Jokowi Minta Kapal Illegal Fishing Ditenggelamkan, KSAL: Lihat Dulu Kesalahannya Ilustrasi Penangkapan Kapal Illegal Fishing
Presiden Jokowi meminta agar kapal pelaku illegal fishing ditenggelamkan saja. Penenggelaman itu agar memberi efek jera. Apa kata KSAL Laksamana Marsetio soal imbauan Jokowi ini?
"Ini kita lihat dulu, tergantung kesalahannya apa," jelas Marsetio di Istana, Selasa (18/11/2014).
Menurut Marsetio, saat ini adalah era hukum. Tentu TNI AL tidak sembarangan asal tenggelamkan saja.
"Kita lihat keselahannya dulu. Era sekarang era hukum, kesalahnnya di mana. Hanya studi kasus yang pernah kita lakukan tahun 2004, beberapa kapal bodong yang nggak dilengkapi surat itu personelnya kita amankan dulu, kemudian kapal kita tenggelamkan untuk memberi efek jera," jelas dia.
"Makanya kita lihat proses hukum dulu," tambahnya.
Menurut Marsetio, tindakan penenggelaman itu efektif walau kemudian akan timbul protes dari dubes negara bersangkutan.
"Tapi dia melihat dan kita sampaikan, personelnya tetap nada dan sehat, kita jaga keselamatannya, kemudian bekerja sama dengan kedutaannya untuk dipulangkan. Itu memberi efek jera," tutup dia.(rvk/ndr/detik)Ralat Jokowi, Menko Polhukam Akui Tidak Bisa Sembarangan Tenggelamkan Kapal Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan, Badan Keamanan Laut (Bakamla) tidak dapat seenaknya menenggelamkan kapal asing yang dianggap ilegal. Sebab, ada prosedur penindakan hukum yang berlaku di laut dan disepakati oleh dunia internasional.
"Kalau sudah diperingati dulu, ya 'dor, dor, dor' (tembak ke udara) saja. Ada aturan yang berlaku, tidak sembarangan menindak, nanti kita diklaim (melanggar hukum) internasional," ujar Tedjo di kantornya, Rabu (19/11/2014).
Tedjo mengatakan, kondisi keamanan laut di Indonesia memang butuh penanganan serius. Banyak sekali pelanggaran yang terjadi di sana. Misalnya, penjarahan hasil laut oleh kapal asing, penyelundupan barang hingga manusia, dan lain-lain. Oleh karena itu, Tedjo sangat mendorong revitalisasi Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) menjadi Bakamla.
"Kalau Bakorkamla dulu kan koordinator saja. Jadi, kalau ada apa-apa, dia yang minta kapal ke sini. Kalau tidak ada yang kirim, tidak bisa disalahkan. Kalau Bakamla, ini sudah menjadi pusat komando untuk menggerakkan," ujar dia.
Perubahan tersebut, lanjut Tedjo, tidak berarti ada perubahan struktur kelembagaan. Bakamla akan tetap didukung oleh 12 satuan keamanan laut dari berbagai instansi, antara lain TNI, Polri, BIN, Bea Cukai, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertahanan, Kementerian Perhubungan, serta Kejaksaan Agung.
Namun, Tedjo sekali lagi mengingatkan bahwa penindakan hukum di laut memiliki caranya sendiri. Ada peraturan internasional yang sudah bertahun-tahun disepakati. Untuk diketahui, hukum laut internasional yang dihormati di Indonesia adalah United Nations Convention on the Law of the Sea (Unclos).
Revitalisasi Bakorkamla ini masih menunggu Keputusan Presiden. Tedjo memprediksi, keppres akan keluar pada Desember 2014 mendatang. Bakamla itu sendiri akan diresmikan bertepatan dengan Hari Nusantara, 13 Desember, di Kota Baru, Yogyakarta.
Sekadar gambaran, pengubahan Bakorkamla menjadi Bakamla adalah amanah dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 yang diundangkan pada 17 Oktober 2014. Poin UU itu adalah pembentukan Bakamla dengan tugas, pokok, dan fungsinya, mulai dari pencegahan dini gangguan keamanan laut hingga penindakan.
