Minggu, 15 April 2012

Duet B-25 Mitchell dan B-26 Invader

Kedua pembom warisan Perang Dunia II ini menghuni Skadron Udara 1 di Lanud Cililitan (sekarang Halim Perdanakusuma). Skadron berlam­bang Jongga (Kijang) melompat ini untuk pertama kali dipimpin oleh Letnan Udara PGO Noordraven, seorang perwira Indo-Belanda bekas ML.

B-25 Mitchell AURI
B-25 Mitchell dan B-26 Invader menjadi kekuatan inti dari Skadron 1. Tak lama setelah pesawat ini diserahkan kepada AURI, mereka sudah harus melaksanakan operasi tempur di Ambon menumpas gerakan RMS. Dengan segala keterbatasan dan pengalaman, Letnan Noordraven mampu memimpin anak buahnya yang dipangkalkan di Kendari. Dad nomornya, diketahui B-25 ini dari varian foto udara.

Penetapan komandan ini dilakukan pada 29 April 1950. Anak buahnya hanya sehitungan jari yaitu Letnan Muda Udara I/ Caton Perwira RJ Ismail (pilot), Sersan Udara Z Pelmelay (teknisi), dan Sersan Udara Hasibuan (ra­dio). Padahal jumlah B-25 Mitchell mencapai 24 unit, yang kemudian juga ditambah sejumlah pembom B-26 Invader, sangat tidak seim­bang jika dibandingkan dengan jumlah kru.

 Pesawat Pembom Merah Putih Pertama

Kalau pada tanggal 27 Oktober 1945, sebuah pesawat Cureng beridentitas Merah Putih diterbangkan oleh Pak Adisutjipto di Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta, maka peristiwa bersejarah pertama dalam riwayat Skadron 1 adalah, ketika untuk pertama kali Sersan Udara Z Pelmelay diperintahkan menarik sebuah B-25 M-456 dengan identitas Merah Putih dari hangar 3 milik ML ke hanggar 1 milik AURIS. Selanjutnya dilaku­kan pemeriksaan harian karena direncanakan akan dilakukan uji terbang. Maka hari itu, 30 April, hari bersejarah itu pun dimulai. Sebuah B-25 M-456 dengan lambang bendera Merah Putih diekornya sukses melak­sanakan penerbangan perdana dengan awak Indonesia yaitu PGO Noordraven. Rencana penerbangan pesawat pembom beridentitas Merah Putih untuk pertama kalinya itu, disiapkan seorang Captain Pilot Letnan Udara I PGO. Noordraven, Co-Pilot Letnan Muda Udara I RJ. Ismail, flight engineer Sersan Udara Z. Pelmelay dan seorang juru radio Sersan Udara Hasibuan. Setelah satu jam pen­erbangan dan berlangsung aman, kemudian dilanjutkan dengan low pass flying di sekitar Cililitan. Ses­ekali pesawat terbang menyambar­-nyambar diselingi beberapa kali uji coba touch-go. Peristiwa bersejarah ini disaksikan oleh banyak orang, baik dari AURIS maupun dari ML yang masih ada di Cililitan. Hari itu sebuah pesawat pembom AURI terbang untuk pertama kali di angkasa negaranya sendiri dan diawaki oleh bangsanya sendiri.

Varian B-25 AURI
Rupanya peristiwa hari itu seperti memberi sinyal kepada pimpinan TRI bahwa pembom AURIS ini sudah dalam kondisi siap operasional. Beberapa hart kemudian, M-456 menerima perintah operasi untuk standby di Ujung Pandang guna membantu pergerakan Panglima Tentara dan Teritorium IV Kolonel Alex Kawilarang. Bertindak sebagai awak pesawat PGO Noordraven (pilot), RJ Ismail (pilot), LUS Patah (kopilot), SU Hasibuan (radio), Pelmelay, dan KU Manapa (psd).

Setelah seminggu ditempatkan di Ujung Pandang, pesawat yang sama kembali menerima penugasan. Kali ini diperintah mengantar Komodor Muda Udara H Suyono dengan ajudannya LUD Sugoro mewakili KSAU. Mereka ditugaskan menghadiri undangan Royal Air Force Day di Changi, Singapura pada 9-10 Desember 1950. Dalam tugas terbang ke luar negeri ini bertindak sebagai pilot RJ Ismail, LUS Suharsono Hadi­noto (kopilot), Pelmelay, SU Agus (radio), dan SU Slamet.

