Minggu, 15 April 2012

Musibah Hercules

 Peti Mati Hercules
Selama sewindu, banyak pesawat milik TNI berjatuhan. Terbentur rahasia militer.

Evakuasi Hercules C-130 Alpha 1325 di Magetan (Antara)
VIVAnews – SAAT tersadar, Bambang Saputro, mendapatkan dirinya tergeletak di tengah sawah. Darah mengucur dari kepalanya. Badannya luka-luka. Dia tak kuat berdiri. Beberapa puluh langkah dari tempatnya, ada rerimbunan bambu. Saputro menoleh: satu pesawat remuk sedang terbakar.

Asap hitam menggumpal di udara.

Tak jauh dari Saputro, ada rekannya Purwanto. Lelaki itu juga tergeletak di tengah sawah. Dua anggota TNI-AU berpangkat prajurit ini ingat, setengah jam lalu mereka naik Hercules C-130. Berangkat dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta . Tujuannya Biak. Bersama mereka, ada 99 penumpang dan 13 kru.

Cuaca pada pagi Rabu, 20 Mei 2009 itu sebetulnya cerah. Setengah jam terbang, Saputro mendengar ledakan keras di udara. “Kemudian pesawat melayang rendah, dan terasa oleng,” kata Saputro. Selanjutnya, Saputro tak ingat apa-apa lagi.

Adapun Purwanto masih merasakan pesawat bernomor ekor A-1325 terguncang begitu hebatnya. Penumpang lain terjaga dari lelapnya. Teriakan kepanikan membahana saat pesawat menukik tajam.

Purwanto tak berdaya, tubuhnya terlempar ke sana ke mari membentur dinding pesawat. "Tiba-tiba saya tercampak ke sawah,” katanya. “Saya melihat mayat bergelimpangan dan pesawat terpotong menjadi dua, bagian depan dan ekornya," katanya.

Setelah beberapa saat, warga setempat mengevakuasi dua tentara ini. Mereka dibawa Rumah Sakit Lanud Iswajudin, Madiun, Jakarta Timur. Di sinilah mereka baru tahu pesawat yang mereka tumpangi jatuh di desa Geplak, Kecamatan Karas, Magetan, Jawa Timur, pada 06.25 WIB.

Ketika terjatuh, pesawat juga menimpa dua rumah penduduk. Menurut informasi TNI-AU, kecelakaan itu menewaskan 99 orang, termasuk dua penghuni rumah itu. Lokasi musibah lima kilometer dari Lanud Iswahyudi, tempat mereka hendak mendarat. Menurut jadwal, Hercules naas itu akan melanjutkan terbang ke Makassar dan Biak , Papua.

Evakuasi korban sudah dilakukan. Begitu juga puing-puing badan pesawat. Memang setelah jatuh, badan pesawat panjangnya 15 meter itu patah dua. Bagian kepala masuk ke dalam lumpur. Puing-puing inilah yang diangkut dengan truk TNI Angkatan Udara (AU).

***

Penyelidikan sebab musabab jatuhnya Hercules itu sedang dilakukan TNI Angkatan Udara. Panitia Penyidik Kecelakan Pesawat Udara TNI AU sampai kemarin masih berada di lokasi jatuhnya pesawat.

Biasanya, penyebab kecelakaan pesawat –komersial—akan terungkap setelah kotak hitam (black box) ditemukan. Kotak itu merekam informasi percakapan pilot dengan awak pesawat sebelum terjadinya kecelakaan.

Tapi, pesawat militer tak mengenal black box. “Kalau ada black box-nya, misalnya ketika perang, kemudian pesawat jatuh ditembak musuh, mereka akan mencari black box dan akan diketahui kekuatan kita," kata Kapuspen TNI Marsekal Muda Sagoem Tamboen.

Kendati begitu, kata Sagoem, TNI tetap menyelidiki penyebab jatuhnya pesawat. “Tim kami akan mengumpulkan puing sebagai bukti untuk bahan analisa," katanya. Selain itu, kata Sagoem, TNI juga akan meminta keterangan warga setempat, para saksi langsung inseiden tersebut.