Seperti diberitakan, Presiden Jokowi "geregetan" atas ulah kapal penjarah hasil laut di Indonesia. Dia menyebut, negara merugi Rp 300 triliun per tahun atas jarahan tersebut. Dia pun meminta keamanan laut untuk bertindak tegas terhadap kapal pencuri hasil laut.
"Enggak usah tangkap-tangkap, langsung saja tenggelamkan. Tenggelamkan 10 atau 20 kapal, nanti baru orang mikir," ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Selasa (18/11/2014).[Kompas]Sesuai Perintah Jokowi, 5 Kapal Asing Ilegal di Natuna akan Ditenggelamkan Sebanyak 5 kapal asing ilegal yang ditangkap di Laut Natuna, Kepulauan Riau akan ditenggelamkan. Hal ini sejalan dengan perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi), bahwa kapal-kapal pencuri ikan harus ditenggelamkan sebagai efek jera.
Menteri Koordinator Bidang Maritim Indroyono Soesilo dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti hari ini mengumumkan hasil tangkapan tersebut, di Gedung Mina Bahari Kantor KKP, Jalan Merdeka Timur, Jakarta Pusat.
Indroyono mengatakan, Presiden Jokowi memerintahkan aparat penegak hukum agar menggelamkan kapal asing yang beraktivitas di perairan Indonesia.
Menurutnya, dasar hukum penenggelaman kapal, yaitu pasal 69 UU No 45/2009 tentang perikanan berbunyi, yaitu:
Ayat 1 : "Kapal pengawas. Perikanan berfungsi melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan negara republik Indonesia."
Ayat 4 : "Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 penyidik dan atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembayaran dan atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup."
Indroyono menambahkan, dengan dasar hukum itulah, tindakan penenggelaman kapal asing ilegal bisa dilakukan oleh tim.
"Jadi kalau melihat kondisinya sekarang yang tertangkap kemarin itu kan kapal asing berbendera merah putih, tapi palsu. Nah ini sudah cukup untuk diambil langkah-langkah sesuai UU, yaitu tenggelamkan," kata Indroyono dalam acara konferensi pers di Gedung Mina Bahari Kantor KKP, Jalan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Jumat (21/11/2014).
Tim KKP menangkap 5 kapal ikan ilegal dan berhasil menahan 61 orang ABK dari Thailand yang menggunakan di atas 100 GT. Kejadian terjadi pada 19 November 2014.
"Pokoknya itu secepatnya akan dilakukan. Kalau menunggu proses pengadilan itu lama. Kan sudah ada dasar hukumnya, kita sudah bisa melakukan itu," kata Indroyono saat ditanya kapan eksekusi dilakukan.(hen/ang/detik)Ratusan Nelayannya Ditangkap, Dubes Malaysia Minta Klarifikasi RI Zahrain mengaku tahu isu tersebut dari media.
Duta Besar Kerajaan Malaysia untuk RI, Zahrain Mohamed Hashim, mengaku belum memperoleh informasi resmi dari Pemerintah Indonesia mengenai adanya aksi penangkapan nelayan asal Negeri Jiran. Menurut informasi dari Sekretaris Kabinet, Andi Widjajanto, sebanyak 200 nelayan asal Malaysia, ditangkap oleh RI pada Rabu, 19 November 2014.
Dilansir dari laman Astroawani pada Kamis, 20 November 2014, Zahrain menyebut tidak ingin berspekulasi mengenai isu penangkapan nelayan asal Malaysia. Oleh sebab itu, kini dia tengah meminta klarifikasi dari Pemerintah Indonesia mengenai identitas, kewarganegaraan dan jumlah nelayan yang ditangkap.
"Dalam isu ini, kami tidak ingin berspekulasi karena kami sendiri belum mengetahui dengan pasti, apakah ada warga Malaysia yang ditangkap. Kalau memang benar ada warga Malaysia yang ditangkap, maka mereka akan memberi bantuan yang sesuai," ungkap Zahrain ketika dihubngi via telepon.
