Sea power dan Air Power menjadi penopang Poros Maritim Dunia (Foto: JM/Adityo)☆
Dalam upaya mencapai poros maritim dunia, sudah selayaknya pemerintah wajib membangun Sea Power dan Air Power berkelas dunia. Sebagaimana diungkapkan oleh analis pertahanan asal Universitas Indonesia (UI), Dr Connie Rahakundini Bakrie kepada JMOL beberapa waktu lalu.
“Mencapai poros maritim dunia, Presiden Jokowi perlu melakukan secara serentak dua pendekatan sekaligus, yaitu Inward looking dengan konsep tol lautnya dan outward looking dengan konsep poros maritimnya yang menekankan mau tidak mau pada kekuatan pembangunan Sea dan Air Power berkelas dunia,” ujar Connie.
Menurutnya, dua pendekatan itu mutlak dilakukan agar kita menjadi negara maritim yang besar. Maka perangkat dalam menunjang pembangunan Sea Power dan Air Power yaitu pada ilmu pengetahuan dan teknologinya.
“Negara maritim adalah negara yang mampu memanfaatkan laut, walaupun negara tersebut mungkin tidak punya banyak laut, tetapi mempunyai kemampuan teknologi, ilmu pengetahuan, peralatan, dan lain-lain untuk mengelola dan memanfaatkan laut tersebut maka dapat disebut negara maritim,” tuturnya.
Banyak contoh dari negara-negara tersebut seperti Tiongkok, Amerika, Inggris, negara-negara Skandinavia, dan lain-lain. Luas laut mereka dibandingkan dengan Indonesia tidak seberapa, tetapi mereka layak disebut negara maritim karena memiliki teknologi dalam memanfaatkan lautnya.
Begitu juga dalam konteks Air Power, segala teknologi yang berkaitan dengan radar dan pesawat juga menjadi bagian penting dalam membangun itu. Dalam pembangunan Air Force yang mumpuni tentunya diperlukan pangkalan udara di setiap titik strategis atau terdepan.
Lebih lanjut, Direktur Eksekutive Institute For Defense and Security Studies itu menjelaskan bahwa kata “maritim” itu memiliki pengertian yang luas, bukan saja terhadap suatu yang berkenaan terhadap laut saja tetapi juga pada ruang udara diatasnya.
“Kata maritim seringkali disimplifikasi akan sesuatu yang berkenaan dengan laut atau berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan. Padahal pengertian yang lebih luas, selain menyangkut sumber-sumber daya intern laut juga menyangkut faktor ekstern laut yaitu pelayaran, perdagangan, lingkungan pantai dan pelabuhan serta faktor strategis lainnya termasuk ruang udara,” tandasnya.
Menurutnya, hal itu pun mengacu pada pernyataan pakar pertahanan dan Geopolitik A. T Mahan yang menyebutkan “If a country be imagined having a long seaboard, but entirely without a harbor, such a country can have no sea trade of its own, no shipping, no navy.….. Numerous and deep harbors are a source of strength and wealth”.Mengacu pada Kepentingan Nasional Dr Connie Rahakundini Bakrie (Foto: JM/Adityo Nugroho)☆
Karena pemanfaatan laut menjadi bagian terpenting dalam kepentingan nasional Indonesia, maka beberapa faktor itu berawal dari kesadaran dan karakter rakyatnya.
“Jadi tugas pemerintahan Jokowi adalah membuat semua anak negeri ini paham apa itu poros maritim, ini konsep keunggulan geostrategis berbasis kekayaan bahari dalam mencapai Jalesveva Jayamahe,” pungkas Connie.
Wanita yang menjabat sebagai wakil Ketua ILUNI UI ini juga menyatakan bahwa Sektor kelautan bisa menghasilkan seperempat APBN atau setara dengan 500 triliun.
“Namun sayangnya potensi itu belum dikelola dengan baik dan optimal, maka harus dibangun armada dan keterampilan serta sentra industri pengolahan dan perdagangan berbasis komunitas kelautan di sedikitnya sepuluh wilayah (zona-red) maritim,” cetusnya.
Di akhir penjelasannya, Connie menegaskan bahwa Sea Power dan Air Power dapat meminimalisir ancaman yang ada dalam membangun sebuah negara maritim yang besar.
Dan sudah sepatutnya segala tantangan dan ancaman yang menjadi penghambat dalam laju untuk mengamankan kepentingan nasional itu harus diperkecil.
“Tantangan kita terkait pada upaya dan memperkuat status ke arah negara maritim yang harus didukung oleh kemampuan kita dalam merancang dan membangun kemampuan untuk dapat mengelola maritim dan wilayah dirgantara untuk kepentingan nasional,” tutupnya.
