Suap Aparat Indonesia, Perusahaan AS Didenda Perusahaan senjata api dari Amerika Serikat, Smith & Wesson, didenda US$ 2 juta karena telah menyuap aparat di beberapa negara, seperti Indonesia dan Pakistan, untuk meloloskan produknya. US Securities and Exchange Commission (SEC) menghukum perusahaan yang senjatanya biasa digunakan aparat penegak hukum dan militer itu karena memfasilitasi suap berupa uang tunai US$ 11 ribu dan senjata gratis untuk polisi Pakistan pada 2008 guna mendapatkan kontrak pasokan.
Pada 2009, kata SEC, Smith & Wesson membuat kesepakatan dengan kepolisian di Indonesia agar perusahaan itu memenangi kontrak dari kepolisian setempat. Namun akhirnya kontrak dibatalkan.
“Upaya lain untuk mendekati pejabat yakni melalui pihak ketiga, seperti di Turki, Nepal, dan Bangladesh,” kata SEC. Secara keseluruhan, penyuapan ini dilakukan Smith & Wesson antara tahun 2007 dan 2010.
SEC menyimpulkan upaya perusahaan dalam menjalankan bisnis, baik berhasil maupun gagal, telah melanggar US Foreign Corrupt Practices Act (FCPA/undang-undang yang mengatur pengusaha Amerika Serikat agar berpraktek secara bersih di negara tempat ia berbisnis). Undang-undang ini dibuat untuk menghilangkan penyuapan dan korupsi sebagai faktor penting dalam persaingan bisnis internasional.
Smith & Wesson tidak membenarkan ataupun menyangkal tuduhan SEC. Namun mereka setuju membayar denda US$ 2 juta untuk menyelesaikan kasus tersebut.
SEC mengatakan Smith & Wesson juga telah menghentikan transaksi penjualan yang tertunda ketika mengetahui karyawannya melakukan penyuapan. “Ini adalah peringatan bagi usaha kecil dan menengah yang ingin masuk ke pasar berisiko tinggi dan berekspansi ke jaringan internasional,” kata Kara Brockmeyer, Kepala Penegakan FCPA.
Menurut SEC, perusahaan yang menjual produknya di luar negeri harus memastikan pengawasan dan sistem operasinya.Suap Pejabat RI, Ini Respons CEO Smith & Wesson President-CEO Smith & Wesson James Debney menerima putusan Securities and Exchange Commission (SEC) Amerika Serikat menghukum perusahaannya membayar denda US$ 2 juta. Smith & Wesson, perusahaan yang memproduksi dan mendesain senjata api, dinyatakan melakukan korupsi di beberapa negara tempat ia berbisnis, di antaranya Pakistan dan Indonesia.
"Kami gembira telah menyelesaikan masalah ini dengan SEC. Penyelesaian ini telah kami setujui dan kami percaya inilah keinginan Smith & Wesson dan pemegang sahamnya," kata James Debney dalam pernyataan persnya yang diunggah di situs Smith & Wesson, Senin, 28 Juli 2014.
SEC memutuskan Smith & Wesson memfasilitasi suap berupa uang tunai US$ 11 ribu dan senjata gratis bagi polisi Pakistan pada 2008 untuk mendapatkan kontrak memasok senjata. Setahun kemudian, kata SEC, karyawan Smith & Wesson membuat kesepakatan dengan kepolisian di Indonesia untuk mendapat kontrak dari kepolisian tersebut. Namun akhirnya kontrak dibatalkan.
Menurut James Debney, pengumuman tentang putusan hukum terhadap perusahaannya atas kasus yang terjadi empat tahun lalu ini menggembirakan. "Kami gembira karena kasus ini sekarang selesai dan kami meninggalkannya," ujarnya.
James Debney menjelaskan, kasus ini merupakan kelanjutan penyelidikan yang dilakukan oleh Kementerian Hukum Amerika pada 2010 yang kemudian kasusnya digugurkan oleh kementerian tersebut.