Dia mengetahui isu itu pun, ujar Zahrain, dari media. Sambil menunggu informasi resmi dan pemberian bantuan konsuler, Indonesia dan Malaysia telah memiliki kesepakatan terkait isu yang melibatkan perbatasan, kelautan dan perikanan.
"Kalau ada nelayan-nelayan yang melanggar, lazimnya, kami akan mengusir mereka kembali. Terlabih, jika mereka menggunakan kapal-kapal di bawah lima ton. Sebab, mereka hanya dianggap sebagai nelayan-nelayan kecil yang tidak bermaksud sengaja untuk melanggar wilayah," papar Zahrain.
Ditanya mengenai komentar keras Presiden Joko Widodo yang memerintahkan penenggelaman kapal asing, Zahrain menyadari Pemerintah RI kini tengah memfokuskan perhatian mereka kepada isu maritim. Termasuk, di dalamnya aktivitas penangkapan ikan secara ilegal.
"Namun, kami harus melihat secara keseluruhan. Kami paham tentang betapa seriusnya Pemerintah Indonesia yang ingin menangani isu terkait kelautan dan perikanan," kata dia.
Namun, lanjut Zahrain, kedua pihak perlu mengetahui bahwa di laut, kedua pihak telah memiliki kesepakatan bersama. Bahkan, kesepakatan itu berlaku hingga ke area pantai dan perairan.
"Dalam hal ini, termasuk di dalamnya hal kelautan tersebut," kata Zahrain.
Dia turut menyambut baik rencana Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, yang akan menetapkan kuota penangkapan hasil laut dan perikanan dengan enam negara lain. Selain Negeri Jiran, juga terdapat Vietnam, China, Thailand, Filipina dan Australia.
Penandatanganan tersebut rencananya akan dilakukan bertepatan dengan Hari Nusantara, pada 13 Desember 2014.
Zahrain juga menyebut, kasus penangkapan nelayan ini, tidak akan menganggu hubungan baik bilateral kedua negara.
"Hubungan kedua negara lebih besar dari masalah ini. Saya percaya kedua pihak pemerintah tidak akan membiarkan hanya karena masalah ini, lalu menganggu hubungan bilateral. Agenda hubungan kedua negara jauh lebih besar daripada masalah tersebut," imbuh dia.(ren/viva)
Presiden Jokowi meminta agar kapal pelaku illegal fishing ditenggelamkan saja. Penenggelaman itu agar memberi efek jera. Apa kata KSAL Laksamana Marsetio soal imbauan Jokowi ini?
"Ini kita lihat dulu, tergantung kesalahannya apa," jelas Marsetio di Istana, Selasa (18/11/2014).
Menurut Marsetio, saat ini adalah era hukum. Tentu TNI AL tidak sembarangan asal tenggelamkan saja.
"Kita lihat keselahannya dulu. Era sekarang era hukum, kesalahnnya di mana. Hanya studi kasus yang pernah kita lakukan tahun 2004, beberapa kapal bodong yang nggak dilengkapi surat itu personelnya kita amankan dulu, kemudian kapal kita tenggelamkan untuk memberi efek jera," jelas dia.
"Makanya kita lihat proses hukum dulu," tambahnya.
Menurut Marsetio, tindakan penenggelaman itu efektif walau kemudian akan timbul protes dari dubes negara bersangkutan.
"Tapi dia melihat dan kita sampaikan, personelnya tetap nada dan sehat, kita jaga keselamatannya, kemudian bekerja sama dengan kedutaannya untuk dipulangkan. Itu memberi efek jera," tutup dia.(rvk/ndr/detik)Ralat Jokowi, Menko Polhukam Akui Tidak Bisa Sembarangan Tenggelamkan Kapal Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan, Badan Keamanan Laut (Bakamla) tidak dapat seenaknya menenggelamkan kapal asing yang dianggap ilegal. Sebab, ada prosedur penindakan hukum yang berlaku di laut dan disepakati oleh dunia internasional.
"Kalau sudah diperingati dulu, ya 'dor, dor, dor' (tembak ke udara) saja. Ada aturan yang berlaku, tidak sembarangan menindak, nanti kita diklaim (melanggar hukum) internasional," ujar Tedjo di kantornya, Rabu (19/11/2014).
