Tak cuma para pemburu harta karun yang mencoba memburu harta karun peninggalan Jepang. Pasukan elite Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) ternyata pernah juga diberi perintah melacak karun Jepang.
Nadi, salah seorang pensiunan korps baret merah mengisahkan peristiwa tersebut kepada merdeka.com.
Suatu hari di tahun 1967, beberapa buah truk dan sebuah jip meninggalkan markas RPKAD di Cijantung, Jakarta Timur. Mereka bergerak ke arah selatan menuju pantai terpencil di Sukabumi, Jawa Barat.
Ada sekitar 30 orang personel yang dikerahkan. Tim ini dipimpin seorang perwira menengah.
"Kalau tidak salah, sekitar tahun 1967. Saya ingat di beberapa tempat masih lihat orang-orang PKI yang ditahan tentara," kata Nadi.
Nadi saat itu menjadi juru radio. Pangkatnya sersan. Dia awalnya tak tahu menahu bagaimana RPKAD bisa dikerahkan memburu harta karun.
"Namanya prajurit ya turut perintah saja. Pas ngobrol-ngobrol baru tahu ternyata ada orang menghadap ke Mabes AD. Dia bilang tahu lokasi persembunyian emas tentara Jepang. Dari Mabes AD perintah turun ke Cijantung (Markas RPKAD), kurang lebih seperti itu," kata Nadi beberapa waktu lalu.
Pria yang melapor ke Mabes AD dan mengaku tahu soal harta karun itu ikut dalam rombongan. Dia dapat tempat terhormat naik jip di sebelah komandan.
Konvoi menuju sebuah bekas pertahanan tentara Jepang. Masih tersisa beton bercampur lempeng baja, namun kondisinya sudah sangat tak terawat. Lokasinya di pantai, rupanya sebagai pertahanan Jepang jika ada serangan dari laut.
Tim RPKAD mulai bekerja. Pertama benteng Jepang itu diledakkan. Nadi ingat bumi bergetar akibat banyaknya bahan peledak yang dipakai. Setelah terbuka, tim mulai menyisir kubu pertahanan Jepang.
Hari pertama tak ditemukan apa-apa. Begitu juga hari-hari berikutnya. Setelah seminggu orang yang mengaku tahu harta karun itu bilang harus ada selamatan karena penunggu benteng marah.
"Kami tak percaya tapi dia memaksa. Akhirnya kambing hitam dipotong, dibuat selamatan," kata Nadi.
Setelah selamatan kembali pencarian dilanjutkan. Berkali-kali bahan peledak digunakan. Hasilnya nihil. Bukannya harta karun, Tim malah menemukan ular besar.
Setelah dua minggu Komandan Tim RPKAD habis kesabaran. Dia marah pada si orang yang mengaku tahu harta karun. Perwira tersebut memerintahkan menghentikan pencarian.
"Ini sia-sia. Bohong, orang ini cuma pembohong. Sudah selesai, kita pulang ke Cijantung," beber Nadi menceritakan kemarahan komandannya.
Tim RPKAD pulang ke Cijantung dengan tangan kosong dan senyum pahit.
Nasib orang yang berbohong mengaku tahu harta itu tak jelas. Kabarnya dia sempat disel beberapa hari, tetapi kemudian dibebaskan dan tak dipidana.
"Di Cijantung suka diledek. Gimana nih harta karunnya, bagi-bagi dong. Itu puluhan tahun, kalau reuni pensiunan masih saja jadi ledekan," kata Nadi sambil tertawa.
Mayor Kawilarang temukan harta karun Jepang di Bogor
Timbunan emas Jenderal Yamashita disebut-sebut sebagai salah satu harta karun terbesar di dunia.
Ada 6.000 ton emas yang dirampas tentara Jepang di Asia Tenggara saat Perang Dunia II.
Harta karun tentara Jepang itu bukan omong kosong. Pasukan TNI pernah menemukannya di daerah Bogor, Jawa Barat.
Kepala Staf Resimen Divisi II TNI Mayor Alex Evert Kawilarang menceritakan penemuan harta itu dalam biografinya yang ditulis Ramadhan KH dan diterbitkan Sinar Harapan.
Sekitar tahun 1946, pasukan TNI anak buah Kawilarang melakukan penggalian di bekas markas Jepang di sekitar Cigombong, Bogor.
Mereka mencari senjata yang biasanya disembunyikan tentara Jepang dengan cara dikubur dalam tanah. Jepang memang belum lama meninggalkan kamp di Cigombong itu.
Para prajurit menggali dengan waspada karena selain mengubur senjata, Jepang juga menanam ranjau.
Di sebuah gundukan tanah, cangkul para tentara itu mengenai benda keras. Mereka ketakutan karena disangka mengenai bom.
Setelah beberapa saat tak meledak, barulah mereka menggali lagi. Tapi bukannya senjata, para prajurit TNI itu malah menemukan sebuah guci besar.
Lebih mengejutkan, isi guci itu ternyata penuh emas dan permata dan berkilauan.
