Senin, 02 April 2012

Dwikora : Menyusup Ke Malaysia

Profil pasukan tempur yang harus dihadapi oleh sukarelawan Indonesia.
Satuan elite Inggris Royal Ulster Rifles sedang berpatroli.
Patroli hutan King's Own Yorkshire Inggris di hutan Kalimantan Utara.
Personal Yorkshire yang herjalan paling depan dengan senapan Sten Gun-nya.
ntara tahun 1961-1966 meletus konfrontasi Indonesia dart Malaysia yang kemudian memicu konflik bersenjata di perbatasan baik berupa penyusupan pasukan gerilya maupun pasukan regular. Tapi karena konflik itu merupakan peperangan yang tidak diumumkan (undeclared war) infiltrant yang menyusup menggunakan nama sukarelawan meskipun sebagian besar di antaranya merupakan anggota ABRI/TNI. Turunnya anggota TNI itu merupakan langkah antisipasi mengingat musuh yang dihadapi merupakan tentara profesional bersenjata lengkap dan didukung oleh persenjataan modern mulai dari tank hingga pesawat tempur.

Konflik itu sendiri awalnya berlangsung di Kesultanan Brunei dan jauh dari masalah di dalam negeri Indonesia. Pada 8 Desember 1962 di Kesultanan Brunei Darussalam yang kaya minyak dan merupakan protektorat Kerajaan Inggris meletus pemberontakan bersenjata. Para pemberontak yang tidak puas secara ekonomi dan politik di Brunei berniat mendirikan negara merdeka, Negara Kesatuan Kalimantan Utara (NKKU).

Dalam upacara proklamasinya para petinggi NKKU yang berasal dari Partai Rakyat pimpinan Ahmad Azahari rupanya tidak hanya memberontak terhadap Kesultanan Brunei tapi juga tidak setuju terhadap upaya pembentukan negara federasi Malaysia. Sebuah negara federasi yang sedang direncanakan akan dibentuk di antara daerah-daerah yang selama ini menjadi jajahan Inggris di wilayah Asia Tenggara.

Aksi pemberontakan di Brunei yang dimotori oleh sayap militer Partai Rakyat, Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) ternyata tidak berumur panjang. Pasalnya pemerintah Inggris segera turun tangan dengan mengirimkan pasukan Gurkha dari Singapura. Berkat kemampuan tempur Gurkha yang sangat teruji para pemberontak TNKU segera bisa ditumpas dan banyak di antara para pemberontak yang selamat lari masuk hutan di Kalimantan Utara.

Pemberontak yang berhasil menyusup ke hutan serta merta menggalang dukungan dari penduduk setempat yang secara geografis wilayahnya ada yang masuk ke Indonesia. Untuk menggalang dukungan, gerilyawan TNKU tidak lagi ingin meruntuhkan pemerintahan monarki Brunei melainkan menyerukan ketidaksetujuannya terhadap pembentukan negara federasi Malaysia. Perang gerilya pun makin berkecamuk dan pasukan Inggris yang sudah berhasil mengamankan Brunei merasa kewalahan ketika medan tempur meluas hingga wilayah Kalimantan Utara, Sabah, dan Sarawak.

  • Bung Karno marah

Ketika pemberontakan di Brunei meletus secara tiba-tiba Presiden Soekarno sebenarnya sempat berang karena secara terang-terangan Brunei menuduh Indonesia sebagai penggerak kaum pemberontak. Tuduhan itu cukup masuk akal karena pemimpin Partai Rakyat, Azahari pernah menjadi anggota TNI dan bertempur di Yogyakarta. Meskipun ketika meletus pemberontakan, Azahari sedang ke Filipina untuk mencari dukungan, dan pemberontakan dilakukan oleh TNKU, Brunei tetap bersikeras Indonesia memberikan dukungan. Apalagi sisa pasukan TNKU yang lari menyusup ke Kalimantan Utara terus melancarkan perang gerilya dan diyakini mendapat dukungan dari warga Indonesia yang bermukim di Kalimantan Utara.