TNI-AU juga mengumpulkan riwayat pesawat. Menurut Sagoem, seluruh fakta dilihat, mulai laporan orang yang memelihara (maintenance), dan kesaksian warga. Soal perawatan, Sagoem sudah ada jawaban. “Sehari sebelum terbang, pesawat itu mendapat perawatan. Dan layak terbang,” katanya.

Marsekal Muda TNI Purnawirawan Tarigan Siberu, dia mantan Pilot Hercules pada 1989, menilai penyebab jatuhnya Hercules C-130 akibat terbang terlalu rendah sekitar lima kilometer mendekati ujung landasan. Pesawat itu melayang lebih rendah dari 1.500 kaki. “Itu bukan hal biasa,” katanya. "Tidak mungkin pesawat serendah itu.”

Selama menerbangkan Hercules, pesawat umumnya berada pada jarak di atas 1.500 kaki. Kalau lebih rendah, kemungkinan ada yang salah. Tapi Tarigan tak bisa menyimpulkan. “ Ada kemungkinan udara kosong, atau lost power," katanya.

Tapi, pada satu peristiwa kecelakaan ada banyak mata rantai yang perlu ditelusuri. “Jangan hanya berpatokan kurang pemeliharaan atau pesawat tidak layak terbang,” katanya. "Saya kira, kalau pesawat tak layak terbang maka pesawat tidak akan diterbangkan.”

***

Akrab disapa si Herky, Hercules adalah burung besi multiguna dengan empat engine turbo propeller berkekuatan 4000 tenaga kuda. Ia dapat terbang di ketinggian 6000 meter dengan kecepatan 300-400 mil per jam.

Dengan panjang antara 30-40 meter, serta tinggi sekitar 12 meter, ke dalam perutnya bisa dijejali pasukan, dan beragam peralatan militer. Semuanya masuk: dari jip, panser, hingga helikopter. Total angkutan mencapai 20 ton.

Di udara, Herky juga cukup tangguh. Burung besi yang gendut itu bisa menembus daerah terpencil. Kelebihannya, dia mampu tinggal landas, dan mendarat di medan yang sulit. Bahkan terbang rendah yang tak terjangkau radar musuh.

Pertama kali mengudara pada 23 Agustus 1954 di Amerika, pesawat produksi Lockheed Martin ini sudah dipakai Indonesia sejak 18 Maret 1960. Indonesia menjadi negara pertama di luar Amerika yang menggunakan C-130. Armada Herky awalnya di tempatkan di Skadron 31 di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta dan Skadron 32 di Lanud Abdurrahman Saleh, Malang, Jawa Timur.

Dari segi usia, Hercules memang sudah tua. Kondisi ini kian parah karena dana pemeilihartaan kurang. Perawatan pun seadaanya. Akibatnya, sudah enam kali Hercules kecelakaan.

Pertama kali terjadi pada saat Operasi Dwikora, sepanjang 1963-1965. Satu Hercules nomor registrasi T-1307 yang dipiloti Letkol Djalaludin Tantu jatuh. Korban 47 orang. Pasukan Gerak Tjepat yang dipimpin Kolonel S. Sukani hilang.

Pada masa operasi militer itu, kecelakaaan kedua terjadi di Long Bawang, Kalimantan , pada 17 September 1965. Pesawat nomor registrasi T-1306 itu dipiloti oleh Mayor Soehardjo dan Kapten Erwin Santoso. Lalu, musibah berikutnya menimpa pesawat nomor AI-1322. Pesawat intai maritim ini jatuh di Pegunungan Sibayak, Sumatera Utara.

Pada 5 Oktober 1991, terjadi kecelakaan cukup banyak menelan korban. Hercules jatuh bernomor A-1234 jatuh di Condet, setelah lepas landas dari Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma. Kecelakaan pesawat yang dipiloti Mayor Syamsul ini menelan korban 119 penumpang, dan 11 kru serta dua penduduk.