Walau bisa kaya tujuh turunan, para tentara itu tak mau mengambilnya. Mereka lalu lapor dan menyerahkan harta itu pada Kawilarang.
Kawilarang juga jujur, dia tak mau makan emas permata peninggalan Jepang. Perwira menengah TNI itu berniat menyerahkan harta temuan pasukannya pada pemerintah Indonesia yang masih morat-marit.
Tapi keesokan harinya datang para laskar dari golongan agama. Mereka minta guci itu pada Kawilarang. Katanya untuk berjuang.
Kawilarang tahu maksud orang-orang itu.
"Benar bapak-bapak mau berjuang? tanya Kawilarang.
Mereka mengangguk. Kawilarang pergi ke gudang. Dia mengambil dua peti granat.
"Ini untuk berjuang," kata Mayor Kawilarang.
Orang-orang itu pun terpaksa pergi membawa dua peti granat.
Mereka tak menyerah. Keesokan harinya lagi-lagi mereka minta guci untuk modal perjuangan.
Lagi-lagi Kawilarang memberi peti berisi granat. "Ini untuk berjuang," katanya.
Sejak itu para laskar itu tak datang lagi.
Kawilarang kemudian mengutus Letnan Muda Gojali untuk mengawal harta itu. Gojali orang jujur, makan pisang di markas perampok saja tak mau karena menganggap tak halal.
Kawilarang lalu mengirim Gojali menyerahkan harta karun itu ke Kementerian Dalam Negeri di Purwokerto.
Gojali melaksanakan tugasnya dengan baik. Dia menyerahkan harta karun pada Sumarman yang kala itu menjabat Sekretaris Mendagri.
Tak jelas bagaimana Kementerian Dalam Negeri kemudian menggunakan harta tersebut. Surat timbang itu katanya habis terbakar saat agresi militer.
Berapa nilai harta karun tersebut, sebuah majalah pernah mencoba menghitung berdasar bukti-bukti otentik yang ditemukan. Isinya tak kurang dari tujuh kilogram emas dan empat kilogram permata. Nilainya kala itu saja diperkirakan Rp 6 miliar. Bandingkan besarnya jumlah itu dengan gaji seorang tentara yang kala itu berkisar Rp 50.
Belakangan banyak orang mengklaim ikut berjasa menemukan harta itu. Mereka menuntut pemerintah memberi ganti rugi atas harta yang hilang tersebut.
Tapi tak pernah ada penjelasan bagaimana pengelolaan harta karun Jepang itu.
Rebutan Emas Yamashita, presiden digugat ke pengadilan
Harta Karun Yamashita diburu banyak pihak. Mulai dari tentara, pemburu harta karun, hingga presiden. Mereka berebut mendapatkan emas ribuan ton yang dijarah pasukan Jepang dari Asia Tenggara saat Perang Dunia II.
Rogelio Roxas adalah seorang tentara Filipina. Tahun 1960an, dia bertemu seorang yang mengaku bekas penerjemah Jenderal Yamashita saat perang dunia II.
Roxas pun memulai perburuannya. Dia menggali di kawasan Baguio City. Dia menemukan lorong-lorong bekas persembunyian tentara Jepang yang sudah dihancurkan.
Tahun 1971, Roxas mengaku menemukan sebuah patung budha dari emas. Tingginya hanya sekitar 1 meter, namun sangat berat. Roxas juga menemukan peti berisi batangan emas.
Tak cuma itu, Roxas kemudian menemukan dalam patung Budha itu ada beberapa butir berlian mentah. Dia yakin inilah sebagian kecil dari harta karun Yamashita.
Beberapa pembeli telah menaksir harta karun tersebut. Mereka meyakini barang-barang itu emas dengan kadar di atas 20 karat.
Namun kabar ini sampai juga ke telinga Presiden Ferdinand Marcos, sang diktator Filipina.
Roxas menuding Marcos mengirim para pengawal kepresidenan untuk menangkap dirinya. Marcos juga menyita patung Budha dan emas batangan milik Roxas. Roxas pun dipenjara beberapa tahun.
Tahun 1986, Marcos dilengserkan. Dia dan istrinya, Imelda Marcos lari ke Hawaii.
Tahun 1988, Roxas menggugat Marcos di Pengadilan Hawaii. Dia menuding Marcos melanggar HAM dan merampas harta karun yang ditemukannya.
Malam jelang persidangan, Roxas tewas. Kematiannya jadi polemik. Namun dia sempat merekam kesaksiannya dalam bentuk video.
Persidangan Kubu Roxas VS Marcos ini berjalan sengit. Sembilan kali naik banding. Hingga akhirnya pengadilan memutuskan Keluarga Marcos harus membayar ganti rugi pada Roxas.
Jumlahnya, USD 6 juta untuk pelanggaran HAM dan sekitar USD 13 juta untuk ganti rugi harta karun yang dirampas.
Misteri harta karun terbesar dunia, Emas Jenderal Yamashita
23 Februari 1946, Pengadilan militer Amerika Serikat di Filipina mengeksekusi mati Jenderal Tomoyuki Yamashita. Dia digantung dengan tuduhan melakukan kejahatan perang selama perang Dunia II.