Akibat serangan gerilya yang bertujuan menggagalkan pembentukan Federasi Malaysia, pemerintah Malaysia yang saat itu berpusat di Kuala Lumpur juga turut melontarkan kecaman terhadap Indonesia. Presiden Soekarno pun makin meradang akibat kecaman yang berasal dari dua kubu itu.

Pemerintah Indonesia pada awalnya tidak secara terbuka menolak pembentukan negara Federasi Malaysia yang akan menggabungkan bekas jajahan Inggris seperti Singapura, Sabah, Sarawak, dan Brunei. Gagasan untuk pembentukan negara federasi itu sendiri awalnya berasal dari Perdana Menteri Persekutuan Tanah Melayu Tunku Abdul Rah-man yang dikemukakan di depan forum The Foreign Correspondents Association of South East Asia. Pemerintah Indonesia masih bersikap pasif karena sedang disibukkan dengan kampanye Trikora untuk membebaskan Irian Barat. Presiden Soekarno yang sedang menghadapi masalah ekonomi juga berusaha tetap menahan diri kendati keinginan untuk berkonfrontasi dengan Malaysia sudah naik ke ubun-ubun.

Namun sesudah beberapa bulan mendiamkan saja beragam kecaman yang diontarkan Kuala Lumpur, pada bulan April 1963 Bung Karno betul-betul tidak bisa menahan din. Di depan peserta yang menghadiri Konferensi Wartawan Asia Afrika yang berlangsung di Jakarta, Bung Karno terang-terangan menentang pembentukan negara Federasi Malaysia. Konfrontasi dengan Malaysia pun tak terelakkan dan seluruh kekuatan politik dan militer Indonesia segera diarahkan untuk mengempur Malaysia.

Militer Indonesia yang sebelumnya digelar untuk Operasi Trikora kembali disibukkan oleh perintah Bung Karno yang sangat tiba-tiba itu. Secara psikologis militer Indonesia bahkan tidak berharap terjadi perang karena musuh yang dihadapi, khususnya Inggris dan sekutunya sangat kuat. Tapi perintah pemimpin besar revolusi yang sedang emosional tetap harus dijalankan sebaik-baiknya.

Keadaan makin memanas karena pada tanggal 29 Agustus 1964 pembentukan negara Malaysia telah ditetapkan di Kuala Lumpur dan London. Pengumuman yang dilakukan secara mendadak dan sepihak itu sangat mengejutkan karena tim pencari fakta PBB yang terdiri dari sembilan negara belum sempat meyelesaikan tugasnya. Tim itu bahkan belum tiba di Kalimantan Utara tapi pengumuman berdirinya negara Malaysia ternyata telah berlangsung. Pengumuman itu bagi Presiden Soekarno yang pernah menghadiri KTT di Manila dan membicarakan tentang berdirinya negara Malaysia tidak hanya melanggar kesepakatan KTT tapi juga menghina pribadi Soekarno.

Dalam kesepakatan KTT di Manila, Soekarno tidak menghalangi pembentukan negara federasi Malaysia asalkan diadakan jajak pendapat terlebih dahulu terhadap masyarakat yang tinggal di Kalimantan Utara.

Menyikapi pengumuman pembentukan negara Malaysia yang bersifat melecehkan kedaulatan Indonesia itu, Soekarno dan kabinetnya segera menempuh jalur keras. Mereka mengemukakan pembentukan Malaysia melanggar tiga hal. Pertama, tidak demokratis, kedua bertentangan dengan KTT Manila, dan ketiga bertentangan dengan resolusi PBB mengenai dekolonisasi. Reaksi keras dan konfrontatif yang kemudian ditunjukkan oleh pemerintah Indonesia adalah tidak hanya sekedar merestui aksi penyusupan para sukarelawan masuk ke seberang perbatasan Malaysia. Tetapi secara terang-terangan kekuatan pasukan ABRI mulai menampakkan dukungannya kepada perjuangan rakyat Kalimantan Utara. Aksi ganyang Malaysia pun tinggal menunggu hari.

  • Dwikora

Tindakan militer untuk menggempur Malaysia pun dikumandangkan oleh Soekarno di depan rapat raksasa di Jakarta pada 3 Mei 1964. Presiden Soekarno lalu mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora). Poin pertama Dwikora adalah petinggi ketahanan revolusi Indonesia. Kedua, membantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Serawak, dan Sabah untuk menghancurkan Malaysia.

