, nama yang sudah sohor
semenjak bom melumat Paddy’s Café di Bali beberapa tahun silam. Dulmatin
melalang buana ke sejumlah negara. Disebut sebagai teroris sangat
berbahaya di kawasan Asia. Ke mana pergi, selalu dikawal.
Kisah
si pengawal yang tewas di warung Mak Supit itu, bermula dari pengepungan
rumah seorang mantri Puskesmas bernama Fauzi, tak berapa jauh dari
warung itu. Polisi menduga para pengawal Dulmatin bersembunyi di rumah
itu.
“Mereka berpakaian preman dan membawa senjata,” kata Merry
yang rumahnya bertetangga dengan Fauzi. Si pemilik rumah diciduk di gang
saat hendak pulang.
Jasad dua teroris di Pamulang |
Ridwan dan Hasan Noor kabur dengan motor Suzuki Thunder biru. "Ketika itu, saya lagi duduk-duduk," kata Hamid, salah seorang warga. Hamid melihat sejumlah polisi telah siap menghadang di mulut gang.
Dua orang itu panik. Berusaha balik lagi. Pria di boncengan terpental. Motor terpelanting sebab tergelincir undakan jalan. Polisi menyergap, lalu terdengar empat tembakan. "Mereka melawan," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Edward Aritonang.
Di warnet Multiplus, tak berapa jauh dari Gang Asem itu, polisi merangsek ke lantai dua. Menembak mati seorang pria yang diduga teroris. Polisi juga mengangkut seorang wanita yang sedang creambath di Salon Rinova, tak berapa jauh dari warnet itu. Tiga jenazah itu diangkut ke Rumah Sakit Polri, Jakarta Timur.
Selasa, 9 Maret itu sudah beredar kabar bahwa yang mati di Multiplus itu adalah Dulmatin. Dibantah sejumlah pengamat terror tapi dibenarkan sejumlah sumber. Polisi sendiri memilih menunggu hasil tes DNA, yang paling lama berlangsung dua hari.
*****
Presiden SBY didampingi PM Australia Kevin Rudd di parlemen Australia. |
Kepastian itu datang dari negeri Kangguru. Wajah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secerah udara di Canberra, Australia. Hari itu, Rabu 10 Maret 2010, Kepala Negara memberi pidato menggejutkan pada acara makan siang kenegegaraan di Gedung Parlemen di Cambera.
"Saya bawa kabar baik yang akan saya umumkan pada Anda," kata Yudhoyono yang berkunjung ke Australia dalam rangka pertemuan bilateral. Polisi sukses menggerebek teroris yang bersembunyi di Jakarta.
Dengan sangat meyakinkan Presiden SBY melanjutkan, “Saya konfirmasikan salah satu yang tewas adalah Dulmatin, satu dari gembong teroris Asia Tenggara yang kita buru.” Sejumlah orang terlihat terkejut. Kabar kematian segera menyebar ke sejumlah negara.
Dulmatin memang bukan orang sembarang. Setidaknya itu menurut kepolisian di sejumlah negara. Dia dicatat sebagai salah satu tokoh utama jaringan teroris Jemaah Islamiyah di kawasan Asia Tenggara.
Bahkan, negeri adidaya Amerika Serikat sampai memasukkan namanya sebagai buronan penting. Satu barisan dengan orang yang paling dibenci Amerika, Usamah bin Laden, dedengkot Al Qaedah. Amerika menghargai kepala Dulmatin US$ 10 juta.
Nama Dulmatin bergetar setelah bom meledak di Kuta, Bali, yang menelan korban jiwa 202 orang dan mencederai 209 lainnya pada 12 Oktober 2002. Namanya muncul bersama pentolan lainnya, seperti Mukhlas, Imam Samudra, Amrozi, Azahari, dan Noordin M. Top.
Mantan aktivis Jamaah Islamiyah, Ali Fauzi, mengakui Dulmatin bisa mengeksplorasi segala jenis bom dalam berbagai bentuk. “Dia bisa membuat bom mobil, bom truk,” kata Ali Fauzi yang adalah rekan Dulmatin.
Setelah bom di Bali itu, mereka menjadi orang yang paling dicari di Indonesia. Densus 88 Polri dapat mengendus keberadaan mereka. Di antaranya ada yang ditangkap hidup-hidup, yaitu Ali Ghufron, Imam Samudra, dan Hambali. Ketiganya divonis hukuman mati. Ketiga dieksekusi di Penjara Nusakambangan, Jawa Tengah, akhir 2008.