Kematian Yamashita mengakhiri hidupnya, sekaligus membuka salah satu misteri terbesar. Tepat setelah 68 tahun setelah kematian sang jenderal masih jadi legenda.
Salah satu harta karun terbesar di dunia diyakini adalah timbunan emas Jenderal Yamashita. Harta itu merupakan rampasan perang tentara Jepang di Indonesia, Singapura, Filipina serta negara Asia Tenggara lain selama Perang Dunia II.
Jenderal Tomoyuki Yamashita digelari Harimau Malaya. Di awal Perang Dunia II Yamashita dengan mudah merebut Singapura yang dipertahankan pasukan gabungan Inggris dan sekutu.
30.000 Tentara Jepang berhasil menawan 130.000 tentara Inggris, India dan Australia. Sepanjang sejarah, inilah rekor terbanyak tentara Inggris menyerah.
Namun rupanya selain berperang kekaisaran Jepang membebankan misi khusus pada Jenderal Yamashita. Mereka diperintahkan mengumpulkan sebanyak mungkin emas dari negara-negara jajahan.
Ada organisasi khusus bernama Kin No Yuri atau Bunga Lili Emas. Saudara Kaisar Hirohito, Pangeran Yasuhito, dipercaya jadi ketua. Mereka merampas emas dari Asia Tenggara kemudian mengumpulkannya di Filipina, baru dikapalkan ke Jepang.
Sudah beberapa kali pengiriman emas dan barang berharga ke Jepang ini berhasil. Dari emas rampasan inilah Jepang membiayai peperangan di Pasifik. Sebuah front pertempuran yang membentang luas dari Manchuria hingga Kepulauan Solomon. Tentunya ini menguras biaya luar biasa besar.
Namun sejak tahun 1943, harta rampasan tak bisa dikirim ke Jepang. Penyebabnya, armada Jepang sudah kalah di lautan.
Mereka tak punya lagi cukup kapal perang atau pesawat tempur guna mengawal kapal-kapal emas tersebut ke Jepang. Pesawat tempur sekutu dan kapal selamnya siap mengkaramkan kapal Jepang yang lewat.
Sekitar tahun 1945, Jepang sudah nyaris kalah total. Pangeran Yasuhito, Jenderal Yamashita dan beberapa pejabat lain meledakkan terowongan dan gua untuk menutup timbunan emas dalam gua-gua di bawah tanah.
Kabar yang beredar, ada sekitar 6.000 ton emas, dan tak terhitung lagi berapa jumlah permata dan harta lainnya.
Ini baru jumlah yang di Filipina. Belum yang berada di Indonesia, Singapura, Burma, Malaya dan kawasan lain. Diduga masih banyak yang belum bisa diangkut ke Filipina untuk digabungkan.
Puluhan tahun, emas Yamashita ini masih jadi misteri. Ratusan pemburu harta karun mencarinya. Seorang bernama Rogelio Roxas mengklaim pernah menemukan patung budha dari berlian dan emas murni dari terowongan Jepang di Filipina. Dia menduga penemuan ini baru sebagian kecil dari Emas Yamashita.
Banyak versi yang menyatakan emas ini akhirnya dibagi oleh kekaisaran Jepang dengan Intelijen militer Amerika Serikat. Emas inilah yang digunakan AS untuk operasi intelijen selama perang dingin menghadapi Uni Soviet dan Blok Timur.
Sementara Jepang menggunakan emas bagiannya untuk membangun perekonomiannya yang morat-marit usai perang.
Alasan penguatnya, bagaimana Jepang bisa membangun perekonomian setelah perang tanpa suntikan modal yang luar biasa besar.
Penguat lainnya, tak ada satu pun anggota Kin No Yuri yang hidup setelah perang, selain Pangeran Yosuhito yang melarikan diri dengan kapal selam dari Filipina ke Jepang. Jenderal Yamashita dan prajurit lain, kalau tidak tewas saat perang, pasti dihukum mati tentara AS.
Ada versi lain, emas ini sudah dikuasai oleh rezim Ferdinand Marcos yang menguasai Filipina dari tahun 1965-1986. Diktator yang punya rekening luar biasa gendut ini adalah mantan tentara Filipina saat perang Dunia II. Kekayaannya tersebar di beberapa bank di Eropa. Dia mengaku kaya bukan karena korupsi tapi karena harta karun.
Profesor Rico Jose, seorang peneliti dari Universitas Filipina mempertanyakan soal harta karun Yamashita ini. Jose menilai Emas Yamashita hanya mitos.
"Tahun 1943 Jepang tak lagi menguasai lautan. Kecil kemungkinan emas ini dibawa ke Filipina," kata Jose kepada media Filipina.
Namun analisa Jose tak menyurutkan niat para pencari harta karun. Jika tak di Filipina, maka tentu ceceran emas rampasan Jepang ini masih ada di negara-negara lain. Termasuk Indonesia. Adakah yang masih tersisa?(Dari berbagai sumber)
♞ Merdeka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.