Komando tempur Dwikora dipercayakan kepada Panglima Angkatan Udara Laksamana Madya Omar Dhani yang menjabat sebagai Panglima Komando Siaga (KOGA). Sementara tugas yang dibebankan kepada KOGA adalah mempersiapkan operasi militer terhadap Malaysia. Sebagai Panglima KOGA, Omar Dhani bertanggung jawab langsung kepada Panglima Tertinggi ABRI/ KOTI, Presiden Soekarno. Tapi sebelum KOGA dibentuk, aksi penyusupan yang dilancarkan oleh sukarelawan Indonesia sudah berlangsung cukup lama.

Kontak senjata yang terjadi antara pasukan Inggris dan sukarelawan Indonesia 
yang berlangsung di hutan-hutan Kalimantan Utara 
tidak jarang menimbulkan korban jiwa dari kedua belah pihak.

Operasi penyusupan yang digelar Indonesia ke wilayah perbatasan Malaysia sesungguhnya merupakan operasi yang berbahaya karena musuh yang dihadapi merupakan pasukan reguler terlatih dan berpengalaman di berbagai medan perang. Militer Malaysia yang didukung Inggris dan negara-negara persemakmuran seperti Selandia Baru serta Australia tidak bisa dihadapi oleh pasukan gerilya yang menyamar dan mengunakan persenjataan terbatas. Gerilyawan Indonesia yang terdiri dari para sukarelawan bahkan harus menghadapi pasukan Gurkha dan SAS Inggris yang sudah sangat berpengalaman dalam pertempuran hutan. Selain itu, garis perbatasan Malaysia-Indonesia yang panjangnya sekitar 1.000 km juga tidak mungkin hanya diamankan oleh pasukan gerilya.

Evakuasi korban pasukan Inggris
Kondisi itu mungkin tidak terpikirkan oleh Presiden Soekarno yang sedang bersemangat setelah sukses merebut Irian Barat lewat Trikora. Tapi bagi Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Achmad Yani, situasi medan tempur di perbatasan itu sangat merisaukannya, kendati Angkatan Darat sudah mengirim Batalyon II RPKAD untuk mengamankan perbatasan. Letjen Ahmad Yani pun segera memanggil personel andalan RPKAD yang sukses memimpin perang gerilya di Irian Barat, Mayor Benny Moerdani. Tugas yang kemudian dibebankan kepada Benny adalah segera berangkat ke Kalimantan Utara dan mengorganisasi cara menangkal aksi penyusupan pasukan Inggris.

Karena tugas Benny merupakan misi rahasia dan setibanya di Kalimantan Utara tidak menggunakan identitas prajurit RPKAD, Benny yang berangkat langsung dari Cijantung hanya membawa tim kecil. Tujuan operasi penyusupan tim kecil Benny adalah mengamati rute-rute penyerbuan yang nantinya bisa dipakai oleh induk pasukannya. Kawasan yang pertama kali menjadi daerah operasi Benny dan timnya di Kalimantan Utara adalah sebuah dusun kecil yang berlokasi di seberang perbatasan Serawak-Kalimantan Barat. Setelah sesuai dengan sasaran yang diserbu oleh RPKAD dan satuan lainnya pasukan kecil Benny terus melaksanakan tugas secara berpindah-pindah.

Selama melaksanakan misi pengintaian dan penyusupan di perbatasan, Benny, meskipun pada saat itu ABRI sudah secara terang-terangan membantu gerilyawan TNKU, harus selalu melaksanakan taktik penyamaran Sesuai kebijakan yang diambil pimpinan ABRI masa itu, Benny memperoleh identitas baru sebagai seorang sukarelawan dan memakai seragam TNKU. Nama yang tertulis di kartu anggota TNKU tetap Moerdani, tapi dia dijadikan warga masyarakat Kalimantan Selatan, kelahiran Muarateweh, kota kecil yang berada di tepi Sungai Mahakam. Bersama personel TNKU yang dipimpinnya Benny kemudian mulai melancarkan perang gerilya terhadap pasukan Inggris. Pasukan TNKU yang berintikan prajurit RPKAD yang sudah berpengalaman tempur itu pun langsung menunjukkan prestasinya kendati musuh yang dihadapi merupakan pasukan khusus SAS.

