Di tengah memanasnya situasi di laut China Selatan, China justru
ingin membuktikan diri bahwa mereka adalah saudara tua Indonesia. China
tidak mencla-mencle terhadap janji mereka tentang transfer teknologi
peluru kendali untuk Indonesia.
Dalam kunjungannya ke Kementerian Pertahanan, tim China yang dipimpin oleh Liu Yunfeng, Deputi Direktur Umum Sains, Teknologi dan Industri Pertahanan China (SASTIND), sepakat melakukan transfer teknologi peluru kendali C-705 secara bertahap. Tahap pertama adalah “Semi Knock Down, Indonesia merakit sedikit/sebagian dari rudal C-705 dan sisanya dikirim langsung dari China.
Tahap Kedua: Complete Knock Down. China mengirim semua komponen rudal secara terurai untuk dirakit Indonesia sepenuhnya. Adapun tahap ketiga adalah riset and development. Di tahapan ini Indonesia boleh memodifikasi peluru kendali sesuai dengan kebutuhan TNI.
Transfer teknologi ini tampaknya ala film-film tiongkok lawas tentang tahapan seorang pemuda yang hendak bergabung menjadi seorang shaolin. Pada tahap awal, pemuda tersebut disuruh memanggul dua tungku air besar dari sungai menuju padepokan, tanpa diajar bela diri sama sekali. Jika ada air yang tumpah, dia harus mengulang dari awal. Tahapan kedua si pemuda diajari ilmu kung fu dasar, jadi masih sering di”bully” oleh seniornya. Tahap ketiga barulah diajari ilmu paripurna dan kalau perlu membuat jurus sendiri.
Ini artinya, jika Indonesia tidak lulus dan memenuhi syarat tahap pertama, dia tidak akan diberikan ilmu tahap kedua dan seterusnya.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan Indonesia untuk merampungkan alih teknologi rudal C-705 hingga tuntas ?
China ingin transfer teknologi rudal C-705 ini bisa cepat direalisasikan. Mereka mengharapkan proposal tahapan pertama dari China bisa ditanggapi Indonesia paling lama bulan Agustus 2012. Proposal tahapan kedua, sebulan kemudian. Adapun tahapan ketiga dibicarakan setelah tahap I dan II jelas. Persetujuan kontrak itu diharapkan tercapai paling lama tahun 2013.
Merakit rudal yang semi knock down dan complete knock down mungkin tidak terlalu susah, karena Indonesia sudah terlibat pembuatan roket selama belasan tahun.
Namun bagaimana dengan tahapan ketiga yakni riset and development ?.
Ditahapan ini yang belum jelas. Apakah China akan membuka semua akses pembuatan rudal termasuk hal yang sensitif seperti: tracking dan guidance, propulsi maupun teknologi telematri ?. Biasanya negara produsen peluru kendali mengunci rapat-rapat data tersebut. Transfer teknologi dilakukan dengan cara “spanyol” alias separuh nyolong. Sebagian data dicuri oleh agen-agen intelijen, untuk diserahkan kepada pakar teknologi mereka yang memang mumpuni.
Pakar-pakar
rudal AS dan Rusia mencuri ilmu dari pakar-pakar Jerman yang kalah
perang lalu dipaksa berbicara dan diberi suaka. Begitu pula china
mencurinya dari para agen yang bertebaran di perusahaan teknologi
militer AS.
Hal yang sama juga terjadi dengan Pakistan untuk kasus hulu ledak nuklir. Para teknokrat mereka yang bekerja di lembaga nuklir Belanda, mencuri informasi tsedikit demi sedikit selama bertahun-tahun. Setelah ilmu yang dibutuhkan dianggap cukup, mereka di”atur” untuk pulang ke Pakistan dan dikawal sangat ketat setibanya di tanah air. Bahkan rumah mereka dijaga misil anti-udara.
Jadi, agar Indonesia memperoleh seluruh alih teknologi peluru kendali C-705, bukanlah hal yang mudah. Kecuali jika China sangat berbaik hati. Tampaknya agak mustahil sebaik itu.
