Jumat, 15 Agustus 2014

Gemuruh Jet Tempur Di Hari Kemerdekaan

Ada yang menarik ketika kita menyaksikan detik-detik proklamasi tanggal 17 Agustus 2014 pagi nanti, sebuah ulang tahun yang mencapai bilangan 69. Ulang tahun terakhir yang dipimpin Presiden SBY di Istana Merdeka Jakarta akan dimeriahkan oleh gemuruh 32 jet tempur berbagai jenis yang dimiliki TNI AU. Jadi tidak hanya mendengar teks proklamasi dibacakan, atau melihat Paskibraka mengibarkan bendera, tapi lebih menggema dengan gemuruh jet tempur yang menderu dari belakang podium.

Kewibawaan dan nilai acara proklamasi dua tahun terakhir ini menjadi semakin berharkat dengan bertambahnya materi acara yaitu terbang lintas jet-jet tempur tentara langit sebagai bagian dari ungkapan dan show of force gengsi bernegara dan eksistensi berbangsa. Dan tahun ini tampilan 32 jet tempur yang sudah berseliweran di langit Jakarta selama beberapa hari ini memberikan kebanggaan bagi warga Ibukota, jantungnya Republik Indonesia. Mereka memberikan apresiasi dan kebanggaan sambil mendongak keatas meski setelah itu mereka kembali menemukan menu keseharian ibukota, sibuk dan macet.

Peringatan ini tidaklah sekedar membacakan teks proklamasi, tetapi ingin menyampaikan sebuah pesan kepada segenap warga bangsa khususnya generasi muda bahwa inilah republikmu yang telah diperjuangkan dengan dentuman dan percikan. Nilai-nilai kejuangan ini, setelah pengumuman kemerdekaan itu, selama 5 tahun kemudian menjadi palagan medan tempur yang membara, mengharu biru, bahu membahu. Inilah salah satu kekuatan cikal bakal nasionalisme patriotik yang dimiliki warga bangsa sampai di batas perjalanan ini.

Yang membedakan bangsa kita dengan bangsa lain di sekitar kita adalah model kemerdekaan yang kita perjuangkan. Sengaja kita pakai kata perjuangkan karena semua negara di sekitar kita kemerdekaannya tidak diperjuangkan melainkan diperoleh. Tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00 wib ketika proklamasi dikumandangkan, dari situlah awal heroiknya perjuangan mempertahankan kemerdekaan dalam perang lima tahun yang meletihkan itu. Dan memang pihak lawan yang letih sendiri yang akhirnya mengakui kedaulatan RI akhir tahun 1949.

Enam puluh sembilan tahun setelah itu, inilah wajah republik dengan segala prestasi dan persoalannya. Prestasinya adalah tumbuh sebagai kekuatan ekonomi nomor 10 dunia, ekonomi nomor satu di ASEAN, pendapatan per kapita mencapai US$ 3.900, masuk golongan negara berpenghasilan menengah. Investasi industri tumbuh subur, adanya asuransi model BPJS, munculnya kekuatan kelas menengah yang cerdas dan kritis, proses demokratisasinya diacungi dunia meski sebagian elit politiknya masih berjiwa kerdil.

Disamping prestasi itu tentu masih banyak persoalan yang melingkarinya. Virus korupsi yang masih melenggang meski sudah ada anti virusnya KPK, kepastian hukum yang belum berpihak ke rakyat papa, model pelayanan publik yang belum memuaskan, infrastruktur yang masih amburadul, semangat primordial yang berlebihan dan masih terjerat model subsidi energi yang melewati batas-batas kepatutan.

Harus diakui banyak hal yang sudah dicapai dalam sepuluh tahun jalannya demokrasi langsung one man one vote untuk memilih Presiden. Kekuatan daya beli yang bernama APBN menjadi pemicu utama geliat perekonomian disamping investasi, menjadi berlipat ganda sampai akhirnya mampu menembus 10 besar ekonomi dunia. Sayangnya kemampuan sehebat itu belum diimbangi dengan kemampuan membangun infrastruktur jalan raya, pelabuhan, bandara, angkutan laut. Lebih banyak terserap untuk belanja pegawai dan barang konsumtif lainnya.

Bagi kalangan militer keberhasilan pemerintah selama 5 tahun terakhir ini dengan menggelontorkan dana alutsista sebesar US$ 15 milyar tentu memberikan angin segar untuk perkuatan alutsista negeri. Ketika sang Presiden sedang menuju titik finish pemerintahannya, berbagai jenis alutsista itu mulai berdatangan. Hari ini datang jet tempur, besok datang kapal perang, besoknya lagi MBT, besoknya lagi peluru kendali berbagai jenis, besoknya lagi pesawat angkut, besoknya lagi radar militer, besoknya lagi helikopter. Luar biasa, makanya kita berani menyebut bahwa pemerintahan SBY mampu melakukan belanja alutsista terbesar sejak jaman dwikora.

Itulah sebabnya sebagai bentuk terimakasih, hulubalang republik yang diwakili tentara langit TNI AU sengaja mengerahkan 32 jet tempur dari 5 skuadron tempur untuk memberikan apresiasi kepada panglima tertinggi atas prestasinya menggagahkan pengawal republik yang pada akhirnya mampu membanggakan dan mewibawakan kedaulatan NKRI. Bahkan pada upacara puncak hari ulang tahun TNI tanggal 5 Oktober mendatang akan digelar kekuatan alutsista terbesar sepanjang sejarah Republik Indonesia. Sengaja acara itu dilaksanakan di pangkalan utama TNI AL Surabaya agar seluruh matra TNI dapat menampilkan dan memamerkan alutsista yang dimiliki kepada sang Presiden.

Sembari mengucapkan dirgahayu Republik Indonesia, sangat pantas pula kita menyampaikan terimakasih kepada Presiden RI selaku panglima tertinggi yang telah memberikan air mata kebanggaan kepada hulubalang republik. Makna sesungguhnya mengisi kemerdekaan adalah meningkatkan kesejahteraan warga bangsa, kesadaran terhadap nilai-nilai kebangsaan dan membangun kekuatan militer sebagai pelindung dan kehormatan berbangsa dan bernegara. Mestinya politisi-politisi kerdil itu mampu memahami nilai-nilai kejuangan itu.
****
Jagvane / 15 Agustus 2014

  ★ analisis alutsista  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.