Dalam upaya mencapai poros maritim dunia, sudah selayaknya pemerintah wajib membangun Sea Power dan Air Power berkelas dunia. Sebagaimana diungkapkan oleh analis pertahanan asal Universitas Indonesia (UI), Dr Connie Rahakundini Bakrie kepada JMOL beberapa waktu lalu.
“Mencapai poros maritim dunia, Presiden Jokowi perlu melakukan secara serentak dua pendekatan sekaligus, yaitu Inward looking dengan konsep tol lautnya dan outward looking dengan konsep poros maritimnya yang menekankan mau tidak mau pada kekuatan pembangunan Sea dan Air Power berkelas dunia,” ujar Connie.
Menurutnya, dua pendekatan itu mutlak dilakukan agar kita menjadi negara maritim yang besar. Maka perangkat dalam menunjang pembangunan Sea Power dan Air Power yaitu pada ilmu pengetahuan dan teknologinya.
“Negara maritim adalah negara yang mampu memanfaatkan laut, walaupun negara tersebut mungkin tidak punya banyak laut, tetapi mempunyai kemampuan teknologi, ilmu pengetahuan, peralatan, dan lain-lain untuk mengelola dan memanfaatkan laut tersebut maka dapat disebut negara maritim,” tuturnya.
Banyak contoh dari negara-negara tersebut seperti Tiongkok, Amerika, Inggris, negara-negara Skandinavia, dan lain-lain. Luas laut mereka dibandingkan dengan Indonesia tidak seberapa, tetapi mereka layak disebut negara maritim karena memiliki teknologi dalam memanfaatkan lautnya.
Begitu juga dalam konteks Air Power, segala teknologi yang berkaitan dengan radar dan pesawat juga menjadi bagian penting dalam membangun itu. Dalam pembangunan Air Force yang mumpuni tentunya diperlukan pangkalan udara di setiap titik strategis atau terdepan.
Lebih lanjut, Direktur Eksekutive Institute For Defense and Security Studies itu menjelaskan bahwa kata “maritim” itu memiliki pengertian yang luas, bukan saja terhadap suatu yang berkenaan terhadap laut saja tetapi juga pada ruang udara diatasnya.
“Kata maritim seringkali disimplifikasi akan sesuatu yang berkenaan dengan laut atau berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan. Padahal pengertian yang lebih luas, selain menyangkut sumber-sumber daya intern laut juga menyangkut faktor ekstern laut yaitu pelayaran, perdagangan, lingkungan pantai dan pelabuhan serta faktor strategis lainnya termasuk ruang udara,” tandasnya.
Menurutnya, hal itu pun mengacu pada pernyataan pakar pertahanan dan Geopolitik A. T Mahan yang menyebutkan “If a country be imagined having a long seaboard, but entirely without a harbor, such a country can have no sea trade of its own, no shipping, no navy.….. Numerous and deep harbors are a source of strength and wealth”.Mengacu pada Kepentingan Nasional Dr Connie Rahakundini Bakrie (Foto: JM/Adityo Nugroho)☆
Karena pemanfaatan laut menjadi bagian terpenting dalam kepentingan nasional Indonesia, maka beberapa faktor itu berawal dari kesadaran dan karakter rakyatnya.
“Jadi tugas pemerintahan Jokowi adalah membuat semua anak negeri ini paham apa itu poros maritim, ini konsep keunggulan geostrategis berbasis kekayaan bahari dalam mencapai Jalesveva Jayamahe,” pungkas Connie.
Wanita yang menjabat sebagai wakil Ketua ILUNI UI ini juga menyatakan bahwa Sektor kelautan bisa menghasilkan seperempat APBN atau setara dengan 500 triliun.
“Namun sayangnya potensi itu belum dikelola dengan baik dan optimal, maka harus dibangun armada dan keterampilan serta sentra industri pengolahan dan perdagangan berbasis komunitas kelautan di sedikitnya sepuluh wilayah (zona-red) maritim,” cetusnya.
Di akhir penjelasannya, Connie menegaskan bahwa Sea Power dan Air Power dapat meminimalisir ancaman yang ada dalam membangun sebuah negara maritim yang besar.
Dan sudah sepatutnya segala tantangan dan ancaman yang menjadi penghambat dalam laju untuk mengamankan kepentingan nasional itu harus diperkecil.
“Tantangan kita terkait pada upaya dan memperkuat status ke arah negara maritim yang harus didukung oleh kemampuan kita dalam merancang dan membangun kemampuan untuk dapat mengelola maritim dan wilayah dirgantara untuk kepentingan nasional,” tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.