Hal yang membuat optimis adalah, Indonesia sedang mencoba membuat peluru kendali. Semoga pengalaman ini bisa dipadukan dengan bantuan dari China.
Guide missile Indonesia, pernah diujicoba pada tahun 2010, namun sistem kendali rudal tersebut tidak terkontrol dan menghantam area tambak udang milik PT Windu Kencana di Desa Wotgalih, Kecamatan Yosowilangun, Lumajang, Jawa Timur. Rudal RX1210 yang memiliki berat 45 kg, panjang 3 meter dan jangkuan 11 km, melesat melebihi target yang ditetapkan alias oveshoot.
Apabila
Indonesia berhasil menguasai guide missile melalui rudal C-705 ini,
maka kerjasama ini akan menjadi sebuah loncatan besar bagi teknologi
militer Indonesia. Kerjasama itu akan mengantarkan Indonesia untuk
mencapai kemerdekaan dalam produksi senjata.
Saat ini Indonesia telah mempersiapkan satu daerah produksi situs rudal yang menghadap laut terbuka untuk percobaan pembuatan rudal C-705 yang memiliki jangkauan 120 kilometer.
Apa Motif China ?
Pepatah lama mengatakan: “Tidak ada makan siang gratis”.
Lalu apa motif china mentransfer teknologi rudal yang sangat sensitif ke Indonesia ?
Di
saat China terlihat garang ke AS, Jepang, Vietnam dan Filiphina, mereka
justru ingin mendekatkan diri dengan Indonesia. Tentunya hal ini
mengundang tanda tanya.
Dari hari ke hari hubungan militer dan kerjasama Indonesia dan China terus meningkat. Selain kerjasama teknologi senjata, kedua negara juga meningkatkan kerjasama militer.
Bulan Juni 2012, sekitar 75 anggota Kopassus latihan bersama tentara elit China di Jinan, Shandong. Cina juga menawarkan untuk melatih 10 pilot Angkatan Udara Indonesia di simulator Sukhoi di Cina. Hubungan erat Indonesia dan China dimulai saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani kesepakatan kerjasama maritim, ketika melakukan kunjungan kenegaraan ke Beijing.
Kerja sama Maritim ?
Bisa jadi trik China ini mengikuti cara Israel dalam memainkan perannya di Timur Tengah. Perdana Menteri Israel saat itu Menachem Begin sempat memprotes Presiden Amerika Serikat Jummy Carter yang mendorong perdamaian antara Israel dan Mesir dalam Perjanjian Camp David.
Namun Jimmy Carter memperingatkan PM Israel Menachem Begin: “Kamu tidak bisa menghadapi seluruh negara Timur Tengah, terutama Mesir !”. Bahkan untuk membujuk agar Mesir mau berdamai dengan Israel, AS terpaksa menghadiahi negeri piramid itu dengan bantuan jutaan dolar AS pertahun, pabrik pembuatan tank Abrams dan ratusan pesawat tempur F-16.
China
pun sadar tidak mungkin ribut dengan seluruh negara di Asia Tenggara,
untuk urusan klaim mereka di Laut China Selatan. China pun tidak
memasukkan tuntutannya terhadap Kepulauan Natuna yang berada di laut
China Selatan.
Dengan proses tranfer teknologi rudal ini, China mengajak Indonesia untuk duduk manis atas klaim negeri tirai bambu itu terhadap pulau pulau di Laut China Selatan.
Ibarat pemuda di atas yang sedang berguru kung fu ke seorang master Shaolin. Pemuda ini tentu harus menuruti petunjuk gurunya jika ingin merampungkan ilmu Kung Fu nya.
Persis seperti kasus Mesir. Mesir akhirnya asyik sendiri dengan bantuan jutaan dolar dari AS, sibuk membangun tank Abrams yang pabriknya dibikinkan AS di Mesir dan sibuk menerbangkan ratusan F-16 bantuan dari AS. Mesir pun akhirnya tutup mata atas aksi Israel terhadap Palestina maupun Libanon Selatan.
Akankah pancingan China ke Indonesia berhasil ?