  • Diplomasi Intelejen

Dalam suatu serangan penyergapan di pedalaman Kalimantan Timur yang berhutan lebat pasukan gerilya TNKU berhasil menawan satu orang musuh, menembak mati satu orang lagi, sementara dua musuh berhasil melarikan diri dan lolos karena.diselamatkan heli Inggris. Dad total musuh yang berjumlah empat orang, tim kecil bisa dipastikan anggota SAS yang sedang menyusup.

Peristiwa tertawannya satu anggota pasukan SAS itu segera disampaikan kepada Letjen Ahmad Yani. Karena merupakan peristiwa sangat penting, anggota SAS yang tertawan dan terluka cukup serius itu segera diperintahkan oleh Ahmad Yani untuk dikirim ke Jakarta guna kepentingan propaganda. Bukti adanya pasukan SAS yang tertawan jelas akan membuat pemerintah Inggris mengambil sikap terhadap kebijakan militernya di perbatasan Kalimantan-Malaysia.

Tapi karena kurangnya alat transportasi dan sarana kesehatan, anggota SAS yang tertawan ternyata sudah meninggal sebelum dikirim ke Jakarta. Mayat anggota SAS itu akhirnya terpaksa dikuburkan di tengah hutan Kalimantan dan hanya dog tag dan persenjataannya yang dikirim ke Jakarta sebagai barang bukti.

Pada pertengahan tahun 1964 konfrontasi Indonesia-Malaysia makin memuncak apalagi setelah pasukan TNI AU menerjunkan sekitar 100 pasukan ke wilayah Labis dan kemudian Johor. Aksi ini nyaris menyulut aksi balasan besar-besaran yang akan dilancarkan RAF dan AL Inggris. Jika pesawat-pesawat tempur RAF yang berpangkalan di Singapura sampai menyerang Jakarta, konflik Indonesia-Malaysia pasti berubah kepada kondisi yang sangat merugikan Indonesia.

Untuk mengatasi hal terburuk itu, Benny pun dipanggil pulang ke Jakarta pada bulan Agustus 1964. Untuk pulang ke Jakarta dari pedalaman Kalimantan bukan sesuatu yang mudah bagi Benny. Pasalnya ia harus berjalan kaki selama empat hari ke kawasan Long Sembiling, lalu disusul melewati belasan jeram sebelum mencapai sungai besar yang menjadi sarana transportasi utama di Kalimantan. Setelah menyusuri sungai besar tersebut Benny pun akhirnya tiba di Tarakan dan selanjutnya terbang ke Jakarta.

Menyadari bahwa jika pasukan Inggris sampai mengerahkan seluruh kekuatannya akan berakibat fatal, pemerintah Indonesia pun segera melakukan penyempurnaan terhadap organisasi pertahanannya. Komando KOGA yang menurut Presiden Soekarno dianggap tidak bisa berjalan efektif kemudian diubah menjadi Komando Mandala Siaga (KOLAGA). Dalam struktur komando ini Omar Dhani tetap menjabat panglima namun kekuasaannya mulai berkurang karena wilayah komandonya dibatasi hanya di mandala Sumatra dan Kalimantan.

Kewenangan komando Omar Dhani semakin surut setelah pada 1 Januari 1965, Soekarno menunluk Mayjen Soeharto sebagi Wakil Panglima I Kolaga. Wibawa Omar Dhani pun makin merosot akibat kehadiran Soeharto yang telah sukses menggelar Operasi Trikora itu. Sebagai Wakil Panglima I Kolaga dan sekaligus Panglima Kostrad, Soeharto segera melaksanakan perjalanan di seluruh wilayah Kalimantan Utara dan Sumatra Utara. Dari semua wilayah yang dikunjungi sesuai perintah Dwikora akan dilaksanakan serangan besar-besaran terhadap Malaysia. Tapi Soeharto ternyata punya pertimbangan tersendiri terhadap perkembangan situasi yang kritis dari konflik Indonesia-Malaysia.

