JAKARTA
Ajakan Pemerintah Korea Selatan yang disampaikan pertengahan 2010 di
Jakarta diterima dengan senang hati oleh Kementerian Pertahanan
Indonesia. Karena memang punya keinginan memenuhi kebutuhan alut sista
secara mandiri, ajakan membuat pesawat tempur generasi 4,5 tersebut
disambut bak peluang emas. Kedua pihak menyadari kemandirian di bidang
pertahanan bisa memperkokoh industri dalam negeri, memangkas
ketergantungan pada sistem senjata strategis dari luar dan mendongkrak
deterrent sistem pertahanan nasional. Meski gayung sudah bersambut,
namun merealisasikan jet tempur berkode KFX/IFX ini tak semudah membalik
telapak tangan. Berikut laporan A. Roni Sontani dan A. Darmawan tentang
status terkini dari program yang amat prestisius ini, langsung dari
“dapurnya”.
Singkat cerita, proyek bilateral ini sudah berjalan dan berlangsung lebih kurang satu setengah tahun. Selama kurun waktu tersebut konsep jet tempur masa datang generasi 4,5 ini telah diurai dan disusun menurut kebutuhan operasional sistem pertahanan Korea dan Indonesia. Program dikatakan menelan anggaran 8 miliar dolar AS, dimana Indonesia akan menanggung 20 persen sementara sisanya akan dipikul Korea. Dalam perjanjian juga disepakati, Indonesia berhak membeli 50 unit pesawat, sementara Korea Selatan 150 unit. Dan, jika pesawat ini dibeli negara lain, kedua pihak akan berbagi royalti.
Perancangan front-liner fighter yang bakal beroperasi setelah 2020 ini dipusatkan di KFX/IFX Research Center, Daejeon, 160 km sebelah selatan ibukota Seoul. Di sini telah berkutat dan saling bertukar-pikiran 140 enjinir dari kedua negara, di mana 30 persennya berasal dari Indonesia. KFX/IFX tak lain adalah singkatan dari Korea Fighter Experiment/Indonesia Fighter Experiment. Korea Selatan sendiri ingin Turki ikut bergabung, namun negeri ini mengundurkan diri setelah sebelumnya sempat menyatakan tertarik.
Menurut pihak Defence Acquisition Program Administration (DAPA) Korea Selatan, jet-jet tempur baru ini akan menggantikan jajaran F-4 Phantom dan F-5 yang sudah menua. Korea tertarik mengajak Indonesia, karena Indonesia merupakan sahabat yang tak memiliki problem politik dan batas wilayah. Telah mampunya Indonesia membuat sendiri pesawat terbang dan adanya hubungan dagang di antara kedua negara, juga menjadi faktor penentu. (Lebih jauh, baca Angkasa, edisi Oktober 2010)
Singkat cerita, proyek bilateral ini sudah berjalan dan berlangsung lebih kurang satu setengah tahun. Selama kurun waktu tersebut konsep jet tempur masa datang generasi 4,5 ini telah diurai dan disusun menurut kebutuhan operasional sistem pertahanan Korea dan Indonesia. Program dikatakan menelan anggaran 8 miliar dolar AS, dimana Indonesia akan menanggung 20 persen sementara sisanya akan dipikul Korea. Dalam perjanjian juga disepakati, Indonesia berhak membeli 50 unit pesawat, sementara Korea Selatan 150 unit. Dan, jika pesawat ini dibeli negara lain, kedua pihak akan berbagi royalti.
Perancangan front-liner fighter yang bakal beroperasi setelah 2020 ini dipusatkan di KFX/IFX Research Center, Daejeon, 160 km sebelah selatan ibukota Seoul. Di sini telah berkutat dan saling bertukar-pikiran 140 enjinir dari kedua negara, di mana 30 persennya berasal dari Indonesia. KFX/IFX tak lain adalah singkatan dari Korea Fighter Experiment/Indonesia Fighter Experiment. Korea Selatan sendiri ingin Turki ikut bergabung, namun negeri ini mengundurkan diri setelah sebelumnya sempat menyatakan tertarik.