Belum tahu. Indonesia memang sedikit kesal dengan aksi AS yang membuat pangkalan militer di Darwin Australia. Namun di saat yang sama Indonesia juga mempererat hubungan miiter dengan Australia. Bahkan Indonesia mengirimkan SU 27/30 dalam latihan perang Pitch Black 2012 di Australia. Selama ini Indonesia tidak pernah melibatkan pesawat tempur Sukhoi dalam latihan dengan Australia. Apalagi mengirimkannya ke negeri Kanguru.
Indonesia sedang memainkan cinta segitiga. Jika salah langkah, bisa ditinggalkan oleh kedua orang yang sedang ia kencani.
Pengalaman menunjukkan permainan Indonesia di antara dua karang jaman lawas, perang dingin AS dan Uni Soviet, tidak berjalan mulus. Sementara negara-negara yang berprinsip setia ke satu pihak, kini terlihat sukses. China, India dan Korea Utara merapat ke Uni Soviet. Sementara Korea Selatan, Jepang dan Australia merapat ke Amerika Serikat.
Saat ini AS melindungi Australia dengan penempatan pasukan di Darwin dan “pemberian” peralatan militer yang berlimpah. Demikian juga Korea Selatan. Jepang apalagi. AS menempatkan skuadron F-22 Raptor di negeri matahari terbit tersebut untuk menjaga Jepang dari ancaman China, hingga pesanan pesawat tempur generasi kelima F-35 Jepang, rampung dikerjakan.
Selain
kerjasama transfer teknologi dengan China, Indonesia juga sedang
menggarap transfer teknologi, dengan Korea Selatan untuk pesawat tempur
KFX/IFX dan kapal Selam; Spanyol dengan pesawat C-295; dan Belanda
dengan teknologi Frigat Sigma (kalau “menir” tidak lagi ingkar janji).
Semua ini belum tentu terlaksana dengan cepat. Kita sudah memiliki pelajaran bagaimana cara Belanda mengulur ngulur waktu dan menyedot uang Indonesia untuk transfer teknologi Korvet/Frigate. Hal ini sangat mungkin terjadi juga dengan China dan Korea Selatan.
Indonesia harus agresif untuk menyerap alih teknologi tersebut. TNI harus berani mematok target, misalnya pada tahun 2018, seluruh alih teknologi dan modernisasi rudal C-705 harus rampung, bersamaan datangnya kapal selam pertama pesanan Indonesia dari Korea Selatan. Target untuk 2018 ke atas adalah ToT Kapal Selam dan Pesawat Tempur IFX, karena kita sudah cukup lama berputar-putar tentang teknologi pembangunan peluru kendali. Tantangannya berat tapi mengasyikkan, sekaligus “testing the water” kualitas bangsa Indonesia bersaing dengan bangsa lain.
Dalam kunjungannya ke Kementerian Pertahanan, tim China yang dipimpin oleh Liu Yunfeng, Deputi Direktur Umum Sains, Teknologi dan Industri Pertahanan China (SASTIND), sepakat melakukan transfer teknologi peluru kendali C-705 secara bertahap. Tahap pertama adalah “Semi Knock Down, Indonesia merakit sedikit/sebagian dari rudal C-705 dan sisanya dikirim langsung dari China.
Tahap Kedua: Complete Knock Down. China mengirim semua komponen rudal secara terurai untuk dirakit Indonesia sepenuhnya. Adapun tahap ketiga adalah riset and development. Di tahapan ini Indonesia boleh memodifikasi peluru kendali sesuai dengan kebutuhan TNI.
Transfer teknologi ini tampaknya ala film-film tiongkok lawas tentang tahapan seorang pemuda yang hendak bergabung menjadi seorang shaolin. Pada tahap awal, pemuda tersebut disuruh memanggul dua tungku air besar dari sungai menuju padepokan, tanpa diajar bela diri sama sekali. Jika ada air yang tumpah, dia harus mengulang dari awal. Tahapan kedua si pemuda diajari ilmu kung fu dasar, jadi masih sering di”bully” oleh seniornya. Tahap ketiga barulah diajari ilmu paripurna dan kalau perlu membuat jurus sendiri.
