Selasa, 20 Januari 2015

Antara Kilo Class dan Changbogo Class, Masa Depan Satuan Kapal Selam Indonesia

http://jurnalmaritim.com/wp-content/uploads/2015/01/a45e5__getImage.action-300x196.jpgSetelah kapal selam Kilo Class belum berhasil didatangkan ke Indonesia namun bukan berarti monster bawah laut asal Rusia ini tidak mengisi kekuatan dalam jajaran kapal selam Indonesia. Pasalnya, dukungan publik mengalir untuk segera didatangkannya alautsista canggih asal negeri Tirai Besi ini.

Sebagaimana yang telah diungkapkan pengamat alutsista militer dari Indomiliter, Haryo Adjie Nogo Seno beberapa waktu lalu yang menyatakan publik sangat merindukan kekuatan laut kita dekade 60-an yang didominasi asal Rusia (dulu Uni Soviet).

“Dengan kerinduan yang menggebu pada kejayaan militer Indonesia di dekade 60-an, di mana saat itu Indonesia tak terbantahkan menyandang sebagai negara dengan militer terkuat di belahan Asia Selatan, membuat banyak kalangan di Tanah Air bekalangan ini begitu eforia pada peralatan militer buatan Eropa Timur, khususnya asal Rusia,” ujar Adjie biasa akrab disapa.

Di era itu, terdapat 12 kapal selam Whiskey Class asal Rusia yang bertengger mengisi satuan kapal selam kita. Sekejap, Belanda dan negara sekutu lainnya kalang kabut melihat kekuatan laut Indonesia saat itu. Tanpa pikir panjang, Amerika Serikat langsung menginstruksikan Belanda untuk segera angkat kaki dari Irian Barat.

Lain dulu lain sekarang, kini satuan kapal selam Indonesia tinggal dihuni oleh KRI Cakra 401 dan KRI Nanggala 402. Sehingga, pemerintah dituntut untuk meningkatkan pembelian kapal selam. Tidak tanggung-tanggung, publik pun berharap agar satuan kapal selam Indonesia kembali diisi dari Rusia seperti halnya era 60-an.

“Segala yang ‘berbau’ Rusia begitu diagungkan. Tidak ada yang keliru dengan perspektif tersebut, soalnya memang banyak produk alutsista besutan Rusia yang memang mumpuni, bandel dan mampu memberi efek getar,” tukas Adjie.

Lebih lanjut, Adjie memaparkan hal itu terjadi bukan karena masalah kualitas saja melainkan secara psikologis, muncul ketidaksenangan dengan AS beserta negara-negara NATO.

“Lepas dari soal kualitas alat tempur yang ditawarkan Rusia, terasa ada aroma dan argumen yang unik dari publik karena didorong semangat dan kerinduaan saat Indonesia di bawah sokongan alat perang Rusia, plus berkembangnya sentimen anti AS dan negara-negara Eropa Barat yang kebanyakan anggota NATO, sontak memunculkan dukungan yang penting buatan Rusia pasti lebih hebat, lebih canggih dan bisa memberi efek deterence maksimal bagi Indonesia,” cetusnya.

 Pilihan Jatuh pada Changbogo Class 

Akan tetapi ekspektasi publik akan kekuatan kapal selam Rusia yang akan mengisi jajaran kapal selam Indonesia harus meleset ketika Kemhan RI di masa Menhan Purnomo Yusgiantoro memutuskan untuk membeli tiga unit kapal selam dari Korea Selatan (Korsel) daripada membeli dari Rusia. Alasan utama yang diungkap terkait harga dan urusan alih teknologi (ToT).

“Rusia memang menawarkan kredit negara sebesar 1 miliar dolar AS. Namun lantaran harga tender yang ditawarkan Rusia tidak sesuai kebutuhan TNI AL, maka pemerintah tidak memanfaatkan sisa kredit tersebut, sementara Korsel dalam tender menawarkan kontraknya sekitar 1,1 miliar dolar AS untuk tiga unit kapal selam,” sambungnya.

Akhirnya di dapat kesepakatan Kemhan untuk membeli kapal selam Changbogo Class buatan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME). Kapal selam bertenaga diesel itu masing-masing berbobot 1.400 ton dengan panjang 61,3 meter.

“Selain paket harga, pihak Korea Selatan menawarkan paket TOT (transfer of technology-red), dan itu salah satu keunggulan mengapa Indonesia memilih Korsel. Dalam skema ToT, direncanakan 1 dari 3 unit Kapal Selam tersebut akan dibangun di Indonesia, dan 2 unit lainnya di Korea Selatan. Namun ketiga unit Kapal Selam ini baru akan datang di tahun 2016-2018 mendatang,” tuturnya.

Padahal, pihak Rusia pun tengah mengiming-imingi ToT sebagaimana yang terjadi pada masa Bung karno dahulu. Namun, belum ada penjelasan seperti apa pola ToT yang ditawarkan Rusia. Maklum, selama ini Rusia agak ketat untuk urusan ToT, sebut saja pembelian armada Sukhoi TNI AU yang juga tak menyertakan skema ToT.

Mengutip pernyataan mantan Dubes RI untuk Rusia Hamid Awaludin di stasiun TV Swasta, Adjie menjelaskan proses pengadaan kapal selam dari Rusia mengalami beberapa tantangan, seperti TNI AL harus menyiapkan fasilitas dermaga kapal selam yang lebih besar, mengingat Kilo Class punya dimensi yang lebih besar ketimbang Type 209. Belum lagi penyiapan keperluan logistik dan pelatihan awak, yang kesemuanya mengakibatkan biaya membengkak.

“Lain halnya, dengan rencana kedatangan Changbogo Class dari Korea Selatan, dengan dimensi yang tak beda jauh dengan kapal selam TNI AL saat ini Type 209, maka TNI AL dipercaya tidak memerlukan modifikasi dan upgrade pada fasilitas pendukung,” tambahnya.

 Harapan Pada Rusia 

Akan tetapi, publik setidaknya dapat berharap lebih usai adanya pertemuan antara Menhan RI Jenderal (Purn) Ryamizard Ryaccudu dengan Dubes Rusia untuk Indonesia M.Y.Galuzin di Kantor Kementerian Pertahanan RI, Jakarta, Kamis (15/1) lalu.

Dalam pertemuan antara keduanya, turut dibahas rencana untuk meneruskan dan memulai kerjasama di bidang pengadaan beberapa alutsista seperti pesawat tempur multifungsi, jenis SU-35 dan Kapal Selam Kelas 636.

Tidak hanya itu, Pemerintah Rusia juga akan siap mengembangkan kerjasama di bidang industri pertahanan, diantaranya untuk pelaksanaan proses Transfer of Technology, mengadakan Join Production menghasilkan bersama untuk suku cadang berbagai jenis alutsista, mengembangkan skema Offset termasuk juga didirikannya service center.

Oleh karena itu, Rusia siap menerima kunjungan dari beberapa pejabat militer dan pertahanan dari Indonesia seperti kunjungan Kasal dan Kasau ke Rusia untuk melihat langsung pesawat tempur jenis SU-35 dan kapal selam 636.

   JMOL  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.