Lalu pada 20 Desember 2001, Hercules kecelakaan di Lhokseumawe, Aceh Utara, karena overshoot di landasan. Tak ada korban jiwa di sini. Kecelakaan yang terbaru terjadi di Magetan, Jawa Timur, pada Rabu 20 Mei 2009.

Barangkali karena riwayat buruk inilah, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengutarakan niatnya “mengandangkan” Hercules tua dan tak layak terbang lagi. Ini sepertinya potret dari alat perang udara yang dimiliki TNI-AU. Seorang perwira tinggi di Departemen Pertahanan, pernah menyebutkan, “Seperti menerbangkan peti mati”.

Tapi, pengamat politik militer Agus Widjoyo, berharap Departemen Pertahanan tidak buru-buru memutuskan status grounded bagi sisa Hercules yang masih bisa dioperasikan TNI. Menurut dia, “Harus ada keputusan lebih komprehensif untuk melihat kebutuhan TNI,” katanya. Jangan sampai, ketika telah banyak kasus kecelakaan, dan Hercules dikandangkan, maka terjadi kerugian lebih besar.

Sebab jatuhnya pesawat, kata Agus, mungkin tak akan dibuka kepada publik. Sebab selama ini militer jarang sekali menuntaskan penyelidikan sampai selesai. "Kami juga tidak tahu banyak, karena memang hasil penyelidikan biasanya tidak dipublikasikan," kata Agus.

Selama ini, penyelidikan itu bersifat internal. Alasannya, mencegah beredarnya cerita penyebab kecelakaan yang masuk kategori "harus dirahasiakan". Itulah sebabnya, tak pernah terungkap penyebab kecelakaan.

Padahal, kata Agus, hasil penyelidikan penting untuk mendapatkan kesimpulan akar penyebab kecelakaan. Apalagi kecelakaan ini bukan pertama kali. Tanpa data, maka pengamat, atau siapa pun tidak akan berani menyimpulkan. "Kalau hasilnya hanya rekaan, siapa pun bisa saja menyimpulkannya.”

 Jatuhnya Pesawat Militer
Selama bertahun-tahun, pesawat militer TNI terus berjatuhan.

Daftar Kecelakaan Pesawat Militer 2000-2009
28 Maret 2000
Pesawat Jet Hawk Mk-53 TNI AU jatuh di Bandara Iswahyudi, Madiun.

Juli 2000
Pesawat A-4 Skyhawk jatuh saat patroli rutin di Sulawesi Selatan.

21 November 2000
Pesawat latih jenis Hawk TNI AU jatuh di Pontianak.

8 Januari 2001
Pesawat Cassa N-212 TNI AL U-614 Timika menabrak Pegunungan Jayawijaya.

16 November 2001
Pesawat Hawk 200 mengalami gangguan saat take off.

20 Desember 2001
Pesawat Hercules C-130 A1329 Skud 31 tergelincir dan terbakar di Bandara Polonia.

28 Maret 2002
Dua pesawat latih Hawk Mk-53 (TT5310 dan TT 5311) tabrakan ketika sedang latihan aerobik.

27 Agustus 2002
Helikopter latih TNI AU Bell-47G Soloy jatuh di Pabuaran, Subang, Jawa Barat.

10 Februari 2003
Pesawat A-4 Skyhawk TNI AU tergelincir di Bandara Hasanuddin, Makasar.

22 April 2003
Helikopter BO-105 HS-7058 TNI AD jatuh di Desa Merbau, Aceh Utara.

30 Oktober 2003
Helikopter Sikorsky S-58T H-3408 jatuh di kebun kacang sekitar Lanud Atang Sanjaya, Bogor.

06 Juli 2004
Pesawat latih TNI AU AS-202B jatuh di areal sawah desa Serut, Kec Sukomoro, Kab Nganjuk.

12 Oktober 2004
Helikopter Bell 205 TNI AD jatuh di Desa Balng Rakal, Aceh.

01 Desember 2004
Pesawat F-16 TNI AU tergelincir di Bandara Hasanuddin, Makasar.

22 Desember 2004
Helikopter TNI AL Bell 416 jatuh di Nabire.

23 Desember 2004
Helikopter Super Puma NAS-332 dengan nomor lambung 3201 Buatan IPTN jatuh di desa Suren Gede, Wonosobo, Jawa Tengah.