Ini artinya, jika Indonesia tidak lulus dan memenuhi syarat tahap pertama, dia tidak akan diberikan ilmu tahap kedua dan seterusnya.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan Indonesia untuk merampungkan alih teknologi rudal C-705 hingga tuntas ?
China ingin transfer teknologi rudal C-705 ini bisa cepat direalisasikan. Mereka mengharapkan proposal tahapan pertama dari China bisa ditanggapi Indonesia paling lama bulan Agustus 2012. Proposal tahapan kedua, sebulan kemudian. Adapun tahapan ketiga dibicarakan setelah tahap I dan II jelas. Persetujuan kontrak itu diharapkan tercapai paling lama tahun 2013.
Merakit rudal yang semi knock down dan complete knock down mungkin tidak terlalu susah, karena Indonesia sudah terlibat pembuatan roket selama belasan tahun.
Namun bagaimana dengan tahapan ketiga yakni riset and development ?.
Ditahapan ini yang belum jelas. Apakah China akan membuka semua akses pembuatan rudal termasuk hal yang sensitif seperti: tracking dan guidance, propulsi maupun teknologi telematri ?. Biasanya negara produsen peluru kendali mengunci rapat-rapat data tersebut. Transfer teknologi dilakukan dengan cara “spanyol” alias separuh nyolong. Sebagian data dicuri oleh agen-agen intelijen, untuk diserahkan kepada pakar teknologi mereka yang memang mumpuni.
Rudal C705 China |
Hal yang sama juga terjadi dengan Pakistan untuk kasus hulu ledak nuklir. Para teknokrat mereka yang bekerja di lembaga nuklir Belanda, mencuri informasi tsedikit demi sedikit selama bertahun-tahun. Setelah ilmu yang dibutuhkan dianggap cukup, mereka di”atur” untuk pulang ke Pakistan dan dikawal sangat ketat setibanya di tanah air. Bahkan rumah mereka dijaga misil anti-udara.
Jadi, agar Indonesia memperoleh seluruh alih teknologi peluru kendali C-705, bukanlah hal yang mudah. Kecuali jika China sangat berbaik hati. Tampaknya agak mustahil sebaik itu.
Hal yang membuat optimis adalah, Indonesia sedang mencoba membuat peluru kendali. Semoga pengalaman ini bisa dipadukan dengan bantuan dari China.
Guide missile Indonesia, pernah diujicoba pada tahun 2010, namun sistem kendali rudal tersebut tidak terkontrol dan menghantam area tambak udang milik PT Windu Kencana di Desa Wotgalih, Kecamatan Yosowilangun, Lumajang, Jawa Timur. Rudal RX1210 yang memiliki berat 45 kg, panjang 3 meter dan jangkuan 11 km, melesat melebihi target yang ditetapkan alias oveshoot.
Roket RX 1210 Lapan |
Saat ini Indonesia telah mempersiapkan satu daerah produksi situs rudal yang menghadap laut terbuka untuk percobaan pembuatan rudal C-705 yang memiliki jangkauan 120 kilometer.
Apa Motif China ?
Pepatah lama mengatakan: “Tidak ada makan siang gratis”.
Lalu apa motif china mentransfer teknologi rudal yang sangat sensitif ke Indonesia ?
Rudal C-705 China |
Dari hari ke hari hubungan militer dan kerjasama Indonesia dan China terus meningkat. Selain kerjasama teknologi senjata, kedua negara juga meningkatkan kerjasama militer.
Bulan Juni 2012, sekitar 75 anggota Kopassus latihan bersama tentara elit China di Jinan, Shandong. Cina juga menawarkan untuk melatih 10 pilot Angkatan Udara Indonesia di simulator Sukhoi di Cina. Hubungan erat Indonesia dan China dimulai saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani kesepakatan kerjasama maritim, ketika melakukan kunjungan kenegaraan ke Beijing.
Kerja sama Maritim ?
