Jumat, 08 Juli 2016

Penempatan TNI di Kapal Angkut Batubara

♞ Tunggu Izin FilipinaPanglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo membantu kepolisian menyelidiki tragedi bom dan baku tembak di Sarinah. TEMPO/Putri Adityowati

Pemerintah Indonesia berencana menempatkan prajurit TNI di di kapal-kapal berbendera Merah Putih yang melintasi perairan yang rawan perompak dan penyandera. Kapal-kapal pengangkut batu bara dari Indonesia ke Filipina Selatan termasuk yang akan dikawal tentara. Meski demikian, rencana ini masih menunggu persetujuan pemerintah Filipina.

"Keberadaan tentara asing dalam suatu negara, lazimnya harus mendapat persetujuan negara yang bersangkutan," ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri Damos Dumoli Agusman saat dihubungi Tempo, Kamis, 7 Juli 2016.

Kata Damos, mekanisme masuknya militer asing, dalam hukum internasional dikenal sebagai 'Status of Forces Agreements' (SOFA). "Ini setiap negara beda-beda mengaturnya," ujar Damos.

Menurutnya ada negara yang mutlak melarang keberadaan tentara asing, dan ada yang mengizinkan, dengan persyaratan konstitusional. "Ada juga negara yang cukup dengan izin Kepala Pemerintahan, ada juga yang mensyaratkan berbeda," ucapnya.

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan siap melaksanakan rencana tersebut, bila izinnya jelas. "Kita harapkan apapun itu, yang penting jalur ekonomi aman," ujarnya saat ditemui di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Rabu 6 Juli 2016 kemarin.

Untuk pengamanan jalur ekonomi, kata Gatot, ada sejumlah opsi yang sedang dirundingkan kedua negara. Yang pertama terkait jaminan keamanan dari pemerintah Filipina. "Apakah mereka kawal (kapal muat yang melintas) atau bagaimana pokoknya harus aman."

Gatot mengatakan Indonesia-Filipina pun bisa melaksanakan Joint Patrol, alias patroli gabungan. Opsi ini juga bisa berbentuk koordinasi. "Jadi tak apa mereka amankan perairannya, kita tetap di perairan kita (sambil berkomunikasi), tutur Gatot. Dalam kesempatan berbeda, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu memastikan operasi patroli bersama militer Indonesia-Malaysia dan Filipina akan mulai diadakan secepatnya.

Pilihan ketiga adalah menurunkan prajurit TNI ke kapal yang bersangkutan, untuk pengamanan. Hal itu memungkinkan, karena pada sebagian besar insiden perompakan, para perompak datang dengan jumlah kecil menaiki perahu motor, dan masih bisa ditangani prajurit TNI di kapal.

Jalur ekonomi laut, ujar Gatot, adalah prioritas Indonesia dan Filipina. "Sehingga Filipina butuh Indonesia, Indonesia butuh Filipina, sama-sama. Pengamanan itu juga untuk pulang-pergi (pengiriman kapal)."

Pada 2016 sudah ada 3 perompakan kapal berbendera Indonesia disusul penyanderaan awaknya. Setelah 2 kejadian pada Maret-April 2016, publik kembali heboh oleh penyanderaan 7 WNI awak kapal Charles 001 milik perusahaan dari Samarinda, pada 21 Juni lalu.
 

  Tempo  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.