Menurut pihak Defence Acquisition Program Administration (DAPA) Korea Selatan, jet-jet tempur baru ini akan menggantikan jajaran F-4 Phantom dan F-5 yang sudah menua. Korea tertarik mengajak Indonesia, karena Indonesia merupakan sahabat yang tak memiliki problem politik dan batas wilayah. Telah mampunya Indonesia membuat sendiri pesawat terbang dan adanya hubungan dagang di antara kedua negara, juga menjadi faktor penentu. (Lebih jauh, baca Angkasa, edisi Oktober 2010)
Dalam
Lokakarya Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional RI (Depanri) 20
Desember 2012 di BPPT, Jakarta, perjalanan dan pencapaian sementara
program ini untuk pertama kalinya dipaparkan secara terbuka. Di hadapan
pejabat Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional RI (Depanri),
Kemenristek, BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), Lapan, PT
Dirgantara Indonesia dan TNI AU, Kapuslitbang Kementerian Pertahanan,
Prof. Dr. Eddy S. Siradj, menjelaskannya cukup gamblang.
“Hingga Desember 2012, program sudah sampai tahap Technology Development. Tahapan ini sudah selesai. Setelah ini kami berharap bisa lanjut ke tahapan berikutnya, yakni Engineering Manufacturing Development,” ungkapnya kepada Angkasa usai lokakarya.
Sudah Dikuasai, Hampir Seluruh Teknologi KFX/IFX
Bukan rahasia lagi, pertanyaan terbesar di seputar pembuatan KXF/IFX adalah: Apakah Korea Selatan atau Indonesia sudah menguasai teknologi jet tempur generasi ke-4,5? Menanggapi keraguan ini, Prof. Dr . Mulyo Widodo menjawab mantap, jangan khawatir, Korea Selatan sudah menguasai hampir seluruh teknologinya. Mereka gigih mengembangkan sendiri pesawat tempur, dan semua ini tak lepas dari kesiapan industri kedirgantaraan (Korea Aerospace Industries) serta lembaga penelitian yang berdiri di belakangnya.
“Meski sebagian lagi (teknologi) masih dicari, kami percaya Korea bisa meraihnya. Mereka punya road-map yang jelas dalam proyek pengembangan jet tempur. Mereka sudah memulainya dengan KT-1, lalu T-50, TA-50 dan setelah itu: FA-50. Lebih dari itu mereka juga punya belasan veteran NASA dan USAF yang jadi tempat bertanya. Mereka kini dosen di sejumlah perguruan tinggi,” tuturnya dalam Lokakarya Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional RI, 20 Desember lalu di BPPT, Jakarta.
Menurut salah seorang pakar kedirgantaraan dari Institut Teknologi Bandung yang juga ditunjuk membidani front liner fighter itu lagi, inti dari teknologi jet tempur generasi 4, 4,5 maupun 5 adalah elektronik dan material penyerap gelombang radar. Elektronik dalam arti avionik untuk mengendalikan penerbangan dan misi serangan, sementara material penyerap gelombang radar bisa digambarkan sebagai “kulit pesawat” yang bisa menyerap gelombang elektromagnet radar penjejak pesawat.
Angkasa mencatat, kedua teknologi inti itulah yang sejatinya diandalkan pesawat stealth (siluman) macam F-117A Nighthawk, F-22A Raptor dan F-35. RAM atau Radar Absorbent Material bisa menekan angka Radar Cross Section hingga kecil sekali sehingga radar seolah tak sanggup “melihatnya”. Di lain pihak, tubuh pesawat dan rumah mesin juga perlu dibentuk sedemikian rupa agar gelombang radar terpantul menjauh. Kalau pun bentuk pesawat menjadi tidak aerodinamis dan tidak stabil seperti yang “dialami” F-117A, hal ini bisa diatasi dengan avionik khusus yang bisa mengendalikan penerbangan.