Perusahaan yang memproduksi dan mendesain senjata api ini menyetujui penyelesaian perkara tanpa mengakui ataupun menyangkal temuan dalam penyelidikan itu. Adapun biaya penyelesaian kasus ini sudah ditambahkan oleh perusahaan pada kuartal keempat tahun fiskal pada 30 April 2014.ICW Imbau Suap Smith & Wesson Tak Diabaikan ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Koordinator Divisi Hukum dan Peradilan Monitoring Indonesia Corruption Watch Tama Satrya Langkun mengimbau Indonesia tak abai terhadap kasus suap Smith & Wesson ihwal pengadaan senjata api. Produsen senjata api asal Amerika Serikat itu dihukum lantaran terbukti melanggar Undang-Undang Anti-Korupsi Luar Negeri (FCPA) yang dikeluarkan pemerintah Negeri Abang Sam dengan menyuap sedikitnya lima negara.
"Apabila (Smith & Wesson) di Amerika sudah dijatuhkan hukuman dan terbukti melakukan kesalahan, maka harus jadi perhatian Indonesia," kata Tama kepada Tempo, Selasa, 29 Juli 2014.
Ia mengaku tak tahu-menahu ihwal kasus yang melibatkan produsen senjata api terbesar di Amerika Serikat tersebut. "Saya baru tahu ini malah," ujar Tama. Menurut Tama, apabila terbukti melakukan tindakan suap di Amerika, perusahaan itu tak serta-merta dapat diproses di Indonesia karena ada perbedaan persepsi perihal jenis-jenis suap antara Indonesia dan Amerika. Namun ia menilai positif FCPA yang mempermudah penuntasan kasus korupsi di Indonesia.
Perusahaan Smith & Wesson didenda US$ 2 juta karena terbukti melakukan penyuapan di Pakistan, Indonesia, Turki, Nepal, dan Bangladesh. Selama 2007-2010, perusahaan yang bermarkas di Springfiled, Massachusetts, ini melakukan lobi ilegal terhadap otoritas lima negara tersebut agar dapat memenangi tender pengadaan senjata api, seperti dikutip dari Reuters. Aktivitasnya diketahui oleh US Securities and Exchange Commission, otoritas Amerika Serikat yang mengatur pasar modal, dan kasusnya diserahkan ke pengadilan.
Produsen senjata api yang terkenal di kalangan kepolisian dan militer ini pada 2008 diduga menyogok otoritas Pakistan senilai US$ 11 ribu dalam bentuk tunai dan pistol dinas bagi pejabat kepolisian setempat. Pada 2009, perusahaan itu diduga menyetujui penyuapan kepada kepolisian Indonesia untuk memenangi kontrak pengadaan senjata api, namun kerja sama akhirnya dibatalkan. Pada tahun-tahun berikutnya, perusahaan ini kembali melakukan negosiasi kotor dengan menggunakan jasa pihak ketiga di Turki, Nepal, dan Bangladesh.Beli Senjata Api, Polisi Tak Kerja Sendiri Anggota Propam Polres Metro Jakarta Selatan menunjukan senjata api jenis revolver saat inspeksi senjata personel kepolisian Polres Jaksel di lapangan apel Polres Jakarta, Rabu (30/1). TEMPO/Tony Hartawan
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metro Jakarta Komisaris Besar Polisi Rikwanto menjelaskan pengadaan senjata api organik di Indonesia. Pengadaan senjata api melibatkan banyak instansi pemerintah, tak hanya kepolisian.
"Pengadaan senjata api melibatkan berbagai kementerian, karena pengadaan senjata api bersifat government to government," ujar Rikwanto kepada Tempo, Selasa, 29 Juli 2014. Penjelasan ini ia sampaikan untuk menanggapi kasus tuduhan penyuapan produsen senjata api terhadap pejabat di beberapa negara, termasuk Indonesia.
Perusahaan Smith & Wesson didenda US$ 2 juta karena terbukti melakukan suap di Pakistan, Indonesia, Turki, Nepal, dan Bangladesh. Selama 2007-2010, perusahaan yang bermarkas di Springfiled, Massachusetts, Amerika Serikat, ini melakukan lobi ilegal terhadap otoritas lima negara tersebut agar dapat memenangi tender pengadaan senjata api, seperti dikutip dari Reuters. Aktivitasnya diketahui oleh US Securities and Exchange Commission, otoritas Amerika Serikat yang mengatur pasar modal, dan kasusnya diserahkan ke pengadilan.