Pertimbangan Soeharto terhadap konflik yang makin memanas itu menjadi semakin realistis sejak munculnya gerakan G30S/PKI yang mengakibatkan korban sejumlah jenderal AD, salah satunya adalah Achmad Yani. Gerakan G30S/PKI yang berhasil ditumpas berkat ketegasan kepimpinan Soeharto itu makin membuat wibawanya naik daun. Beberapa minggu kemudian Omar Dhani yang dianggap terkait G30S/PKI diberhentikan dan Panglima Kolaga langsung diserahkan kepada Soeharto.

Tak lama kemudian disusul munculnya Supersemar 11 Maret 1966 yang berisi surat perintah penyerahan kekuasaan kepada Soeharto. Dengan modal kekuasaan dan wibawa yang dimilikinya Soeharto pun memaki kebijakan sendiri untuk mengatasi konfrontasi Indonesia -Malaysia. Secara diam-diam Soeharto kemudian membuka operasi rahasia yang bersifat khusus. Untuk melaksanakan operasi tersebut ternyata dipercayakan kepada Benny.

Tujuan operasi khusus itu sendiri ada dua target. Pertama, melakukan usaha penggalangan dengan para tokoh masyarakat dan partai-partai politik di Malaysia yang tidak mendukung pembentukan negara Malaysia. Melalui orang-orang yang mendukung itu, mereka akan dimanfaatkan untuk mendukung perjuangan Indonesia. Kedua, mengkaji secara mendalam kebenaran persepsi dan sikap formal pemerintah Indonesia yang beranggapan Indonesia memang telah dikepung oleh Nekolim Malaysia. Sementara sasaran inti operasi khusus adalah seluruh potensi yang anti federasi dan pro pemerintah Indonesia serta mereka yang kemungkinan menyetujui adanya gagasan untuk mengakhiri konfrontasi secara damai. Namun jika operasi khusus itu menemui kegagalan semua kekuatan militer Indonesia siapkan melakukan penghancuran fisik terhadap Malaysia.

  • Dari Thailand

Operasi khusus yang dipimpin oleh Benny tidak dilaksanakan langsung dari Indonesia melainkan dari daratan Thailand yang berada di lambung belakang Malaysia. Operasi itu terbagi dalam empat jenis, yakni operasi intelijen, operasi teritorial, operasi kantong, dan operasi ganyang. Operasi intelijen bertujuan mengumpulkan segala macam bahan-bahan intelijen, operasi teritorial bertujuan membantu rakyat setempat yang menentang pembentukan negara Malaysia, operasi kantong merupakan pemindahan pasukan ABRI dari perbatasan masuk ke daerah lawan secara clandestine, dan operasi ganyang merupakan aksi perongrongan oleh para gerilyawan di daerah lawan.

Pesawat pembom Inggris Avro Vulcan di Butterworth Penang.
Sejumlah born tampak disiagakan dan siap dipasang.
Sesuai rencana jika konflik makin meluas 
RAF akan melancarkan Operation Profitter Valiants 
untuk menyerang Jawa dan Sumatra.

Operasi khusus yang ditangani Benny ternyata lebih menonjol dan cenderung menyelesaikan konfrontasi Indonesia-Malaysia secara damai. Benny yang saat berada di Thailand menyamar sebagai petugas tiket Garuda, tugasnya tidak hanya secara diam-diam mengirimkan infiltrant lewat Thailand tapi membangun kontak dengan tokoh-tokoh Malaysia yang pro damai. Kontak pertama dengan tokoh Malaysia bernama Ghazali dilakukan Benny di Bangkok. Kehadiran Ghazali sendiri saat itu didampingi Des Alwi, tokoh nasionalis Indonesia yang terpaksa melarikan diri ke Malaysia karena menentang kepemimpinan Bung Karno. Dari dua orang yang ditemuinya itu, Benny yang sudah mendatangkan Ali Moertopo ke Bangkok, lalu membangun kontak lebih jauh lagi, yakni bertemu Menteri Pertahanan Malaysia, Tun Abdul Razak.