“Kami memang belum menguasai soal material penyerap gelombang radar. Tetapi, untungnya Korea sudah punya kemampuan yang sangat tinggi di bidang elektronik. Chip paling rumit bahkan sudah dibuat di Samsung Industrie. Itu sebab KFX/IFX hanya diputuskan sampai sebatas generasi 4,5,” ungkap Prof. Widodo seraya menjelaskan bahwa material penyerap gelombang radar ini lah yang seyogyanya akan mendongkrak teknologi pesawat ke generasi 5.
Begitu pun Tim KFX/IFX akan membekalinya dengan perangkat elektronik yang bisa menuntun pesawat mengelak dari radar. Sayap vertikalnya juga dibuat miring (canted vertical tail) untuk gelombang radar tak mampu menjejak bagian yang paling rawan ini. Angkasa mendapat konfirmasi, desain pasti KFX/IFX sudah ada, namun baik pihak Korea maupun Indonesia belum mau mempublikasikannya. Kalau pun selama ini ada beberapa desain yang dimuat di situs-situs internet, gambar-gambar itu dikatakan baru sebatas rekaan yang mendekati. Hampir semua gambar rekaan ini merujuk ke F-35 dan F-22.
Ketika program ini digelindingkan, sempat ada pemikiran untuk membuat F-16 dari versi yang lebih canggih. Mereka menyebutnya dengan F-16 Plus. Dibanding F-16 versi reguler, F-16 Plus memiliki keunggulan performa, kecepatan jelajah (super cruise) dan agak stealth. Tetapi, dalam perjalanan, konsep ini ditinggalkan lalu dialihkan ke jet tempur generasi ke-4,5 yang benar-benar baru. Pesawat ini jauh lebih unggul dari F-16 Plus.
Pernyataan Sekjen Kemhan Marsdya TNI Eris Herryanto: “Program KFX/IFX Tetap Berjalan”
Di tengah berbagai pemberitaan mengenai dilanjutkan atau tidaknya program pembuatan pesawat tempur generasi 4,5 antara Korea dan Indonesia (KFX/IFX), bulan lalu Angkasa menemui Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Marsdya TNI Eris Herryanto di ruang kerjanya. Perwira tinggi TNI AU yang ikut membidani kerjasama ini menyatakan keyakinannya bahwa Program KFX/IFX tidak akan berhenti di tengah jalan.
Eris menilai, Korea punya komitmen dan kepentingan yang besar terhadap Indonesia. Sehingga, pemerintahan negeri ginseng itu tidak akan begitu saja membatalkan kesepakatan yang telah dibuat. Tidak hanya terbatas pada kerjasama KFX/IFX dan pembelian pesawat lainnya dari Korea, kerjasama Indonesia dengan Korea juga terjalin baik dalam hal perdagangan maupun kerjasama teknologi lainnya. Pembelian tiga kapal selam dari Korea untuk memperkuat armada TNI AL adalah salah satunya, di mana ratusan teknisi PT PAL telah dikirim ke Korea untuk menyerap teknologi pembuatan kapal selam yang nantinya akan membuat satu dari tiga kapal selam yang dibeli dari Korea itu di Indonesia.
“Korea berkepentingan dengan Indonesia. Contoh kecil saja, rakyat Korea yang ada di Indonesia itu sekitar 45.000 orang tersebar di berbagai industri. Masa, mereka akan begitu saja membatalkan kerjasama KFX/IFX,” ujarnya. Berikut kutipan wawancaranya.
Sudah sejauh mana Program KFX/IFX ini berjalan?