21 Juli 2005
Pesawat CN-235 TNI AU jatuh ketika landing di Bandara Malikussaleh, Lokseumawe.

21 Juli 2005
Pesawat TNI AU OV-10 Bronco jatuh di hutan Cincing, Malang, Jawa Timur.

12 Oktober 2005
Helikopter S-58T H-3451 TNI AU jatuh ketika latihan di Lanud Sentani, Papua.

19 Juli 2006
Pesawat Cassa NC-212-200 TNI AD jatuh di tambak Cilendek, Semarang.

21 November 2006
Pesawat Hawk 209 TT-0207 TNI AU jatuh di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, karena kerusakan mesin.

23 Juli 2007
Pesawat OV-10F Bronco jatuh.

30 Oktober 2007
Pesawat Hawk 209TT 0203 TNI AU jatuh di Bandara Sultan Syarief Kasim, Pekanbaru.

30 Desember 2007
Pesawat intai Nomad P-833 TNI AL jatuh di perairan Sabang, NAD.

07 Januari 2008
Helikopter S-58T nyungsep  di desa Ogom, Riau.

28 Juni 2008
Pesawat militer Cassa 212 mengangkut 18 orang, termasuk 12 personil militer dan 6 warga sipil, yakni 3 orang asing berasal dari India, Inggris dan Singapura jatuh di Gunung Salak.

07 Maret 2009
Helikopter penerbad Hughes C-300 HL-4098 jatuh di tambak kelurahan Tugu, Semarang.

09 Maret 2009
Pesawat Fokker F-27 TNI AU jatuh di Bandara hussein Sastranegara, Bandung. Sebanyak 24 penumpang dan awak  pesawat tewas.

20 Mei 2009
Pesawat Hercules C-130 A-1325 berawak 14 dan membawa 98 penumpang jatuh di desa Keplak, Kabupaten Madiun. Hampir semua penumpang tewas.

 Sudah Uzur, Kurang Gizi Pula
TNI ajukan anggaran Rp 127 triliun, yang disetujui hanya Rp 33,6 triliun.

Pesawat Hercules TNI AU (ozone.or.id)
VIVAnews – HERKULES C-130 milik TNI Angkatan Udara yang jatuh di Desa Geplak, Kecamatan Karas, Magetan, Jawa Timur, Rabu 20 Mei 2009, bukan satu-satunya armada TNI yang celaka tahun ini.

Sembilan hari sebelumnya, di Bandara Wamena, Hercules TNI AU juga tergelincir setelah satu bannya lepas. Belum pula hilang dari benak kita, kecelakaan Fokker 27 milik TNI Angkatan Laut di hangar PT Dirgantara Indonesia, Bandung pada 6 April 2009 lalu yang menewaskan 24 personel TNI.

Serangkaian kecelakaan ini menimbulkan banyak spekulasi, mulai dari umur pesawat yang sudah tua, minimnya anggaran pemeliharaan dan alat utama sistem pertahanan (alutsista) TNI, sampai pilot yang kurang terlatih.

Dari berbagai dugaan yang mencuat itu, minimnya anggaran yang dialokasikan untuk TNI paling banyak disebut-sebut, meski Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak sependapat dengan anggapan itu. Anggaran pemeliharaan alutsista tidak pernah dikurangi, yang dikurangi adalah anggaran pembelian yanga baru.

Tapi Wapres Jusuf Kalla dan anggota Komisi I DPR Yuddy Chrisnandy, sangat yakin masalah anggaran merupakan penyebab utama kecelakaan pada alat angkut milik TNI itu.