Des Alwi yang kemudian bertemu Abdul Razak ternyata mendapat sambutan positif karena Menhan Malaysia ini ternyata menginginkan penyelesaian secara damai. Berbeda dibandingkan PM Malaysia Tunku Abdul Rahman yang masih menginginkan konfrontasi. Des Alwi juga menekankan keinginan penyelesaian secara damai itu bukan datang dari Soekarno melainkan dari Soeharto yang juga menjabat Panglima Kostrad. Kepercayaan Razak makin mantap karena sepengetahuannya Kostrad tidak begitu antusias mengganyang Malaysia. Itu bisa dilihat dari sedikitnya personel Kostrad yang berhasil ditawan Malaysia. Dengan unsur “tidak begitu dendam” terhadap Kostrad, Razak kemudian bersedia untuk segera bertemu Benny.

Tak lama kemudian pertemuan Benny dan Razak berlangsung di Bangkok. Hasil pertemuan untuk penyelesaian secara damai bahkan makin maju karena Razak yang begitu antusias malah mengundang Benny untuk datang ke Kuala Lumpur.

Ketika perundingan damai antara Benny dan Menlu Razak makin mengalami kemajuan, pertempuran di perbatasan masih berlangsung sengit. Baik politisi dan petinggi militer Malaysia maupun Indonesia hanya sedikit yang mengetahui upaya penyelesaian damai itu. Benny sendiri ketika berkunjung ke Malaysia melakukannya secara rahasia. Agar tidak mengundang kecurigaan para petugas intelijen Inggris yang banyak berkeliaran di Malaysia, Benny mempergunakan dokumen perjalanan Malaysia. Misi Benny sukses selain bertemu Razak, dia juga sempat mengunjungi tahanan asal Indonesia dan memproses administrasi untuk memulangkan mereka kelak. Benny bahkan bisa menyiapkan safe house di Kuala Lumpur untuk lokasi perundingan-perundingan selanjutnya.

Tim operasi khusus yang kemudian memungkinkan pejabat Indonesia bisa berkunjung ke Kuala Lumpur untuk berunding bahkan menjadi lebih lengkap. Tidak hanya Benny, tapi anggota tim utama lainnya seperti Benny, Ali Moertopo, Daan Mogot, dan Willy Pesik juga hadir. Kedatangan tim secara rahasia itu bahkan sempat menggemparkan Malaysia. Pasalnya, kendati tim Benny datang dengan memakai dokumen perjalanan Malaysia, secara tak sengaja mereka mengisi kolom formulir imigrasi sehingga petugas imigrasi tahu adanya orang yang menyelundup ke Kuala Lumpur.

Menteri Dalam Negeri Malaysia Tun Ismail menjadi berang karena merasa tidak diberi tahu, tapi mujur Abdul Razak bisa menjernihkan kehebohan itu. Meskipun Mendagri Ismail sempat berang, kontak Razak dan tim Benny serta All Moertopo yang berada di Jakarta ternyata masih bisa berjalan secara rahasia. Pihak Inggris dan PM Malaysia yang sengaja tidak diberi tahu mengenai upaya damai, ternyata diam-diam saja seperti tidak tahu sama sekali. Sebaliknya di Indonesia, Bung Karno yang sudah mencium upaya damai itu malah tampak tenang-tenang dan menilai Benny sedang belajar jadi seorang diplomat.

Puncak dari operasi rahasia adalah ketika sebuah Hercules TNI AU pada 25 Mei 1966 terbang secara rahasia dari Jakarta menuju Kuala Lumpur. Hercules yang mengangkut sejumlah perwira tinggi ABRI untuk perdamaian itu akan mendarat di Bandar Udara Subang, Kuala Lumpur, dan selanjutnya meneruskan perjalanan menuju Alor Setar, ibukota negara bagian Kedah untuk mengawali pembicaraan dengan PM Malaysia Tunku Abdul Rahman. Yang unik Tunku Abdul Rahman saat itu tidak mempercayai Razak bahwa akan datang tim perdamaian dari Indonesia. Namun demikian, Tunku Rahman tetap terbang menuju Alor Setar. Sebaliknya ketika Tunku sudah terbang, Abdul Razak mulai was-was karena Hercules TNI AU yang ditunggu-tunggu tidak segera tiba.