Program KFX/IFX dimulai dengan tahapan Feasibility Studies Phase, Technical Development Phase, Engineering Manufacturing Development (EMD) Phase, Production, serta Upgrade. Sekarang ini kita masuk ke tahap kedua, EMD. Harusnya dimulai Januari 2013, tapi diundur sekitar satu setengah tahun. Mengapa diundur, ini yang sedang kami teliti juga. Tapi pihak Korea sudah melakukan pemberitahuan resmi kepada kami. Penjelasannya, bahwa Korea sekarang sedang melakukan penjajakan untuk membeli pesawat tempur generasi kelima. Kompetitornya saya dengar adalah F-35 dan F-15. Tapi sumber lain mengatakan ada Eurofighter Typhoon juga. Yang dimaksud generasi kelima di sini adalah pesawat-pesawat dengan avionic suite tercanggih, tidak semata-mata karena faktor stealth saja.
Mengapa hal ini “menghambat” Program KFX/IFX?
Begini, Korea itu sama dengan negara kita. Kalau mau beli pesawat, mereka mensyaratkan juga harus ada Transfer of Technology (ToT). Harus ada offset. Nah, salah satu offset yang ingin mereka dapatkan dari pembelian pesawat generasi kelima itu salah satunya adalah teknologi yang bisa diterapkan di KFX/IFX. Contohnya radar. Korea sedang berusaha agar dapat offset untuk diberi teknologi radar AESA. Radar ini nantinya akan digunakan pada KFX/IFX. Itu bargain mereka. Kita tahu, Korea itu negara yang dalam posisi siaga perang, selalu dalam ancaman. Sementara beberapa pesawat tempurnya sudah mau habis masa pakainya. Contohnya F-5. Kalau mereka harus menunggu KFX terlalu lama waktunya. Itu penjelasan mereka kepada kita.
Kalau mereka tidak dapat offset, berarti KFX/IFX terbengkalai?
Kalau tidak dapat, konsekuensinya mungkin mereka akan beli radar itu. Saya tidak tahu persis. Selain radar, juga ada teknologi-teknologi lain yang mereka butuhkan. Mereka sebut ada delapan item yang akan mereka ambil ToT-nya. Mungkin juga soal mesinnya, dan rudalnya. Itu tidak disampaikan kepada kita. Yang jelas mereka bilang bahwa mereka akan konsentrasi dulu ke pembelian pesawat generasi kelima. Targetnya 1,5 tahun selesai. Dimulai awal tahun 2013 ini.
● Angkasa
“Hingga Desember 2012, program sudah sampai tahap Technology Development. Tahapan ini sudah selesai. Setelah ini kami berharap bisa lanjut ke tahapan berikutnya, yakni Engineering Manufacturing Development,” ungkapnya kepada Angkasa usai lokakarya.
Sudah Dikuasai, Hampir Seluruh Teknologi KFX/IFX
Bukan rahasia lagi, pertanyaan terbesar di seputar pembuatan KXF/IFX adalah: Apakah Korea Selatan atau Indonesia sudah menguasai teknologi jet tempur generasi ke-4,5? Menanggapi keraguan ini, Prof. Dr . Mulyo Widodo menjawab mantap, jangan khawatir, Korea Selatan sudah menguasai hampir seluruh teknologinya. Mereka gigih mengembangkan sendiri pesawat tempur, dan semua ini tak lepas dari kesiapan industri kedirgantaraan (Korea Aerospace Industries) serta lembaga penelitian yang berdiri di belakangnya.
“Meski sebagian lagi (teknologi) masih dicari, kami percaya Korea bisa meraihnya. Mereka punya road-map yang jelas dalam proyek pengembangan jet tempur. Mereka sudah memulainya dengan KT-1, lalu T-50, TA-50 dan setelah itu: FA-50. Lebih dari itu mereka juga punya belasan veteran NASA dan USAF yang jadi tempat bertanya. Mereka kini dosen di sejumlah perguruan tinggi,” tuturnya dalam Lokakarya Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional RI, 20 Desember lalu di BPPT, Jakarta.
Menurut salah seorang pakar kedirgantaraan dari Institut Teknologi Bandung yang juga ditunjuk membidani front liner fighter itu lagi, inti dari teknologi jet tempur generasi 4, 4,5 maupun 5 adalah elektronik dan material penyerap gelombang radar. Elektronik dalam arti avionik untuk mengendalikan penerbangan dan misi serangan, sementara material penyerap gelombang radar bisa digambarkan sebagai “kulit pesawat” yang bisa menyerap gelombang elektromagnet radar penjejak pesawat.
