Sabtu, 09 Juni 2012

Camara, Camara Indo!

Anak-anak Kongo ke TNI: Camara, Camara Indo! - IMG_88061.JPG
TRIBUNNEWS.COM - “Camara.........Camara (saudaraku-saudaraku) Indo”,. Itulah teriakan anak-anak Kongole menyapa prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Zeni TNI Kontingen Garuda XX-I/Monusco saat berjumpa disepanjang jalan yang akan berangkat ke tempat tugas ataupun yang mereka jumpai di tempat lain. Demikian rilis yang dikirim ke redaksi Tribunnews.com, Rabu (6/6/2012).Sapaan Camara Indo salah satu bahasa daerah Linggala yang ada di Kongo yang berarti Saudaraku Indonesia, acap kali didengar bila bertemu dengan mereka dan bagaikan alunan nyanyian yang sudah tidak asing lagi ditelinga prajurit TNI di Kongo.

Dengan berteriak keras dan berulang-ulang sambil menengadahkan telapak tangannya dan memegang perut, bocah-bocah tersebut menanti dan berharap akan mendapat perhatian dan didengar oleh prajurit TNI, sehingga secercah harapan untuk memperoleh sepotong biskuit ataupun sebungkus nasi maupun jenis makanan lainnya akan mereka dapatkan dari para prajurit TNI.

Pemandangan semacam ini hampir setiap hari dijumpai, baik bagi prajurit TNI yang berada di Base Camp Dungu Bumi Nusantara maupun di TOB (Temporary Operation Base) di Kiliwa Bumi Diponegoro.

Bagi prajurit TNI, pada awalnya sempat kaget begitu dekatnya mereka dengan pasukan Indonesia, karena pemandangan serupa sangat jarang dijumpai di seputar base camp negara lain yang jumlahnya tidak sedikit di sekitar Base Camp Satgas TNI di Dungu, diantaranya Base Camp South Afrika Military Police, Maroko Batalyon, Guatemala Forces Army, Nepal Engineering, Bangladesh Air Forces dan seluruh Staf Monusco yang berada di kota Dungu saat ini.

Naluri teritorial yang memang sudah mendarah daging di setiap dada dan sanubari prajurit TNI, rupanya sulit untuk dibendung sekalipun pihak UN menerapkan aturan tegas untuk membatasi dan tidak mengijinkan personel di bawah UN khususnya kalangan militer untuk kontak langsung dengan masyarakat setempat. Hal ini dapat di mengerti dan di pahami betul, mengingat situasi politik dan keamanan belum sepenuhnya kondusif di daerah tersebut yang saat ini masih terjadi konflik antar etnis di berbagai daerah di wilayah Kongo, sehingga untuk mengurangi kecurigaan dan tetap menjaga netralitas UN, maka setiap personel militer yang tergabung dalam misi perdamaian PBB di Kongo harus patuh dan mengikuti aturan tersebut.

Dalam hal ini, bukannya personel Kontingen Garuda tidak tahu dan tidak memahami aturan tersebut, karena baik Dansatgas, Wadansatgas dan segenap unsur pimpinan senantiasa mengingatkan hal itu, namun sekali lagi naluri teritorial prajurit TNI yang memiliki kebiasaan selalu ingin dekat dengan masyarakat dimana mereka berada dan bertugas mendorong hati kecil para prajurit TNI untuk tidak mengabaikan mereka begitu saja yang nota bene setiap saat mereka lihat, mereka temukan dan ada di depan mata.

Tinggal pintar-pintar mencari peluang dan kesempatan untuk sekedar berbagi rezeki berupa biskuit dan nasi maupun jenis makanan lainnya yang di tempat kami memang berkecukupan, karena setiap minggunya Satgas Zeni TNI mendapat supply makanan dari UN dan rata-rata untuk kebutuhan prajurit satu minggu tidak habis, khususnya jenis makanan tertentu yang tidak familier dikalangan prajurit TNI.

Dari pada dibuang rasanya tidak tega dan merasa berdosa, kita berkecukupan makanan sementara pada waktu dan tempat yang sama kita melihat dan menyaksikan langsung puluhan anak-anak kecil yang masih polos dan lugu berpakaian seadanya menunggu ketulusan dan kerelaan hati kita (prajurit TNI) untuk berbagi dengan mereka.

Bagi sebagian personel kontingen negara lain barangkali itu bukan menjadi urusannya, sehingga sering kita dengar mereka mengatakan problem.....problem,.... sambil dengan cepat menjauh bila anak-anak Kongole mendekati mereka. Mereka rupanya tidak mau direpotkan dengan ulah anak-anak itu, terbukti mereka jarang didekati, tidak demikian halnya dengan prajurit TNI.

Waktu sembilan tahun sejak Kontingen XX-A tahun 2003 sampai tahun 2012 rupanya tidak sulit bagi anak-anak maupun masyarakat Kongo untuk mengenal dan membedakan antara prajurit TNI dan pasukan dari kontingen negara lain, buktinya tidak pernah mereka salah sapa sekalipun kami (prajurit TNI) ada disepanjang jalan yang dilewati menggunakan kendaraan padahal secara pribadi kami tidak saling mengenal. Sapaan Garuda atau Indo-friend/Indonesia sahabat, sapaan dari orang-orang Kongole yang sudah dewasa sambil mengacungkan jempol selalu kita dengar dan kita lihat.

Walaupun secara emosional prajurit TNI merasa dekat dan diterima di kalangan masyarakat setempat, hal itu tidak mengurangi kewaspadaaan bagi prajurit TNI yang bertugas di sana dengan selalu mengikuti prosedur pengamanan yang telah ditetapkan oleh UN maupun prosedur pangamanan yang diberlakukan Satgas sendiri. Prajurit TNI tetap berpegangan pada motto bahwa di daerah operasi yang dilanda konflik tidak ada sejengkal tanahpun yang aman 100 %. Untuk itu, kewaspadaan tidak boleh kendor sekalipun lingkungan dan masyarakat setempat bersahabat.

Mudah-mudahan ketulusan hati prajurit TNI bukan ingin dibilang baik atau semacamnya, namun benar-benar tumbuh dari hati yang paling dalam sesama anak manusia, tanpa harus membedakan warna kulit dan kedudukan serta asal muasal mereka, sepanjang hal itu bisa dilakukan dan bermanfaat bagi orang lain.

Selamat bertugas, jagalah kehormatan Merah Putih dimanapun kita berada, lebih-lebih saat kita bertugas membawa nama Bangsa dan Negara. Jadilah duta-duta bangsa yang dapat mengharumkan bangsa dan negaramu dalam setiap pikiran, sikap dan tindakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.