Ryamizard Ryacudu
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu berbicara tentang perkembangan industri pertahanan di Indonesia. Dia mengatakan pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) memerlukan teknologi mahal, sehingga industri dalam negeri perlu untuk masuk ke dalam sektor ini.
"Pengadaan alutsista TNI membutuhkan anggaran besar. Karena teknologi militer mahal," kata Ryamizard dalam sambutannya di acara peluncuran buku Membangun Kemandirian Industri Pertahanan Indonesia karya Silmy Karim di Energy Tower SCBD, Jakarta Pusat, Selasa (4/11/2014).
Purnawirawan Jenderal ini mengatakan karena pengadaan alutsista berteknologi tinggi sangat mahal, maka pemerintah mendorong perusahaan dalam negeri untuk membuat.
"Karena itu, pemerintah mendorong penguatan industri dalam negeri sehingga dapat memenuhi sampai 2024," sambungnya.
Ia menekankan bahwa pemerintahan Jokowi-JK memberi perhatian yang besar pada industri pertahanan di Indonesia. Terlebih dengan adanya UU No 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.
"Beberapa keberhasilan industri panser Anoa yang jadi alutsista utama TNI di Libanon dan itu produk PT Pindad. Sementara itu, PT PAL meluncurkan kapal cepat rudal untuk memperkuat pertahanan kita," ucapnya.
Sementara itu, mantan Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Syamsuddin yang juga hadir dalam acara itu menyoroti anggaran untuk pertahanan yang sangat kecil. Menurutnya, angka anggaran ideal agar idealisme prajurit tetap bisa dijaga sekitar Rp 250 triliun.
"Memang pemerintah harus bijak karena berada di tengah dan kebutuhan realistis untuk mendukung alutsista. Tentara idealismenya tidak boleh dikurangi karena berada paling tinggi akibatnya posturnya mencapai Rp 250 triliun.
Tapi anggaran 2015 sampai 2019 hanya mencapai Rp 95 triliun. Betapa besar perbedaan. Ini yang harus dijembatani dengan kebijakan strategi agar memelihara idealisme tidak turun," ujar Sjafrie.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu berbicara tentang perkembangan industri pertahanan di Indonesia. Dia mengatakan pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) memerlukan teknologi mahal, sehingga industri dalam negeri perlu untuk masuk ke dalam sektor ini.
"Pengadaan alutsista TNI membutuhkan anggaran besar. Karena teknologi militer mahal," kata Ryamizard dalam sambutannya di acara peluncuran buku Membangun Kemandirian Industri Pertahanan Indonesia karya Silmy Karim di Energy Tower SCBD, Jakarta Pusat, Selasa (4/11/2014).
Purnawirawan Jenderal ini mengatakan karena pengadaan alutsista berteknologi tinggi sangat mahal, maka pemerintah mendorong perusahaan dalam negeri untuk membuat.
"Karena itu, pemerintah mendorong penguatan industri dalam negeri sehingga dapat memenuhi sampai 2024," sambungnya.
Ia menekankan bahwa pemerintahan Jokowi-JK memberi perhatian yang besar pada industri pertahanan di Indonesia. Terlebih dengan adanya UU No 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.
"Beberapa keberhasilan industri panser Anoa yang jadi alutsista utama TNI di Libanon dan itu produk PT Pindad. Sementara itu, PT PAL meluncurkan kapal cepat rudal untuk memperkuat pertahanan kita," ucapnya.
Sementara itu, mantan Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Syamsuddin yang juga hadir dalam acara itu menyoroti anggaran untuk pertahanan yang sangat kecil. Menurutnya, angka anggaran ideal agar idealisme prajurit tetap bisa dijaga sekitar Rp 250 triliun.
"Memang pemerintah harus bijak karena berada di tengah dan kebutuhan realistis untuk mendukung alutsista. Tentara idealismenya tidak boleh dikurangi karena berada paling tinggi akibatnya posturnya mencapai Rp 250 triliun.
Tapi anggaran 2015 sampai 2019 hanya mencapai Rp 95 triliun. Betapa besar perbedaan. Ini yang harus dijembatani dengan kebijakan strategi agar memelihara idealisme tidak turun," ujar Sjafrie.
★ detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.