Minggu, 01 April 2012

Lebih Baik Pulang Nama, Daripada Gagal Dalam Tugas

Semangat juang yang tertanam pada diri para prajurit Grup-2/Parako Kopassus di dalam tugas - pantang mundur dalam pertempuran hingga titik darah penghabisan - benar-benar mereka buktikan, meski sebagian anggota badan harus rusak karenanya...

ada 2003 / 2004, Kopda Sutiyo mendapat kehormatan tugas di wilayah NAD (Nanggroe Aceh Darussalam).

Satu saat, ketika berada di Pidie, pasukan Parako Kopassus mendapat informasi tentang keberadaan salah satu tokoh GAM (Panglima GAM). Atas dasar informasi tersebut, pada malam hari, Selasa 8 Maret 2003, dengan menggunakan penunjuk jalan seorang mantan anggota GAM dan seorang personil Koramil, satu tim pasukan Parako, bergerak menuju sasaran untuk melakukan penyergapan. Pasukan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok penyerang dan kelompok penutup.

Namun sayangnya pergerakan pasukan itu diketahui kelompok separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yang membaur dengan masyarakat Aceh, sebagai pemberi informasi (intelijen) kepada angkatan bersenjata GAM (TNA - Teuntara Nanggroe Aceh).

"Saat akan menyerang, kami di hadang tembakan oleh tim peninjau GAM. Kemudian kami beralih posisi, tapi masih juga di hadang dan kali ini bukan dihadang dengan tembakan melainkan dengan ranjau dan bom di bawah jembatan. Satu orang terkena bom. Saat itu saya berada paling depan dan melakukan kontak tembak senjata selama dua jam lebih. Lalu tangan saya kena tembak, tapi saya tetap berusaha maju." jelas lelaki kelahiran kediri tahun 1976, yang masuk Kopassus 1997 itu.

Ketika itu, kekuatan pasukan angkatan darat kurang dari 20 orang, menghadapi pasukan GAM yang berjumlah sekitar 100 orang.

Akhirnya GAM dapat dilumpuhkan dan dua senjata (AK 47 dan M16A1) dapat disita, meski seorang rekannya dari Grup-2 kena ranjau di paha. Beruntung Sutiyo hanya kena di tangan, namun dia tetap harus di evakuasi dari Pidie ke Lhokseumawe, lalu ke medan dan terakhir ke RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, yang keseluruhan proses pengobatan memakan waktu hampir tiga bulan.

Satu hal yang cukup membanggakan, usai pengobatan yang jari telunjuk kirinya putus itu menghadap pimpinan Kopassus (Danjen) untuk minta di kembalikan ke pasukannya yang masih berada di Aceh. "Selesai pengobatan, saya gak mau pulang. Saya minta dikembalikan ke pasukan depan. Sebagai anggota pasukan khusus, saya lebih baik pulang nama daripada gagal dalam tugas, maka saya minta di kembalikan ke Aceh untuk melanjutkan tugas" tegasnya.

Dengan kondisis tangannya, prajurit yang beristrikan Julia, wanita Peureulak, Aceh Timur itu merasa minder tapi justru tambah berani. " Karena kita dididik dari Komando, ya, kita harus berjuang maksimal dan taruhannya nyawa," kata Kopda Sutiyo yang sekarang menjadi tamtama pengemudi di Grup-2.

“ DWI DHARMA BIRAWA YUDHA ”


(Majalah Defender, April 2007)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.