Selain memamerkan kekuatannya, ini juga menjadi tanda perpisahan bagi Presiden SBY. Hampir seminggu sebelum peringatan hari kemerdekaan Indonesia ke-69, Terminal Selatan atau biasa dikenal dengan Terminal Haji Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur mulai disibukkan dengan kehadiran mesin perang milik TNI AU. Betapa tidak, dalam ulang tahun Indonesia kali ini, beragam pesawat lintas generasi berkumpul di Jakarta untuk melintas di hadapan kepala negara beserta seluruh peserta upacara di Istana Merdeka, Jakarta.
Pesawat era 90-an Hawk 100/200 dan F-16 Fighting Falcon bersanding dengan jet tempur abad 21 seperti Sukhoi Su-27 Flanker dan pesawat multiperan T50i Golden Eagle. Tak hanya itu, pesawat tempur paling gres yang belum genap sebulan umurnya di Indonesia, F-16 C/D 52ID pun ikut bergabung bersama para seniornya. Penggabungan kekuatan udara ini merupakan terbang lintas terbesar yang pernah digelar dalam rangka peringatan hari kemerdekaan Indonesia.
Misi bertajuk Foxtrot Flight ini dibagi ke dalam dua formasi arrow besar, dimana dalam tiap formasinya terdapat dua jenis pesawat. Dalam skenarionya, 10 pesawat T50i akan bergabung dengan enam Hawk 100/200. Sedangkan delapan Sukhoi Su-27 bergabung dengan delapan F-16.
Lepas landas satu per satu dari Halim Perdanakusuma, menurut rencana penerbangan yang dibuat, T50i dan Hawk 100/200 melakukan holding di Teluk Jakarta pada ketinggian sekitar 3.000 kaki atau sekitar 900 m di atas permukaan laut. Sedangkan F-16 dan Su-27/30 berkumpul di lokasi yang sama dengan ketinggian sekitar 10.000 hingga 12.000 kaki (3.000-3.600 m). Di rendezvous itulah mereka membentuk formasi yang telah direncanakan. Dengan taktik ini diharapkan mereka bisa melintas di atas lapangan upacara di waktu yang tepat.
Kondisi ini membuat jantung kru di darat betul-betul berdebar kencang. Bagaimana tidak, mereka harus menyelaraskan waktu melintasnya pesawat dengan upacara di Istana Negara. Jika ke-32 pesawat melintas terlalu lama setelah para pengibar bendera melaksanakan tugasnya maka akan ada jeda waktu yang kosong cukup panjang. Dari sisi pertunjukkan tentu hal ini kurang baik. Sebaliknya, jika mereka melintas sebelum pasukan pengibar bendera menunaikan tugasnya, bisa dibilang misi Foxtrot Flight gagal.
"Hitungannya bukan menit lagi, tapi detik. Semua harus pas, meleset sedikit bisa habis kami,” ujar salah satu kru darat yang terus memantau radio komunikasi di Terminal Selatan saat gladi bersih 15 Agustus lalu.(Remigius Septian)
Pesawat era 90-an Hawk 100/200 dan F-16 Fighting Falcon bersanding dengan jet tempur abad 21 seperti Sukhoi Su-27 Flanker dan pesawat multiperan T50i Golden Eagle. Tak hanya itu, pesawat tempur paling gres yang belum genap sebulan umurnya di Indonesia, F-16 C/D 52ID pun ikut bergabung bersama para seniornya. Penggabungan kekuatan udara ini merupakan terbang lintas terbesar yang pernah digelar dalam rangka peringatan hari kemerdekaan Indonesia.
Misi bertajuk Foxtrot Flight ini dibagi ke dalam dua formasi arrow besar, dimana dalam tiap formasinya terdapat dua jenis pesawat. Dalam skenarionya, 10 pesawat T50i akan bergabung dengan enam Hawk 100/200. Sedangkan delapan Sukhoi Su-27 bergabung dengan delapan F-16.
Lepas landas satu per satu dari Halim Perdanakusuma, menurut rencana penerbangan yang dibuat, T50i dan Hawk 100/200 melakukan holding di Teluk Jakarta pada ketinggian sekitar 3.000 kaki atau sekitar 900 m di atas permukaan laut. Sedangkan F-16 dan Su-27/30 berkumpul di lokasi yang sama dengan ketinggian sekitar 10.000 hingga 12.000 kaki (3.000-3.600 m). Di rendezvous itulah mereka membentuk formasi yang telah direncanakan. Dengan taktik ini diharapkan mereka bisa melintas di atas lapangan upacara di waktu yang tepat.
Kondisi ini membuat jantung kru di darat betul-betul berdebar kencang. Bagaimana tidak, mereka harus menyelaraskan waktu melintasnya pesawat dengan upacara di Istana Negara. Jika ke-32 pesawat melintas terlalu lama setelah para pengibar bendera melaksanakan tugasnya maka akan ada jeda waktu yang kosong cukup panjang. Dari sisi pertunjukkan tentu hal ini kurang baik. Sebaliknya, jika mereka melintas sebelum pasukan pengibar bendera menunaikan tugasnya, bisa dibilang misi Foxtrot Flight gagal.
"Hitungannya bukan menit lagi, tapi detik. Semua harus pas, meleset sedikit bisa habis kami,” ujar salah satu kru darat yang terus memantau radio komunikasi di Terminal Selatan saat gladi bersih 15 Agustus lalu.(Remigius Septian)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.