  • Misi Damai

Ketegangan dalam menunggu kedatangan Hercules makin diperburuk karena adanya gangguan komunikasi radio dan dugaan jangan-jangan Hercules misi damai itu telah ditembak jatuh Inggris. Kendati merupakan penerbangan untuk misi damai, rute yang dilalui Hercules tetap melalui kawasan udara yang menjadi kawasan patroli bagi pesawat-pesawat tempur RAF. Setelah diketahui bahwa gangguan komunikasi radio disebabkan gelombang radio di Subang sedang diganti frekuensinya, Razak dan timnya akhirnya hanya bisa menunggu. Tapi Razak tetap masih menunjukkan kegelisahannya karena terlanjur mengirim sebuah pesawat terbang dengan harapan bisa memandu Hercules. Pesawat yang dikirim Razak ini juga tetap saja rentan terhadap sergapan pesawat tempur Inggris.

Tim misi perdamaian dari Indonesia yang berkunjung ke Kuala Lumpur 
hulan Mei 1966 dan ditemui petinggi Malaysia. 
Dari kiri Tan Srie Ghazalie Shatie, Ali Moertopo, Tun Abdul Razak, 
Benny Moerdani, Tun Ismail, Daan Mogot.

Hercules misi damai yang dipiloti Komodor Susanto akhirnya bisa mendarat dengan selamat di Kuala Lumpur. Setelah mengadakan perundingan dengan Razak dan sukses, tim sepakat melanjutkan perundingan dengan Tunku di Alor Setar. Tapi mendaratnya pesawat militer Indonesia di Kuala Lumpur dengan misi rahasia ternyata membuat perwakilan Inggris marah besar. RAF bahkan mengancam akan menembak jatuh Hercules yang melanjutkan perjalanan ke Kedah karena pasti melintasi ruang udara Butterworth. Penang, tempat pangkalan militer Inggris. Sementara delegasi Indonesia juga tak mungkin meninggalkan Hercules TNI AU karena pasti akan disabot oleh Inggris. Untuk mengatasi kendala itu sejumlah pejabat penting Malaysia memutuskan masuk Hercules sehingga membuat RAF kebingungan.

Mereka tidak mungkin menembak jatuh Hercules yang berisi para pejabat penting Malaysia. Penerbangan ke Kedah pun berlangsung dalam suasana penuh ketegangan. Suasana bersahabat baru muncul setelah rombongan tiba di rumah peristirahatan Tunku Rahman. Kehadiran Benny yang cukup dikenal Tunku lewat Razak bahkan makin memperlancar pertemuan.

Hasil perundingan sukses dan pada 27 Mei, tim perdamaian Indonesia sudah bisa pulang ke Jakarta. Tindak lanjut dari pertemuan dengan Tunku Rahman adalah perundingan Abdul Razak dengan Menlu Adam Malik di Bangkok dan langsung menghasilkan rumusan mengenai penyelesaian konfrontasi secara damai. Tapi sikap Adam Malik yang menerima begitu saja setiap usulan Malaysia sempat membuat Bung Karno dan unsur dari ABRI kecewa, sehinggga peran Adam Malik diserahkan kepada Soeharto. Di tangan Soeharto bola penyelesaian damai seolah menemukan penyerang yang tinggal mengegolkan ke gawang.

Pada 11 Agustus 1966, piagam yang dikenal sebagai Jakarta Accord berisikan persetujuan untuk menormalisasi hubungan Indonesia-Malaysia disepakati. Konfrontasi yang telah menelan korban jiwa dan harta pun bisa diakhiri dengan memuaskan dan menghindarkan dari perang yang makin meluas hingga ke Sumatra dan Jawa. Setelah perdamaian bisa diwujudkan, Benny ternyata masih bertahan di Kuala Lumpur. Prajurit komando itu tidak lagi bertugas menggalang pasukan gerilyawan tapi bertugas memulihkan kembali persahabatan antara kedua Bangsa baik secara diplomatik maupun sebagai saudara serumpun. (win)


Sumber :
  • sejarahperang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.