Bisa jadi trik China ini mengikuti cara Israel dalam memainkan perannya di Timur Tengah. Perdana Menteri Israel saat itu Menachem Begin sempat memprotes Presiden Amerika Serikat Jummy Carter yang mendorong perdamaian antara Israel dan Mesir dalam Perjanjian Camp David.
Namun Jimmy Carter memperingatkan PM Israel Menachem Begin: “Kamu tidak bisa menghadapi seluruh negara Timur Tengah, terutama Mesir !”. Bahkan untuk membujuk agar Mesir mau berdamai dengan Israel, AS terpaksa menghadiahi negeri piramid itu dengan bantuan jutaan dolar AS pertahun, pabrik pembuatan tank Abrams dan ratusan pesawat tempur F-16.
Trik Jimmy Carter di Perjanjian Camp David |
Dengan proses tranfer teknologi rudal ini, China mengajak Indonesia untuk duduk manis atas klaim negeri tirai bambu itu terhadap pulau pulau di Laut China Selatan.
Ibarat pemuda di atas yang sedang berguru kung fu ke seorang master Shaolin. Pemuda ini tentu harus menuruti petunjuk gurunya jika ingin merampungkan ilmu Kung Fu nya.
Persis seperti kasus Mesir. Mesir akhirnya asyik sendiri dengan bantuan jutaan dolar dari AS, sibuk membangun tank Abrams yang pabriknya dibikinkan AS di Mesir dan sibuk menerbangkan ratusan F-16 bantuan dari AS. Mesir pun akhirnya tutup mata atas aksi Israel terhadap Palestina maupun Libanon Selatan.
Akankah pancingan China ke Indonesia berhasil ?
Belum tahu. Indonesia memang sedikit kesal dengan aksi AS yang membuat pangkalan militer di Darwin Australia. Namun di saat yang sama Indonesia juga mempererat hubungan miiter dengan Australia. Bahkan Indonesia mengirimkan SU 27/30 dalam latihan perang Pitch Black 2012 di Australia. Selama ini Indonesia tidak pernah melibatkan pesawat tempur Sukhoi dalam latihan dengan Australia. Apalagi mengirimkannya ke negeri Kanguru.
Indonesia sedang memainkan cinta segitiga. Jika salah langkah, bisa ditinggalkan oleh kedua orang yang sedang ia kencani.
Pengalaman menunjukkan permainan Indonesia di antara dua karang jaman lawas, perang dingin AS dan Uni Soviet, tidak berjalan mulus. Sementara negara-negara yang berprinsip setia ke satu pihak, kini terlihat sukses. China, India dan Korea Utara merapat ke Uni Soviet. Sementara Korea Selatan, Jepang dan Australia merapat ke Amerika Serikat.
Saat ini AS melindungi Australia dengan penempatan pasukan di Darwin dan “pemberian” peralatan militer yang berlimpah. Demikian juga Korea Selatan. Jepang apalagi. AS menempatkan skuadron F-22 Raptor di negeri matahari terbit tersebut untuk menjaga Jepang dari ancaman China, hingga pesanan pesawat tempur generasi kelima F-35 Jepang, rampung dikerjakan.
F 22 Raptor AS menjaga Jepang |
Semua ini belum tentu terlaksana dengan cepat. Kita sudah memiliki pelajaran bagaimana cara Belanda mengulur ngulur waktu dan menyedot uang Indonesia untuk transfer teknologi Korvet/Frigate. Hal ini sangat mungkin terjadi juga dengan China dan Korea Selatan.
Indonesia harus agresif untuk menyerap alih teknologi tersebut. TNI harus berani mematok target, misalnya pada tahun 2018, seluruh alih teknologi dan modernisasi rudal C-705 harus rampung, bersamaan datangnya kapal selam pertama pesanan Indonesia dari Korea Selatan. Target untuk 2018 ke atas adalah ToT Kapal Selam dan Pesawat Tempur IFX, karena kita sudah cukup lama berputar-putar tentang teknologi pembangunan peluru kendali. Tantangannya berat tapi mengasyikkan, sekaligus “testing the water” kualitas bangsa Indonesia bersaing dengan bangsa lain.
JKGR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.