Selasa, 10 Juli 2012

Rencana pembelian Leopard tidak perlu dirisaukan

Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan tidak perlu ada yang dirisaukan terkait rencana pemerintah membeli tank Leopard produksi Jerman, karena peruntukkannya memang diperlukan untuk menjaga kedaulatan dan pertahanan nasional.

"Saya pastikan semua itu terbuka dan transparan, kami tidak pernah menggunakan tank tempur untuk menembaki rakyat kami. Dan itu harapan kami dengan harapan peacefull, dan sebuah negara memerlukan minimum essential force," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam keterangan pers di Istana Merdeka Jakarta, Selasa sore, usai melakukan pertemuan bilateral dengan Kanselir Jerman Angela Merkel.

Kepala Negara mengatakan kerjasama pertahanan Indonesia dengan Jerman memiliki dimensi yang luas, selain pelatihan, saling mengunjungi, dan kerjasama bidang industri pertahanan, juga dilakukan pembelian peralatan pertahanan yang belum bisa diproduksi di dalam negeri.

"Di ASEAN tidak ada lagi hostility tetapi terus terang 20 tahun Indonesia tidak memodernisasi senjata kami sehingga negara kami tertignggal padahal Indonesia negara besar dan ekonomi besar di Asia saat ini," kata Presiden.

Kerjasama pertahanan merupakan salah satu sektor kerjasama yang disepekati oleh Indonesia dan Jerman yang dituangkan dalam Deklarasi Jakarta sebagai upaya peningkatan kerjasama ke level kerjasama komprehensif.

Kerjasama pertahanan meliputi pelatihan militer, penelitian dan pengembangan, pelatihan bagi tanggap bencana, logistik militer, pelatihan kesehatan militer dan juga pelatihan misi pemeliharaan perdamaian.

Sebelumnya, Kementerian Pertahanan (Kemhan) memastikan membeli Tank Berat (Main Battle Tank) Leopard dari Jerman sebanyak 100 unit dalam rangka modernisasi alat utama sistem senjata TNI Angkatan Darat, padahal sebelumnya berencana untuk membeli Tank Leopard dari Belanda.

"Kita telah putuskan membeli Tank Leopard dari Jerman dengan pertimbangan memperoleh kepastian waktu dan target dari volume peralatan militer yang kita perlukan," kata Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin kepada wartawan di Kantor Kemhan, Jakarta, Senin (2/7)

Rencana pembelian MBT Leopard dari Belanda, kata Wamenhan, dihentikan dan difokuskan kepada proses pengadaan pembelian tank yang berasal dari Jerman, sehingga dapat berjalan lancar.

Ia menjelaskan bahwa pertimbangan pembelian Man Battle Tank Leopard dari Belanda tidak diteruskan karena adalah faktor kepastian dari waktu yang diperlukan, namun pihak Belanda tidak berikan suatu jawaban.

Sjafrie menjelaskan bahwa alokasi anggaran untuk pembelian 100 unit Tank Leopard sebesar 280 juta dollar Amerika Serikat, dengan sistem pinjaman luar negeri, dimana proses pengadaan melalui `grand book` maupun `blue book` baik dari Bappenas maupun Kementerian Keuangan.

Saat ini, lanjut dia, proses dilakukan secara akselerasi dan pararel sehingga dalam waktu satu minggu akan segera memperoleh kepastian-kepastian dari aspek pengadaan dan pembiayaan. 

Tentu saja diikuti oleh aspek pengawasan yang dilaksanakan oleh tim pencegahan dan penyimpangan pengadaan barang dan jasa dengan melibatkan BPKP, LKTP, dan Itjen Kemhan, serta Mabes TNI dan Angkatan, kata Sjafrie.

"Jumlah yang diinginkan dalam pengadaan tank ini sekitar 100 unit. Kita inginkan 15 unit sudah di berada Indonesia pada Oktober 2012 nanti," ujarnya.
(P008)

 TNI Klaim Pembelian Leopard Sesuai Kebutuhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kementerian Pertahanan (Kemhan) Indonesia menolak anggapan pembelian sejumlah alat utama sistem persenjataan (Alutsista) tidak sesuai kebutuhan, seperti Main Battle Tank (MBT) Leopard dari Jerman.

Menurut Kasubdit Pendayagunaan Industri Direktorat Teknologi dan Industri Pertahanan Kemhan, Kolonel Gita Amperiawan, pihaknya tidak akan melakukan pembelian jika tak sesuai seperti yang dibutuhkan. "Yang paling paham bahwa alat persenjataan itu dibutuhkan atau tidak ya TNI, bukan orang lain," kata dia kepada Republika saat ditemui di kantornya, Selasa (10/7).

Kendati demikian, dia menegaskan bahwa pembelian sejumlah alutsista akan menambah kemampuan Indonesia untuk bisa mandiri dalam hal pengadaan dan perawatan. Sebab, pembelian tersebut dilakukan pihaknya dengan menggunakan metode Transfer of Technology (TOT).

Metode tersebut, jelas Gita, digunakan Indonesia untuk mentransfer teknologi alutsita asal negara lain untuk bisa diproduksi industri pertahanan lokal, seperti PT Pindad, PT PAL, dan Dirgantara Indonesia. Bahkan, pihaknya telah menargetkan tahun untuk industri lokal tersebut mampu memproduksi dan merawat sendiri alutsista yang dibutuhkan.

Semisal pembuatan tank yang ditarget sampai tahun 2014. Sementara untuk jenis pesawat, ditargetkan sampai dengan 2022. "Harapannya setelah itu kita bisa swasembada," kata Gita.
Sumber : Antara|/Republika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.