Tedjo mengatakan, kondisi keamanan laut di Indonesia memang butuh penanganan serius. Banyak sekali pelanggaran yang terjadi di sana. Misalnya, penjarahan hasil laut oleh kapal asing, penyelundupan barang hingga manusia, dan lain-lain. Oleh karena itu, Tedjo sangat mendorong revitalisasi Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) menjadi Bakamla.
"Kalau Bakorkamla dulu kan koordinator saja. Jadi, kalau ada apa-apa, dia yang minta kapal ke sini. Kalau tidak ada yang kirim, tidak bisa disalahkan. Kalau Bakamla, ini sudah menjadi pusat komando untuk menggerakkan," ujar dia.
Perubahan tersebut, lanjut Tedjo, tidak berarti ada perubahan struktur kelembagaan. Bakamla akan tetap didukung oleh 12 satuan keamanan laut dari berbagai instansi, antara lain TNI, Polri, BIN, Bea Cukai, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertahanan, Kementerian Perhubungan, serta Kejaksaan Agung.
Namun, Tedjo sekali lagi mengingatkan bahwa penindakan hukum di laut memiliki caranya sendiri. Ada peraturan internasional yang sudah bertahun-tahun disepakati. Untuk diketahui, hukum laut internasional yang dihormati di Indonesia adalah United Nations Convention on the Law of the Sea (Unclos).
Revitalisasi Bakorkamla ini masih menunggu Keputusan Presiden. Tedjo memprediksi, keppres akan keluar pada Desember 2014 mendatang. Bakamla itu sendiri akan diresmikan bertepatan dengan Hari Nusantara, 13 Desember, di Kota Baru, Yogyakarta.
Sekadar gambaran, pengubahan Bakorkamla menjadi Bakamla adalah amanah dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 yang diundangkan pada 17 Oktober 2014. Poin UU itu adalah pembentukan Bakamla dengan tugas, pokok, dan fungsinya, mulai dari pencegahan dini gangguan keamanan laut hingga penindakan.
Seperti diberitakan, Presiden Jokowi "geregetan" atas ulah kapal penjarah hasil laut di Indonesia. Dia menyebut, negara merugi Rp 300 triliun per tahun atas jarahan tersebut. Dia pun meminta keamanan laut untuk bertindak tegas terhadap kapal pencuri hasil laut.
"Enggak usah tangkap-tangkap, langsung saja tenggelamkan. Tenggelamkan 10 atau 20 kapal, nanti baru orang mikir," ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Selasa (18/11/2014).[Kompas]Sesuai Perintah Jokowi, 5 Kapal Asing Ilegal di Natuna akan Ditenggelamkan Sebanyak 5 kapal asing ilegal yang ditangkap di Laut Natuna, Kepulauan Riau akan ditenggelamkan. Hal ini sejalan dengan perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi), bahwa kapal-kapal pencuri ikan harus ditenggelamkan sebagai efek jera.
Menteri Koordinator Bidang Maritim Indroyono Soesilo dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti hari ini mengumumkan hasil tangkapan tersebut, di Gedung Mina Bahari Kantor KKP, Jalan Merdeka Timur, Jakarta Pusat.
Indroyono mengatakan, Presiden Jokowi memerintahkan aparat penegak hukum agar menggelamkan kapal asing yang beraktivitas di perairan Indonesia.
Menurutnya, dasar hukum penenggelaman kapal, yaitu pasal 69 UU No 45/2009 tentang perikanan berbunyi, yaitu:
Ayat 1 : "Kapal pengawas. Perikanan berfungsi melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan negara republik Indonesia."
Ayat 4 : "Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 penyidik dan atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembayaran dan atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup."
Indroyono menambahkan, dengan dasar hukum itulah, tindakan penenggelaman kapal asing ilegal bisa dilakukan oleh tim.
"Jadi kalau melihat kondisinya sekarang yang tertangkap kemarin itu kan kapal asing berbendera merah putih, tapi palsu. Nah ini sudah cukup untuk diambil langkah-langkah sesuai UU, yaitu tenggelamkan," kata Indroyono dalam acara konferensi pers di Gedung Mina Bahari Kantor KKP, Jalan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Jumat (21/11/2014).