Rikwanto menjelaskan, pengadaan senjata api organik (senjata api dinas yang digunakan khusus untuk kepolisian dan militer) diatur dalam undang-undang. Pengadaannya melibatkan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertahanan, dan kementerian lain yang berwenang. Dari beragam instansi yang terlibat, akan ada pembagian kerja khusus untuk menangani pengadaan.
Pengadaan senjata api, kata Rikwanto, dilakukan dengan menggunakan sistem tender. "Jadi dilelang perusahaan mana yang memenuhi standar dan kualifikasi yang diajukan oleh pemerintah," ujar Rikwanto.
Tak hanya itu, kelancaran pengadaan tergantung pada negara asal produsen pemasok senjata api organik. Apabila negara asal produsen menolak memasok, negosiasi dipastikan tak akan berjalan baik.
Pengadaan senjata api diakui oleh Rikwanto tak semudah urusan ekspor-impor biasa. Berbicara mengenai pengadaan senjata api, kata Rikwanto, akan menyinggung anggaran pendapatan dan belanja negara. Sebab, pengadaan senjata api digunakan untuk melindungi dan menjaga keamanan seluruh masyarakat Indonesia.
Pengadaan senjata api diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Perpres itu mengatur tak hanya proses pengadaan, namun juga penunjukan jasa konsultan yang dapat digunakan oleh kepolisian dalam hal menyangkut pertahanan negara. Dalam berbagai pasal disebutkan Kementerian Pertahanan sebagai pihak yang memiliki otoritas dalam pengadaan barang dan jasa untuk kepolisan dan TNI, termasuk alat material khusus kepolisian.Amerika Diminta Ungkap Suap Senjata ke Indonesia Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), M. Nasser ketika hadir di KPK, Jakarta, (16/10). TEMPO/Seto Wardhana
Komisi Kepolisian Nasional meminta pemerintah Amerika Serikat mengungkap dugaan suap kepada kepolisian atau instansi lain terkait dengan proyek pengadaan senjata. Anggota Komisi Kepolisian Nasional, M. Nasser, mengatakan pengungkapan ini penting agar tidak timbul suasana kerja yang tak nyaman di kepolisian.
"Kalau tak diungkap, nanti justru menjadi saling curiga," ujar Nasser saat dihubungi, Rabu, 30 Juli 2014.
Nasser menuturkan Amerika Serikat merupakan negara yang menjunjung demokrasi dan transparansi. Karena sudah terbukti ada suap, kata dia, seharusnya mereka mengumumkan secara terbuka kepada siapa suap itu diberikan di Indonesia. Dia menegaskan bahwa keterbukaan ini juga menjadi upaya pemerintah Barack Obama untuk menjunjung akuntabilitas.
Sebelumnya, perusahaan senjata asal Amerika Serikat, Smith & Wesson, didenda US$ 2 juta karena telah menyuap aparat di beberapa negara, seperti Indonesia dan Pakistan, untuk meloloskan produknya. US Securities and Exchange Commission (SEC) menuduh perusahaan yang senjatanya biasa digunakan aparat penegak hukum dan militer itu memfasilitasi suap berupa uang tunai US$ 11 ribu dan senjata gratis untuk polisi Pakistan pada 2008 sebagai imbalan untuk mendapatkan kontrak pasokan.
Setahun kemudian, ujar SEC, karyawan Smith & Wesson membuat kesepakatan dengan kepolisian di Indonesia untuk memenangkan kontrak serupa. Meski akhirnya kontrak dibatalkan.
"Upaya lainnya untuk mendekati pejabat melalui pihak ketiga, seperti di Turki, Nepal, dan Bangladesh," tutur SEC. Secara keseluruhan, tindakan penyuapan ini dilakukan Smith & Wesson pada 2007 hingga 2010.
