Minggu, 24 Juni 2012

Pilot Militer

 Biaya Pendidikan Satu Pilot Militer Capai Rp 9,4 M

TEMPO.CO, Bandung—Perlu dana US$ 1 - 1,5 juta untuk menyiapkan seorang pilot militer TNI Angkatan Udara di Indonesia. Dana pendidikan seorang pilot selama 2-3 tahun sekitar Rp 9,5 hingga Rp 14 milyar dan itu seluruhnya ditanggung negara.

Direktur Utama Bandung Pilot Academy Nasrun Natsir mengatakan, biaya sekolah penerbangan TNI AU jauh lebih mahal daripada sekolah penerbang swasta. “Satu jam terbang training pesawat F-16 saja biayanya US$ 5.000 atau Rp 50 juta,” kata mantan instruktur penerbang pesawat tempur di Angkatan Udara itu, Sabtu, 23 Juni 2012.

Sekolah penerbang TNI AU biasanya berjalan selama 18 bulan. Siswa yang lulus kemudian berlatih di kesatuan selama 6 bulan. Setiap siswa kemudian diberikan pilihan sebagai pilot pesawat tempur, transportasi, atau helikopter. Mereka pun disiapkan lagi untuk latihan operasi perang, selama 6-12 bulan.

Tingginya biaya sekolah pilot itu, kata Nasrun, karena TNI AU memakai peralatan dan fasilitas mahal dan lengkap. Memang, ujar dia, ketika ada pilot militer yang tewas akibat kecelakaan pesawat jatuh seperti peristiwa Fokker 27 di perumahan Lanud Halim Perdanakusumah, Kamis lalu, atau dalam laga pertempuran, negara mengalami kerugian. ”Kehilangan sumber daya pilot itu kan aset penting,” katanya.

Namun TNI AU dengan kas negara, ujar dia, telah menyiapkan regenerasi pilot dengan bagus. Sehingga tetap selalu ada pilot tangguh di setiap angkatannya. Tapi Nasrun tidak bisa menyebutkan karena alasan kerahasiaan TNI.[ANWAR SISWADI](Tempo)
 Persiapan Pilot dan Pesawat Militer Sebelum Terbang

Almarhum Heri Setyawan.Ist
Almarhun Heri Setyawan - Istimewa
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebelum melakukan penerbangan, seorang pilot maupun pesawat TNI AU harus memenuhi beberapa syarat.

Menurut Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Kadispen AU) Marsekal Pertama Azman Yunus, pilot TNI AU sebelum melakukan penerbangan harus menjalani tes kesehatan.

"Jika seorang penerbang kurang sehat atau kurang istirahat, tidak boleh terbang," kata Azman saat berbincang dengan Tribunnews.com, Sabtu (23/6/2012).

Pemeriksaan kesehatan, lanjutnya, dilakukan oleh seorang dokter pada masing-masing skadron para penerbang.

Setelah lulus tes kesehatan, para penerbang kemudian mendapatkan perilisan atau flight plan yang dibuat oleh skadron. Yang bertanggung jawab atas flight plan adalah komandan skadron.

"Ada orang yang bertanggung jawab terkait apakah layak atau tidak penerbangan itu," tuturnya.

Untuk syarat pesawat, sambung Azman, lebih dulu dilakukan pemeriksaan oleh tim tekhnisi. Setelah dinyatakan layak terbang, maka dibuat lah silabus-silabus exercise untuk melakukan penerbangan.

"Silabus berisi manuver-manuver yang sudah sesuai jenis dan kemampuan pesawat," jelasnya.

Pesawat yang sudah dibuatkan flight plan oleh skuadron, tutur Azaman, tentunya sudah layak beroperasi, bahkan boleh melakukan berbagai manuver. (*)(Tribunnews)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.