Angkasa mencatat, kedua teknologi inti itulah yang sejatinya diandalkan pesawat stealth (siluman) macam F-117A Nighthawk, F-22A Raptor dan F-35. RAM atau Radar Absorbent Material bisa menekan angka Radar Cross Section hingga kecil sekali sehingga radar seolah tak sanggup “melihatnya”. Di lain pihak, tubuh pesawat dan rumah mesin juga perlu dibentuk sedemikian rupa agar gelombang radar terpantul menjauh. Kalau pun bentuk pesawat menjadi tidak aerodinamis dan tidak stabil seperti yang “dialami” F-117A, hal ini bisa diatasi dengan avionik khusus yang bisa mengendalikan penerbangan.
“Kami memang belum menguasai soal material penyerap gelombang radar. Tetapi, untungnya Korea sudah punya kemampuan yang sangat tinggi di bidang elektronik. Chip paling rumit bahkan sudah dibuat di Samsung Industrie. Itu sebab KFX/IFX hanya diputuskan sampai sebatas generasi 4,5,” ungkap Prof. Widodo seraya menjelaskan bahwa material penyerap gelombang radar ini lah yang seyogyanya akan mendongkrak teknologi pesawat ke generasi 5.
Begitu pun Tim KFX/IFX akan membekalinya dengan perangkat elektronik yang bisa menuntun pesawat mengelak dari radar. Sayap vertikalnya juga dibuat miring (canted vertical tail) untuk gelombang radar tak mampu menjejak bagian yang paling rawan ini. Angkasa mendapat konfirmasi, desain pasti KFX/IFX sudah ada, namun baik pihak Korea maupun Indonesia belum mau mempublikasikannya. Kalau pun selama ini ada beberapa desain yang dimuat di situs-situs internet, gambar-gambar itu dikatakan baru sebatas rekaan yang mendekati. Hampir semua gambar rekaan ini merujuk ke F-35 dan F-22.
Ketika program ini digelindingkan, sempat ada pemikiran untuk membuat F-16 dari versi yang lebih canggih. Mereka menyebutnya dengan F-16 Plus. Dibanding F-16 versi reguler, F-16 Plus memiliki keunggulan performa, kecepatan jelajah (super cruise) dan agak stealth. Tetapi, dalam perjalanan, konsep ini ditinggalkan lalu dialihkan ke jet tempur generasi ke-4,5 yang benar-benar baru. Pesawat ini jauh lebih unggul dari F-16 Plus.
Pernyataan Sekjen Kemhan Marsdya TNI Eris Herryanto: “Program KFX/IFX Tetap Berjalan”
Di tengah berbagai pemberitaan mengenai dilanjutkan atau tidaknya program pembuatan pesawat tempur generasi 4,5 antara Korea dan Indonesia (KFX/IFX), bulan lalu Angkasa menemui Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Marsdya TNI Eris Herryanto di ruang kerjanya. Perwira tinggi TNI AU yang ikut membidani kerjasama ini menyatakan keyakinannya bahwa Program KFX/IFX tidak akan berhenti di tengah jalan.
Eris menilai, Korea punya komitmen dan kepentingan yang besar terhadap Indonesia. Sehingga, pemerintahan negeri ginseng itu tidak akan begitu saja membatalkan kesepakatan yang telah dibuat. Tidak hanya terbatas pada kerjasama KFX/IFX dan pembelian pesawat lainnya dari Korea, kerjasama Indonesia dengan Korea juga terjalin baik dalam hal perdagangan maupun kerjasama teknologi lainnya. Pembelian tiga kapal selam dari Korea untuk memperkuat armada TNI AL adalah salah satunya, di mana ratusan teknisi PT PAL telah dikirim ke Korea untuk menyerap teknologi pembuatan kapal selam yang nantinya akan membuat satu dari tiga kapal selam yang dibeli dari Korea itu di Indonesia.