SEC menemukan upaya perusahaan, berhasil atau tidak dalam memperoleh bisnis, telah melanggar US Foreign Corrupt Practices Act. Aturan itu bertujuan menghilangkan suap dan korupsi sebagai faktor penting dalam persaingan bisnis internasional. Smith & Wesson tidak membenarkan atau menyangkal tuduhan SEC. Namun mereka menyetujui membayar denda US$ 2 juta untuk menyelesaikan tuduhan.
Pada 2009, kata SEC, Smith & Wesson membuat kesepakatan dengan kepolisian di Indonesia agar perusahaan itu memenangi kontrak dari kepolisian setempat. Namun akhirnya kontrak dibatalkan.
“Upaya lain untuk mendekati pejabat yakni melalui pihak ketiga, seperti di Turki, Nepal, dan Bangladesh,” kata SEC. Secara keseluruhan, penyuapan ini dilakukan Smith & Wesson antara tahun 2007 dan 2010.
SEC menyimpulkan upaya perusahaan dalam menjalankan bisnis, baik berhasil maupun gagal, telah melanggar US Foreign Corrupt Practices Act (FCPA/undang-undang yang mengatur pengusaha Amerika Serikat agar berpraktek secara bersih di negara tempat ia berbisnis). Undang-undang ini dibuat untuk menghilangkan penyuapan dan korupsi sebagai faktor penting dalam persaingan bisnis internasional.
Smith & Wesson tidak membenarkan ataupun menyangkal tuduhan SEC. Namun mereka setuju membayar denda US$ 2 juta untuk menyelesaikan kasus tersebut.
SEC mengatakan Smith & Wesson juga telah menghentikan transaksi penjualan yang tertunda ketika mengetahui karyawannya melakukan penyuapan. “Ini adalah peringatan bagi usaha kecil dan menengah yang ingin masuk ke pasar berisiko tinggi dan berekspansi ke jaringan internasional,” kata Kara Brockmeyer, Kepala Penegakan FCPA.
Menurut SEC, perusahaan yang menjual produknya di luar negeri harus memastikan pengawasan dan sistem operasinya.Suap Pejabat RI, Ini Respons CEO Smith & Wesson President-CEO Smith & Wesson James Debney menerima putusan Securities and Exchange Commission (SEC) Amerika Serikat menghukum perusahaannya membayar denda US$ 2 juta. Smith & Wesson, perusahaan yang memproduksi dan mendesain senjata api, dinyatakan melakukan korupsi di beberapa negara tempat ia berbisnis, di antaranya Pakistan dan Indonesia.
"Kami gembira telah menyelesaikan masalah ini dengan SEC. Penyelesaian ini telah kami setujui dan kami percaya inilah keinginan Smith & Wesson dan pemegang sahamnya," kata James Debney dalam pernyataan persnya yang diunggah di situs Smith & Wesson, Senin, 28 Juli 2014.
SEC memutuskan Smith & Wesson memfasilitasi suap berupa uang tunai US$ 11 ribu dan senjata gratis bagi polisi Pakistan pada 2008 untuk mendapatkan kontrak memasok senjata. Setahun kemudian, kata SEC, karyawan Smith & Wesson membuat kesepakatan dengan kepolisian di Indonesia untuk mendapat kontrak dari kepolisian tersebut. Namun akhirnya kontrak dibatalkan.
Menurut James Debney, pengumuman tentang putusan hukum terhadap perusahaannya atas kasus yang terjadi empat tahun lalu ini menggembirakan. "Kami gembira karena kasus ini sekarang selesai dan kami meninggalkannya," ujarnya.
James Debney menjelaskan, kasus ini merupakan kelanjutan penyelidikan yang dilakukan oleh Kementerian Hukum Amerika pada 2010 yang kemudian kasusnya digugurkan oleh kementerian tersebut.
Perusahaan yang memproduksi dan mendesain senjata api ini menyetujui penyelesaian perkara tanpa mengakui ataupun menyangkal temuan dalam penyelidikan itu. Adapun biaya penyelesaian kasus ini sudah ditambahkan oleh perusahaan pada kuartal keempat tahun fiskal pada 30 April 2014.ICW Imbau Suap Smith & Wesson Tak Diabaikan ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Koordinator Divisi Hukum dan Peradilan Monitoring Indonesia Corruption Watch Tama Satrya Langkun mengimbau Indonesia tak abai terhadap kasus suap Smith & Wesson ihwal pengadaan senjata api. Produsen senjata api asal Amerika Serikat itu dihukum lantaran terbukti melanggar Undang-Undang Anti-Korupsi Luar Negeri (FCPA) yang dikeluarkan pemerintah Negeri Abang Sam dengan menyuap sedikitnya lima negara.