Skadron 1 terbentuk ketika semua sarana dan prasarana pendukung dalam kondisi sangat terbatas. Demi memudahkan kegiatan di skadron terutama dalam operasi penerbangan, ketika itu disusun dua kelompok awak pesawat. Kelompok I terdiri dari PGO Noordraven, LMU I/Capa Sutopo (kopilot), Sersan Mayor Udara Lesyu (JMU), dan Sersan Mayor Udara Hasibuan (radio). Kelompok II terdiri dari Letnan Udara II RJ Ismail (pilot), Letnan Udara II Patah (kopilot), dan Ser­san Mayor Udara Agus (radio).

Di bawah Skadron 1, kedua pembom B-25 dan B-26 bertugas sebagai pembom taktis. Tugas­nya adalah membantu operasi darat dan laut. Karena semakin meningkatnya intensitas konflik horizontal di dalam negeri, per­mintaan dukungan dari Skadron 1 pun semakin meningkat. Maka karena itu dipandang perlu untuk memperkuat Skadron 1 dengan pe­sawat baru yang lebih siap. Ketika itu pilihan jatuh kepada pembom Tupolev Tu-2.

Tu-2 (NATO: Bat) adalah pesa­wat twin-engine buatan Soviet den­gan desain (high) speed daylight bomber (SDB)/front line bomber (FB) era Perang Dunia II. Tu-2 didesain untuk melaksanakan misi high speed bomber atau dive-bomber, dengan ruang born dalam yang luas. Kecepatannya sama dengan peswat tempur single seat. Aslinya pesawat ini dibuat untuk menandingi Junkers Ju-88 Jerman. Menurut catatan, pesawat ini tidak lama memperkuat AURI karena persoalan teknis.

Sebuah pesawat B-26 yang mengikuti Field Test E70 Canti Yudha II pada 5 September 1970. Field Test ini diadakan sebagai bagian dari rencana kerja Puslitbang Hankam untuk menguji keterampilan personel dalam pelaksanaan komando gabungan.

Dalam perkembangannya, Skadron 1 kemudian dipindah ke Lanud Abdulrahman Saleh, Malang agar lebih efisien dalam menumpas pemberontakan Permesta. Bedol deso ini berlang­sung pada tahun 1958. Selama kurun pengabdiannya, baik B-25 maupun B-26 banyak sekali berperan penting dalam mendukung operasi penumpasan pemberon­takan dalam negeri seperti PRRI dan Permesta. Bahkan sampai Operasi Seroja 1975, sebuah B-25G masih mendukung operasi pasukan darat.

Setelah sekian tahun diop­erasikan Skadron 1, tentu ada masanya sebuah pesawat harus melaksanakan fase pemeliharaan besar. Karena di dalam negeri ke­mampuan ini belum dikuasai, maka untuk overhaul harus dilaksanakan di luar negeri. Ketika itu negara yang dituju adalah Hongkong. Pelaksanaan pemeliharaan berat ini berlangsung selama 1959-60. Secara bergantian, para pilot Skadron 1 menerbanglcan B-25 ke Hongkong. Rute terbang meli­puti Halim-Natuna (RON) - Saigon (RON) - Hongkong. Pemeliharaan berlangsung selama satu bulan, sebelum akhirnya dibawa kembali ke dalam negeri.

Dalam perjalanan ke Hongkong ini, sejumlah kejadian menimpa B-25, yang umumnya disebabkan karena ketidakpahaman terhadap aturan terbang yang sudah ditetap­kan ICAO, atau kekhawatiran ne­gara yang dilewati. Seperti Februari 1959. Sebuah B-25 yang tengah terbang di atas Saigon dan telah mendapat izin untuk mengurangi ketinggian, tiba-tiba diintersep oleh empat pesawat tempur dalam kecepatan tinggi. Dalam buku Sejarah Skadron I/Pembom TNI AU 1950-1977, disebutkan bahwa keempat pesawat tempur tersebut adalah Sabre.


- sumber sejarahperang -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.