Tahun ini, TNI sebetulnya mengajukan anggaran Rp 127 triliun, tapi yang disetujui hanya Rp 33,6 triliun atau 26 persen dari yang diajukan. Jumlah ini bahkan masih lebih sedikit dibandingkan dengan dana yang mengucur tahun 2008 sebesar Rp 36 triliun. Padahal untuk negara seluas Indonesia, TNI butuh sedikitnya Rp 100 triliun setahun atau US$ 11 miliar.

Bandingkan dengan Singapura yang menganggarkan US$ 4,4 miliar untuk tentaranya, sementara TNI dengan jumlah dan wilayah yang lebih luas hanya kebagian US$ 3,6 miliar. Padahal personel TNI harus menjalankan fungsi vital, yaitu menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa. Dari jumlah anggaran setahun itu, dana pemeliharaan alutsista hanya kebagian kurang dari 10 persen saja dari angka ideal 25 persen.

Kalau dirunut, Yuddy menjelaskan, faktor utama penyebab kecelakaan-kecelakaan itu adalah umur yang sudah uzur akibat minimnya anggaran untuk membeli alat tempur atau pesawat baru. Tidak adanya dana juga membuat pemeliharaan alutsista yang sudah ada tak bisa maksimal. “Dengan biaya minim seperti itu, bagaimana operasional alat tempur bisa maksimal.”

Setali tiga uang, hanya beberapa jam setelah pesawat hancur mencium bumi, Jusuf Kalla tegas-tegas mengatakan kecelakaan itu masih ada kaitannya dengan minimnya anggaran.”Tidak ada cara lain, untuk menghindari kejadian serupa, tak bisa tidak, anggaran alutsista harus dinaikkan.”

Dan, yang paling utama, kata Kalla, adalah pengadaan pesawat Hercules. Sebab, pesawat jenis itu tidak hanya digunakan untuk kebutuhan perang saja, tapi juga di masa damai. Misi kemanusiaan, misalnya.

TNI sendiri bukannya tidak pernah memprotes minimnya dana. Tapi teriakan mereka bagai angin lalu. Alih-alih mendapat tambahan, anggaran malah dipangkas. “Tapi berapa pun yang diberikan akan kami dikelola dengan baik. Tapi ya itu, ada pengaruhnya, latihan terbang jadi sedikit,” aku Kapuspen TNI Marsekal Pertama Sagom Tamboen.

Minimnya jadwal latihan terbang membuat jam terbang pilot berkurang, yang pada akhirnya mengurangi standar keterampilan pilot-pilot militer.

DPR, kata Yuddy, khususnya Komisi I, sebenarnya selalu memberi dukungan terhadap kebutuhan anggaran TNI. Masalahnya, negara mengaku anggaran terbatas.

Upaya memperjuangkan anggaran buat TNI terus dilakukan perwakilan Komisi di Panitia Anggaran. Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR Harry Azhar Aziz menjelaskan, pada dasarnya segala kebijakan anggaran untuk kementerian atau lembaga ada di tangan pemerintah yang sudah dirembugkan sebelumnya di Musrembangnas.
“Sebab anggaran departemen itu kan 100 persen menyangkut kebijakan kabinet atau presiden. Jadi semuanya tergantung pemerintah,” kata Harry.

Pengajuan anggaran pun tentunya sudah dengan segala macam pertimbangan. Untuk TNI, misalnya, sudah ditetapkan fasilitas mana saja yang harus didahulukan dari anggaran yang akan dikucurkan. “Jadi kalau ditanya siapa yang bertanggung jawab, karena itu keputusan kabinet, ya tanggung jawab pemerintah lah.” Kasarnya, DPR hanya ketuk palu saja.


• VIVAnews

1 komentar:

  1. apapun alasanya kalau kita berpihak pada orang pintar .. kebutuhan anggaran pertahanan memang harus dinaikan.... jangan mendengar isyu-asyu yang menyesatkan melalui media mass tertentu.. siapa tahu mereka sudah menjadi agen bayaran dari negara asing untuk memutar balik opini publik Indonesia

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.