"Apabila (Smith & Wesson) di Amerika sudah dijatuhkan hukuman dan terbukti melakukan kesalahan, maka harus jadi perhatian Indonesia," kata Tama kepada Tempo, Selasa, 29 Juli 2014.
Ia mengaku tak tahu-menahu ihwal kasus yang melibatkan produsen senjata api terbesar di Amerika Serikat tersebut. "Saya baru tahu ini malah," ujar Tama. Menurut Tama, apabila terbukti melakukan tindakan suap di Amerika, perusahaan itu tak serta-merta dapat diproses di Indonesia karena ada perbedaan persepsi perihal jenis-jenis suap antara Indonesia dan Amerika. Namun ia menilai positif FCPA yang mempermudah penuntasan kasus korupsi di Indonesia.
Perusahaan Smith & Wesson didenda US$ 2 juta karena terbukti melakukan penyuapan di Pakistan, Indonesia, Turki, Nepal, dan Bangladesh. Selama 2007-2010, perusahaan yang bermarkas di Springfiled, Massachusetts, ini melakukan lobi ilegal terhadap otoritas lima negara tersebut agar dapat memenangi tender pengadaan senjata api, seperti dikutip dari Reuters. Aktivitasnya diketahui oleh US Securities and Exchange Commission, otoritas Amerika Serikat yang mengatur pasar modal, dan kasusnya diserahkan ke pengadilan.
Produsen senjata api yang terkenal di kalangan kepolisian dan militer ini pada 2008 diduga menyogok otoritas Pakistan senilai US$ 11 ribu dalam bentuk tunai dan pistol dinas bagi pejabat kepolisian setempat. Pada 2009, perusahaan itu diduga menyetujui penyuapan kepada kepolisian Indonesia untuk memenangi kontrak pengadaan senjata api, namun kerja sama akhirnya dibatalkan. Pada tahun-tahun berikutnya, perusahaan ini kembali melakukan negosiasi kotor dengan menggunakan jasa pihak ketiga di Turki, Nepal, dan Bangladesh.Beli Senjata Api, Polisi Tak Kerja Sendiri Anggota Propam Polres Metro Jakarta Selatan menunjukan senjata api jenis revolver saat inspeksi senjata personel kepolisian Polres Jaksel di lapangan apel Polres Jakarta, Rabu (30/1). TEMPO/Tony Hartawan
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metro Jakarta Komisaris Besar Polisi Rikwanto menjelaskan pengadaan senjata api organik di Indonesia. Pengadaan senjata api melibatkan banyak instansi pemerintah, tak hanya kepolisian.
"Pengadaan senjata api melibatkan berbagai kementerian, karena pengadaan senjata api bersifat government to government," ujar Rikwanto kepada Tempo, Selasa, 29 Juli 2014. Penjelasan ini ia sampaikan untuk menanggapi kasus tuduhan penyuapan produsen senjata api terhadap pejabat di beberapa negara, termasuk Indonesia.
Perusahaan Smith & Wesson didenda US$ 2 juta karena terbukti melakukan suap di Pakistan, Indonesia, Turki, Nepal, dan Bangladesh. Selama 2007-2010, perusahaan yang bermarkas di Springfiled, Massachusetts, Amerika Serikat, ini melakukan lobi ilegal terhadap otoritas lima negara tersebut agar dapat memenangi tender pengadaan senjata api, seperti dikutip dari Reuters. Aktivitasnya diketahui oleh US Securities and Exchange Commission, otoritas Amerika Serikat yang mengatur pasar modal, dan kasusnya diserahkan ke pengadilan.
