Kamis, 21 November 2013

Indonesia pun Menyadap Australia

Media Australia mengutip wawancara mantan Kepala BIN Hendropriyono. 

Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) HendropriyonoSejumlah media massa di Australia mengutip wawancara mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Abdullah Mahmud Hendropriyono tahun 2004 kepada salah satu televisi. Dalam wawancara itu, Hendropriyono mengakui Indonesia pernah memata-matai Australia.

Pemberitaan mantan Kepala BIN itu dikaitkan dengan skandal penyadapan yang dilakukan badan intelijen Australia kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ibu Negara Ani Yudhoyono, dan sejumlah pejabat tinggi serta tokoh senior Indonesia.

Diberitakan The Australian edisi 19 November 2013, Hendropriyono mengatakan dalam wawancaranya bahwa BIN pernah menyadap komunikasi sipil, militer, dan politisi Australia di Jakarta saat krisis Timor-Timur tahun 1999. Lebih lanjut Hendropriyono mengatakan, BIN juga gagal saat merekrut mata-mata Australia. BIN, kata dia, hampir saja merekrut aset Australia untuk memasok informasi, tapi tidak jadi.

Kepala BIN di era Presiden Megawati Soekarnoputri itu juga mengatakan, Australia dan Indonesia saling menyadap saat krisis Timor-Timur. "Kami ingin tahu apa sebenarnya yang didiskusikan (Australia) tentang kami," kata Hendropriyono kepada program Nine's Sunday.

"Kita bisa katakan ini (penyadapan) rahasia umum. Rahasia, tapi semua publik sudah tahu. Itu adalah kegiatan intelijen yang umum," kata dia. Hendropriyono juga mengasumsikan Australia melakukan hal yang sama dengan Indonesia. "Dia (Australia) konyol kalau tidak melakukan (penyadapan)," imbuhnya.

Hendropriyono mengatakan, Indonesia mengakhiri aksi spionase karena Indonesia dan Australia menghadapi musuh bersama, yaitu terorisme global.

Media ini juga menulis bantahan Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa. "Well, saya punya berita untuk Anda. Kami tidak melakukan itu. Kami tidak melakukan hal itu (penyadapan) di antara teman," kata Marty.

Isu yang sama juga dibahas media Australia lainnya, Herald Sun dan News.com.au. Dengan mengambil judul, 'Indonesia downgrades relationship with Australia,' media ini mengupas alasan Perdana Menteri Australia Tony Abbott tidak meminta maaf kepada Indonesia atas skandal penyadapan itu. Meskipun, Indonesia sudah menurunkan derajat hubungannya dengan Australia. "Level hubungan Indonesia-Australia sudah diturunkan," kata Marty.

Dikutip dari laman Herald Sun, 20 November 2013, Abbott mengatakan publik Australia tidak berlebihan menyikapi penyadapan Indonesia saat krisis Timor-Timur.

"Saya pun mencatat ada tuduhan dan pengakuan di masa lalu, terkait subjek ini (penyadapan). Tapi, orang-orang tidak berlebihan dalam bereaksi. Saya sarankan, sekarang pun tidak perlu berlebihan," kata dia.

Abbott mengaku memfokuskan perhatiannya untuk membangun hubungan yang kuat dengan Indonesia karena kerjasama itu penting bagi kedua negara.

Howard dan SBY

Ketika mantan Kepala BIN mengakui menyadap telepon anggota parlemen Australia, tulis Herald Sun, perdana menteri saat itu, John Howard menolak untuk berkomentar. "Saya tidak akan berbicara mengenai soal seperti itu,'' kata Howard kala itu.

Lebih lanjut, Howard juga mengatakan, "Saya tidak mengkonfirmasi atau menyangkal cerita tentang keamanan.''

Media ini lalu membandingkan reaksi Howard itu dengan sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang memakai situs jejaring sosial Twitter untuk menyuarakan kemarahannnya pada Australia. Dalam Twitter itu, Presiden SBY juga mengatakan akan meninjau ulang kerjasama bilateral Indonesia dengan Australia.

"Saya juga menyayangkan pernyataan PM Australia yang menganggap remeh penyadapan terhadap Indonesia, tanpa rasa bersalah," tulis SBY melalui akunnya, @SBYudhoyono.(umi)

  Vivanews 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.