Minggu, 16 Juni 2013

Kemenhan Yakinkan DPR Soal IFX/KFX

Meski pihak Korea Selatan masih menunda dan belum menjelaskan kapan kerjasama perancangan jet tempur masa depan IFX/KFX (Indonesia/Korea Fighter Experiment) diteruskan, pihak Indonesia tetap berusaha melanjutkan proyek ini sebatas pada bagian-bagian yang bisa dikerjakan sendiri. Di dalam negeri, program ini dikerjakan tim dari Balitbang Kementerian Pertahanan, BPPT, PT Dirgantara Indonesia, Institut Teknologi Bandung dan lain-lain. Proyek ini menggantung setelah tim Korea-Indonesia menuntaskan tahap pertama, yakni Technology Development, dalam waktu 18 bulan, pada Desember 2012.

Demikian ungkap Pembina Tim Komunikasi PT DI, Sonny S. Ibrahim, terkait proyek bilateral yang digagas Pemerintah Korea Selatan pada 2010 itu. Pernyataan tersebut disampaikan Jum’at (14/6) menanggapi pertanyaan Angkasa seputar penjelasan Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsuddien tentang IFX/KFX kepada anggota Komisi I DPR RI saat meninjau kesiapan dan fasilitas enjiniring IFX/KFX di DI, Bandung, Kamis (13/6) kemarin. Di pihak Indonesia, Kementerian Pertahanan menjadi penanggung-jawab utama atas proyek prestis yang pernah dikatakan menelan ongkos 8 miliar dollar AS itu.

Ditambahkan, Wamenhan berhasil meyakinkan rombongan Komisi I DPR RI yang dipimpin TB Hasanudin perihal kelanjutan proyek ini. “Program pesawat tempur IFX/KFX adalah program nasional demi kepentingan bangsa dan negara. Oleh karena itu kita harus mewujudkannya demi kemandirian bangsa dalam membangun kekuatan pertahanannya,” tekan Sjafrie Sjamsuddien. Pernyataan ini ditanggapi TB Hasanudin dengan kata-kata: “Siapa pun kekuatan politik (yang akan memimpin Indonesia) di masa depan, tetap harus mendukung program ini agar terus berjalan.”

Dikemukakan, saat ini DI tengah mempersiapkan diri untuk memasuki tahap kedua, yakni Engineering Manufacturing Development. Ahli dari pabrik pesawat terbang ini akan coba mempelajari 30 dari 72 item teknologi pesawat tempur stealth generasi 4,5 ini yang belum dikuasai agar saat dilanjutkan, mereka siap melaksanakannya. Angkasa mencatat, teknologi tersulit yang masih terus dikejar ilmuwan kedua pihak adalah radar AESA serta material dan sistem elektronik penyerap gelombang radar. Keduanya akan sangat menentukan keunggulan dari pesawat yang semula direncanakan operasional pada 2020 ini.

Isyarat penundaan selama sekitar satu-setengah tahun dilayangkan Pemerintahan Park Geun-hye tak lama setelah dirinya terpilih sebagai presiden ke-11 Korea Selatan pada Februari 2013. Belakangan Pemerintah Korea disebut-sebut sedang tertarik dengan jet tempur siluman F-15SE Silent Eagle buatan Boeing, AS, yang ditawarkan sudah siap pakai. Ketertarikan ini kemungkinan muncul karena Korea Selatan terus-menerus mendapat tekanan dari tetangganya, korea Utara. Bagi Korea Selatan, KFX sendiri diproyeksikan untuk mengganti jajaran F-4 Phantom dan F-5 Tiger yang sudah menua. Proyek diawali dengan tahapan Feasibility Study, dilanjutkan dengan Technology Development, lalu Engineering Manufacturing Development, dan diakhiri dengan Production Phase.

  ● Angkasa  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.