Rikwanto menjelaskan, pengadaan senjata api organik (senjata api dinas yang digunakan khusus untuk kepolisian dan militer) diatur dalam undang-undang. Pengadaannya melibatkan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertahanan, dan kementerian lain yang berwenang. Dari beragam instansi yang terlibat, akan ada pembagian kerja khusus untuk menangani pengadaan.
Pengadaan senjata api, kata Rikwanto, dilakukan dengan menggunakan sistem tender. "Jadi dilelang perusahaan mana yang memenuhi standar dan kualifikasi yang diajukan oleh pemerintah," ujar Rikwanto.
Tak hanya itu, kelancaran pengadaan tergantung pada negara asal produsen pemasok senjata api organik. Apabila negara asal produsen menolak memasok, negosiasi dipastikan tak akan berjalan baik.
Pengadaan senjata api diakui oleh Rikwanto tak semudah urusan ekspor-impor biasa. Berbicara mengenai pengadaan senjata api, kata Rikwanto, akan menyinggung anggaran pendapatan dan belanja negara. Sebab, pengadaan senjata api digunakan untuk melindungi dan menjaga keamanan seluruh masyarakat Indonesia.
Pengadaan senjata api diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Perpres itu mengatur tak hanya proses pengadaan, namun juga penunjukan jasa konsultan yang dapat digunakan oleh kepolisian dalam hal menyangkut pertahanan negara. Dalam berbagai pasal disebutkan Kementerian Pertahanan sebagai pihak yang memiliki otoritas dalam pengadaan barang dan jasa untuk kepolisan dan TNI, termasuk alat material khusus kepolisian.Amerika Diminta Ungkap Suap Senjata ke Indonesia Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), M. Nasser ketika hadir di KPK, Jakarta, (16/10). TEMPO/Seto Wardhana
Komisi Kepolisian Nasional meminta pemerintah Amerika Serikat mengungkap dugaan suap kepada kepolisian atau instansi lain terkait dengan proyek pengadaan senjata. Anggota Komisi Kepolisian Nasional, M. Nasser, mengatakan pengungkapan ini penting agar tidak timbul suasana kerja yang tak nyaman di kepolisian.
"Kalau tak diungkap, nanti justru menjadi saling curiga," ujar Nasser saat dihubungi, Rabu, 30 Juli 2014.
Nasser menuturkan Amerika Serikat merupakan negara yang menjunjung demokrasi dan transparansi. Karena sudah terbukti ada suap, kata dia, seharusnya mereka mengumumkan secara terbuka kepada siapa suap itu diberikan di Indonesia. Dia menegaskan bahwa keterbukaan ini juga menjadi upaya pemerintah Barack Obama untuk menjunjung akuntabilitas.
Sebelumnya, perusahaan senjata asal Amerika Serikat, Smith & Wesson, didenda US$ 2 juta karena telah menyuap aparat di beberapa negara, seperti Indonesia dan Pakistan, untuk meloloskan produknya. US Securities and Exchange Commission (SEC) menuduh perusahaan yang senjatanya biasa digunakan aparat penegak hukum dan militer itu memfasilitasi suap berupa uang tunai US$ 11 ribu dan senjata gratis untuk polisi Pakistan pada 2008 sebagai imbalan untuk mendapatkan kontrak pasokan.
Setahun kemudian, ujar SEC, karyawan Smith & Wesson membuat kesepakatan dengan kepolisian di Indonesia untuk memenangkan kontrak serupa. Meski akhirnya kontrak dibatalkan.
"Upaya lainnya untuk mendekati pejabat melalui pihak ketiga, seperti di Turki, Nepal, dan Bangladesh," tutur SEC. Secara keseluruhan, tindakan penyuapan ini dilakukan Smith & Wesson pada 2007 hingga 2010.
SEC menemukan upaya perusahaan, berhasil atau tidak dalam memperoleh bisnis, telah melanggar US Foreign Corrupt Practices Act. Aturan itu bertujuan menghilangkan suap dan korupsi sebagai faktor penting dalam persaingan bisnis internasional. Smith & Wesson tidak membenarkan atau menyangkal tuduhan SEC. Namun mereka menyetujui membayar denda US$ 2 juta untuk menyelesaikan tuduhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.