Tim KKP menangkap 5 kapal ikan ilegal dan berhasil menahan 61 orang ABK dari Thailand yang menggunakan di atas 100 GT. Kejadian terjadi pada 19 November 2014.
"Pokoknya itu secepatnya akan dilakukan. Kalau menunggu proses pengadilan itu lama. Kan sudah ada dasar hukumnya, kita sudah bisa melakukan itu," kata Indroyono saat ditanya kapan eksekusi dilakukan.(hen/ang/detik)Ratusan Nelayannya Ditangkap, Dubes Malaysia Minta Klarifikasi RI Zahrain mengaku tahu isu tersebut dari media.
Duta Besar Kerajaan Malaysia untuk RI, Zahrain Mohamed Hashim, mengaku belum memperoleh informasi resmi dari Pemerintah Indonesia mengenai adanya aksi penangkapan nelayan asal Negeri Jiran. Menurut informasi dari Sekretaris Kabinet, Andi Widjajanto, sebanyak 200 nelayan asal Malaysia, ditangkap oleh RI pada Rabu, 19 November 2014.
Dilansir dari laman Astroawani pada Kamis, 20 November 2014, Zahrain menyebut tidak ingin berspekulasi mengenai isu penangkapan nelayan asal Malaysia. Oleh sebab itu, kini dia tengah meminta klarifikasi dari Pemerintah Indonesia mengenai identitas, kewarganegaraan dan jumlah nelayan yang ditangkap.
"Dalam isu ini, kami tidak ingin berspekulasi karena kami sendiri belum mengetahui dengan pasti, apakah ada warga Malaysia yang ditangkap. Kalau memang benar ada warga Malaysia yang ditangkap, maka mereka akan memberi bantuan yang sesuai," ungkap Zahrain ketika dihubngi via telepon.
Dia mengetahui isu itu pun, ujar Zahrain, dari media. Sambil menunggu informasi resmi dan pemberian bantuan konsuler, Indonesia dan Malaysia telah memiliki kesepakatan terkait isu yang melibatkan perbatasan, kelautan dan perikanan.
"Kalau ada nelayan-nelayan yang melanggar, lazimnya, kami akan mengusir mereka kembali. Terlabih, jika mereka menggunakan kapal-kapal di bawah lima ton. Sebab, mereka hanya dianggap sebagai nelayan-nelayan kecil yang tidak bermaksud sengaja untuk melanggar wilayah," papar Zahrain.
Ditanya mengenai komentar keras Presiden Joko Widodo yang memerintahkan penenggelaman kapal asing, Zahrain menyadari Pemerintah RI kini tengah memfokuskan perhatian mereka kepada isu maritim. Termasuk, di dalamnya aktivitas penangkapan ikan secara ilegal.
"Namun, kami harus melihat secara keseluruhan. Kami paham tentang betapa seriusnya Pemerintah Indonesia yang ingin menangani isu terkait kelautan dan perikanan," kata dia.
Namun, lanjut Zahrain, kedua pihak perlu mengetahui bahwa di laut, kedua pihak telah memiliki kesepakatan bersama. Bahkan, kesepakatan itu berlaku hingga ke area pantai dan perairan.
"Dalam hal ini, termasuk di dalamnya hal kelautan tersebut," kata Zahrain.
Dia turut menyambut baik rencana Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, yang akan menetapkan kuota penangkapan hasil laut dan perikanan dengan enam negara lain. Selain Negeri Jiran, juga terdapat Vietnam, China, Thailand, Filipina dan Australia.
Penandatanganan tersebut rencananya akan dilakukan bertepatan dengan Hari Nusantara, pada 13 Desember 2014.
Zahrain juga menyebut, kasus penangkapan nelayan ini, tidak akan menganggu hubungan baik bilateral kedua negara.
"Hubungan kedua negara lebih besar dari masalah ini. Saya percaya kedua pihak pemerintah tidak akan membiarkan hanya karena masalah ini, lalu menganggu hubungan bilateral. Agenda hubungan kedua negara jauh lebih besar daripada masalah tersebut," imbuh dia.(ren/viva)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.