Minggu, 01 April 2012

Brimob Ranger War (7)

☆ MENGEJAR KAHAR MUZAKAR DI SULSEL, DIHUJANI TEMBAKAN DI SUNGAI LAMASE ☆

Hasil wawancara dengan mantan anggota Kompi 5994 Brimob Rangers dan Yon 330 Siliwangi, Juni 2008

Resimen Pelopor (Menpor)
emberontakan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan adalah salah satu pemberontakan paling lama dan paling berdarah dalam sejarah Republik Indonesia. Kekuatan pemberontak Kahar Muzakar pada masa puncaknya yaitu tahun 1960-an mencapai 6 batalyon atau lebih dari 6.000 personel. Para anggota pasukan adalah mantan anggota Angkatan Darat yang sudah terampil menghadapi tentara Belanda pada jaman revolusi.

Artinya dibandingkan dengan pasukan pengejarnya, bisa jadi pasukan DI/TII Kahar Muzakar lebih berpengalaman dalam melakukan pertempuran gerilya.

Keterlibatan pasukan Resimen Pelopor dalam pengejaran pemberontak Kahar Muzakar dimulai pada tahun 1964. Pada saat itu, di Kelapa Dua sudah ada tiga batalyon Menpor. Pada masa ini, Menpor mencapai puncak kejayaan dengan anggota hampir 3.000 personel. Pada masa ini pula, markas Menpor di Kelapa Dua harus memenuhi kebutuhan pasukan untuk kampanye Ganyang Malaysia dan mengatasi pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan.

Pasukan Menpor berangkat ke Sulsel pada pertengahan 1964, sebagian besar dari mereka bermarkas di Palopo. Markas komando ini sekaligus berfungsi sebagai gudang logistik.

Sementara itu, pasukan Menpor dipecah dalam unit peleton dan tim dan bergabung dengan unit Angkatan Darat. Pada masa itu, pasukan Menpor sudah menggunakan senjata AR 15, sebuah senjata otomatis untuk pasukan komando yang merupakan bantuan dari pemerintah AS pada tahun 1961. Senjata andalan AR 15 ini sudah teruji oleh pasukan Menpor pada waktu penumpasan pemberontak DI/TII Daud Beureuh dan infiltrasi perebutan Papua/Irian Jaya.

Salah satu peristiwa dramatis dalam penumpasan pemberontakan Kahar Muzakar adalah pada saat dua peleton Menpor melakukan gerakan tempur dengan dua peleton pasukan dari Batalyon 330 Siliwangi. Pasukan gabungan ini bergerak karena ada informasi di sebuah desa di sekitar Lamase menjadi pusat logistik pasukan pemberontak. Sungai Lamase adalah sebuah sungai yang cukup besar dengan arus yang deras di wilayah Sulsel. Kebanyakan gerakan pemberontak memang berada di wilayah ini. Pasukan gabungan bergerak cepat karena mereka khawatir pasukan pemberontak akan memindahkan lokasi logistiknya. Pada saat sampai di Sungai Lamase, pasukan dihadapkan pada arus sungai yang deras, sehingga mereka harus menyeberanginya.

Pasukan Menpor dan Yon 330 Siliwangi mulai menyeberang sungai tersebut, namun pada saat rombongan pertama penyeberang berada di tengah sungai, dari pinggir kampung terdengar tembakan beruntun yang berasal dari senapan ringan M 1 Garrand dan senapan mesin. Suara tembakan itu semakin sengit, dan pasukan penyeberang mulai merasakan desingan peluru disekitar mereka. Beruntung pasukan yang menunggu giliran menyeberang cukup sigap dalam membalas tembakan. Pasukan yang menunggu giliran menyeberang melakukan tembakan perlindungan dengan senapan AR 15 yang dibawa Menpor maupun M1 Garrand yang dibawa anggota Yon 330 Siliwangi.

Para penembak bren dari Yon 330 Siliwangi juga mengambil posisi menembak dan terus melakukan tembakan perlindungan. Setelah rombongan pertama sampai di seberang sungai, gantian mereka melakukan tembakan perlindungan, sementara beberapa anggota Menpor dan Yon 330 melakukan perembesan dan gerakan melambung untuk mengepung musuh. Namun sekali lagi, pasukan Kahar Muzakar sudah berpengalaman menghadapi pasukan elite Belanda dalam perang revolusi, sehingga mereka dengan mudah menghindar dari kepungan. Pada akhirnya pasukan pemberontak berhasil lolos dari kepungan, namun mereka tidak dapat menyelamatkan logistik mereka. Pasukan Menpor dan Yon 330 Siliwangi berhasil menetralisir gudang makanan pemberontak.


Sumber : 
  • rudy79

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.