“Korea berkepentingan dengan Indonesia. Contoh kecil saja, rakyat Korea yang ada di Indonesia itu sekitar 45.000 orang tersebar di berbagai industri. Masa, mereka akan begitu saja membatalkan kerjasama KFX/IFX,” ujarnya. Berikut kutipan wawancaranya.
Sudah sejauh mana Program KFX/IFX ini berjalan?
Program KFX/IFX dimulai dengan tahapan Feasibility Studies Phase, Technical Development Phase, Engineering Manufacturing Development (EMD) Phase, Production, serta Upgrade. Sekarang ini kita masuk ke tahap kedua, EMD. Harusnya dimulai Januari 2013, tapi diundur sekitar satu setengah tahun. Mengapa diundur, ini yang sedang kami teliti juga. Tapi pihak Korea sudah melakukan pemberitahuan resmi kepada kami. Penjelasannya, bahwa Korea sekarang sedang melakukan penjajakan untuk membeli pesawat tempur generasi kelima. Kompetitornya saya dengar adalah F-35 dan F-15. Tapi sumber lain mengatakan ada Eurofighter Typhoon juga. Yang dimaksud generasi kelima di sini adalah pesawat-pesawat dengan avionic suite tercanggih, tidak semata-mata karena faktor stealth saja.
Mengapa hal ini “menghambat” Program KFX/IFX?
Begini, Korea itu sama dengan negara kita. Kalau mau beli pesawat, mereka mensyaratkan juga harus ada Transfer of Technology (ToT). Harus ada offset. Nah, salah satu offset yang ingin mereka dapatkan dari pembelian pesawat generasi kelima itu salah satunya adalah teknologi yang bisa diterapkan di KFX/IFX. Contohnya radar. Korea sedang berusaha agar dapat offset untuk diberi teknologi radar AESA. Radar ini nantinya akan digunakan pada KFX/IFX. Itu bargain mereka. Kita tahu, Korea itu negara yang dalam posisi siaga perang, selalu dalam ancaman. Sementara beberapa pesawat tempurnya sudah mau habis masa pakainya. Contohnya F-5. Kalau mereka harus menunggu KFX terlalu lama waktunya. Itu penjelasan mereka kepada kita.
Kalau mereka tidak dapat offset, berarti KFX/IFX terbengkalai?
Kalau tidak dapat, konsekuensinya mungkin mereka akan beli radar itu. Saya tidak tahu persis. Selain radar, juga ada teknologi-teknologi lain yang mereka butuhkan. Mereka sebut ada delapan item yang akan mereka ambil ToT-nya. Mungkin juga soal mesinnya, dan rudalnya. Itu tidak disampaikan kepada kita. Yang jelas mereka bilang bahwa mereka akan konsentrasi dulu ke pembelian pesawat generasi kelima. Targetnya 1,5 tahun selesai. Dimulai awal tahun 2013 ini.
● Angkasa
Gak akan rugi kok Korsel-Indonesia produksi jet tmpur gnrasi 4,5. Kabarnya amerika sedang pusing buat pesawat generasi 5 seperti f22 raptor. Karena ongkos produksinya teramat sangat mahal. hingga akhirnya AU amrik hanya pesan di diskitar angka 130 biji lbh dkit. Rusia pun juga seperti itu. Jet tempur Sukoi Pak Fa-50 juga baru diproduksi 4 buah. Karena terlalu mahalnya jet tmpur generasi 5. Bahkan di masa depan Amrik udah gk akan ngebayangkan betapa sgt mahalnya 1 peswat tmpur stlah generasi 5, harganya bsa sangat tinggi lbh dari 100 buah f22 hanya untuk produksi 1 pesawat generasi ke-6. Ini kesmpatan Korsel dan Indonesia untuk meraup untung dg Produksi KFX/IFX. nah gtu. Kpan lagi kita berdiri diatas kaki sendiri.
BalasHapus