Sedangkan Azahari si doktor bom tewas ditembak polisi dalam sebuah pengepungan di Batu, Malang, pada 5 November 2005. Kemudian menyusul Noordin M. Top yang dibedil di Desa Kepuhsari, Mojosongo, Solo, Jawa Tengah, pada 17 September 2009. Mereka tewas dalam drama pengepungan yang diwarnai tembak-tembakan.
Dulmatin yang diduga sedang berada bersama kelompok Abu Sayyaf diklaim tewas setelah digempur dengan bom dan bombardier roket. Tapi militer negeri itu kecele. Dulmatin masih hidup. Dan sesudah itu, dua kali lagi tentara Filipina menyebutkan Dulmatin tewas ditembak.
*****
Densus 88 mencium keberadaan Dulmatin di Indonesia, pada 2009. Sumber VIVAnews menyebutkan, pria enam anak ini mulai kesulitan dana dalam aksinya di Filipina. Di Indonesia, disebutkan, ada yang menjanjikannya uang.
Di sini, dia diduga ikut bersama Noordin dalam aksi peledakan di Hotel Marriot dan Ritz Carlton, Kuningan, Jakarta Selatan, yang menewaskan sembilan korban, pada 17 Juli 2009. Dua bulan setelah peristiwa ini Noordin tewas, sedangkan Dulmatin lolos.
Selain itu, Dulmatin juga menangkap peluang di Aceh. Rupanya di sana ada sejumlah pemuda yang telah dididik untuk berjihat ke Palestina, pada 2007. Namun, mereka gagal berangkat. Dulmatin bersama sisa-sisa kelompoknya membangun kekuatan baru dari kelompok ini.
Di kawasan pegunungan Seulawah, Aceh Besar, mereka membangun kamp latihan. Mereka berlatih. Rupanya, Dulmatin kali ini salah memilih tempat. “Mereka kira, karena Aceh itu Islam dan ada GAM (Gerakan Aceh Merdeka), mereka bisa leluasa,” kata Irwandi Yusuf, Gubernur Aceh.
Masyarakat melaporkan keberadaan mereka ke Kepolisian Daerah Aceh. Maka itu pada Februari-Maret 2010, Densus 88 bersama Polda Aceh menggelar operasi perburuan kelompok ini. Mereka kocar-kacir, bahkan 19 di antaranya ditangkap hidup-hidup. Dari merekalah jejak Dulmatin di telusuri.
Di Warung Mak Supit di Gang Asem itu, bekas pertarungan dengan kelompok Dulmatin ini masih bersisa. Lantai warung itu robek oleh peluru. Mak Supit menutupnya dengan kertas koran.
Densus 88 mencium keberadaan Dulmatin di Indonesia, pada 2009. Sumber VIVAnews menyebutkan, pria enam anak ini mulai kesulitan dana dalam aksinya di Filipina. Di Indonesia, disebutkan, ada yang menjanjikannya uang.
Di sini, dia diduga ikut bersama Noordin dalam aksi peledakan di Hotel Marriot dan Ritz Carlton, Kuningan, Jakarta Selatan, yang menewaskan sembilan korban, pada 17 Juli 2009. Dua bulan setelah peristiwa ini Noordin tewas, sedangkan Dulmatin lolos.
Selain itu, Dulmatin juga menangkap peluang di Aceh. Rupanya di sana ada sejumlah pemuda yang telah dididik untuk berjihat ke Palestina, pada 2007. Namun, mereka gagal berangkat. Dulmatin bersama sisa-sisa kelompoknya membangun kekuatan baru dari kelompok ini.
Di kawasan pegunungan Seulawah, Aceh Besar, mereka membangun kamp latihan. Mereka berlatih. Rupanya, Dulmatin kali ini salah memilih tempat. “Mereka kira, karena Aceh itu Islam dan ada GAM (Gerakan Aceh Merdeka), mereka bisa leluasa,” kata Irwandi Yusuf, Gubernur Aceh.
Masyarakat melaporkan keberadaan mereka ke Kepolisian Daerah Aceh. Maka itu pada Februari-Maret 2010, Densus 88 bersama Polda Aceh menggelar operasi perburuan kelompok ini. Mereka kocar-kacir, bahkan 19 di antaranya ditangkap hidup-hidup. Dari merekalah jejak Dulmatin di telusuri.
Di Warung Mak Supit di Gang Asem itu, bekas pertarungan dengan kelompok Dulmatin ini masih bersisa. Lantai warung itu robek oleh peluru. Mak Supit menutupnya dengan kertas koran.
Sumber :
- VIVAnews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.