Selasa, 03 April 2012

Perang Melawan Malaria di Hutan Papua

"kebanggaan dan kepuasan saya adalah bisa menjaga kesehatan dan keselamatan rekan prajurit lainnya, hingga tidak ada yang harus dievakuasi"

Tak terbayang bagi dirinya untuk bertugas di hutan Papua selama 18 bulan di tahun 1996 dalam operasi Rajawali III. Itulah pengalaman yang tak pernah di lupakan oleh Kopral Kepala (Kopka) Soemarno, prajurit dari satuan Batalyon Kesehatan Ciluar, Bogor. "Saya ingat sekali, saat bertugas tidak pernah tinggal disuatu tempat. kami satu peleton harus berpatroli setiap hari untuk mencari OPM (Operasi Papua Merdeka) di hutan belantara di daerah Timika.

Bayangkan saja, kami berjalan seharian penuh ternyata setelah di cek kita hanya jalan beberapa ratus meter saja. Tiap hari pokoknya kami berjalan dan berjalan sampai persediaan logistik habis," papar Kopka Soemarno.

Medan berat hutan Papua memang harus di lalui pasukan Rajawali. Sebagai anggota yang bertugas mendukung kesehatan prajurit dalam satu peleton yang beranggotakan 15 personil, Kopka Soemarno sadar bahwa tantangan yang harus di hadapi tidak hanya musuh atau lawan, tapi justru berbagai penyakit yang menghadang pasukan.

Pasukan berjalan seminggu, lalu istirahat sambil menunggu logistik yang di kirim helikopter. "Tapi tak jarang karena cuaca buruk heli tak bisa mengirim logistik. Akhirnya kami harus makan apa saja yang ada di hutan termasuk ular dan tanaman lainnya yang bisa dimakan," tegas Kopka Soemarno.

Prajurit yang telah mendapat brevet BTLS (Basic Trauma Life Support) mengaku bahwa penyakit yang menghantui mereka adalah malaria. "Meskipun sudah menelan pil kina dan sejenisnya, tetap tak menjadi jaminan bahwa diri kita terbebas dari serangga malaria. Untunglah selama saya bertugas disana, ada yang kena malaria tapi bisa saya atasi dengan injeksi kina, karena jika minum pil saja tak mencukupi bagi stamina prajurit," tuturnya.

Dia juga bersyukur akhirnya tugas di Papua yang dirasakan paling berat bisa dilalui dengan baik. Terbukti pasukan yang berangkat dan pulang bertugas akhirnya bisa selamat semua dari serangan penyakit malaria maupun ular.

Kopka Soemarno memulai karir sebagai prajurit tahun 1983 setelah lulus dari pendidikan perawat.

Pengalamannya bisa dibilang lebih banyak dibandingkan prajurit lainnya dari satuannya, Yonkes I / Kostrad. Selain dalam hal bertugas, dia telah memperoleh keahlian BTLS dan sudah berhasil mendapatkan kualifikasi Para (terjun payung), Hirbak (kemahiran menembak), dan Mobud (Mobil Udara).

Untuk pengalaman luar negeri, dia pernah menjadi bagian Kontingen Garuda XXII A yang bertugas di Kamboja, 1992. Tugas lainnya adalah membantu korban bencana Tsunami, dimana dia sekaligus mencari adiknya yang bertugas di Detasemen Zeni Tempur I (Denzipur I), Lhok Nga, Aceh Besar, yang hilang diterjang Tsunami hingga sekarang. Dia juga menjadi bagian dalam tugas penanganan korban gempa bumi di Yogyakarta.



(sumber dari Majalah Defender, Februari 2007)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.