Senin, 27 Agustus 2012

Kekerasan Sampang


 Polisi Seharusnya Bisa Cegah Penyerangan Sampang

Hal ini tidak perlu terjadi jika polisi responsif mencegah kekerasan terhadap adanya informasi penyerangan kepada komunitas Syiah

Fraksi PDI Perjuangan mengutuk aksi kekerasan oleh kelompok anarkis intoleran terhadap penganut Syiah pengikut KH Tajuk Muluk di Sampang, Madura, Minggu (26/8), yang menewaskan tiga orang dan menyebabkan puluhan lainnya luka-luka serta trauma kejiwaan kepada ratusan anak-anak yang menyaksikan aksi brutal itu.

Menurut anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari, tragedi kekerasan yang juga menyebabkan terbakarnya 60 rumah warga itu adalah tragedi kebhinekaan yang ironisnya terjadi di bulan Syawal.

"Hal ini tidak perlu terjadi jika polisi responsif mencegah kekerasan terhadap adanya informasi penyerangan kepada komunitas Syiah itu yang sudah beredar pada H-3 penyerangan," kata Eva, yang juga duduk di Komisi Hukum DPR, hari ini, di Jakarta.

Dia menyatakan Fraksi PDI Perjuangan menuntut polisi melakukan penegakkan hukum yang berkeadilan, dengan menindak oknum-oknum penghasut serta penyebar kebencian, maupun pelaku kekerasan.

"Kami harap Polisi tidak justru mengkriminalkan korban sebagaimana sebelumnya. Sepatutnya juga tragedi Sampang menjadi perhatian Pemerintah Pusat, bukan saja berkaitan dengan rehabilitasi fisik dan mental, tapi harus ada skema komprehensif untuk mencegah kejadian tersebut menjadi pola sehingga bisa berulang terjadi," kata Eva.

Dia melanjutkan pihaknya juga mendesak Pemerintah untuk harus segera mengevaluasi secara serius efektifitas program deradikalisasi tanpa disertai proyek 'disengagement', yaitu penutupan keran-keran radikalisme. Hal itu berguna untuk mencegah penyebaran ide-ide radikalisme dan praktek-prakteknya oleh para pengikut faham kekerasan.

"Dalam hal ini, kepolisian sebagai penegak hukum, sepatutnya punya strategi operasionalisasi upaya disengagement itu," tandas Eva.


 MPR: Kekerasan di Sampang Bisa Picu Balas Dendam

Yang terjadi di Sampang harus dihadapi dengan urusan hukum dan pidana karena sudah mengandung kekerasan.

Sejumlah personil TNI-Polri memasukkan jenazah korban kerusuhan Syiah-Sunii, ke adalm ambulan, di Desa Karanggayam, Omben Sampang, Jatim, Minggu (26/8). Bentrokan yang melibatkan warga Sunni dan Syiah tersebut dipicu ketidaksenangan warga sunni terhadap kepulangan sejumalh santri warga Syiah dari Pesantren Yapi, Pasuruan. Dalam insiden tersebut serang pengikut Syiah tewas, dua warga Sunii mengalami luka-luka serta puluhan rumah warga Syiah dibakar massa.Sejumlah personil TNI-Polri memasukkan jenazah korban kerusuhan Syiah-Sunii, ke adalm ambulan, di Desa Karanggayam, Omben Sampang, Jatim, Minggu (26/8). Bentrokan yang melibatkan warga Sunni dan Syiah tersebut dipicu ketidaksenangan warga sunni terhadap kepulangan sejumalh santri warga Syiah dari Pesantren Yapi, Pasuruan. Dalam insiden tersebut serang pengikut Syiah tewas, dua warga Sunii mengalami luka-luka serta puluhan rumah warga Syiah dibakar massa. (sumber: Antarafoto)

Wakil Ketua Majelis Permusyawaran Rakyat (MPR), Hajriyanto Thohari menilai aksi intoleran di Sampang, Madura, berbahaya. Pemerintah harus benar-benar tegas menindak pelaku agar tak terulang dan memicu adanya aksi yang sama di daerah lain.

Hajriyanto menilai kemajemukan di Indonesia tersegmentasi, minoritas di satu daerah bisa mayoritas di tempat lain sehingga memungkinkan terjadinya aksi pembalasan.

“Bayangkan saja kalau suatu saat salah satu kelompok yang minoritas di suatu daerah menjadi korban penyerangan kelompok lain padahal di daerah lain mereka mayoritas, saya rasa negara sudah sampai pada tahap perkembangan harus bertindak tegas,” kata Hajriyanto Thohari melalui pesan tertulis kepada wartawan, Senin (27/8).

Hajriyanto mendaftar sejumlah penyerangan terhadap kelompok minoritas yang berlangsung terus-menerus, mulai dari kelompok minoritas Ahmadiyah kemudian kelompok jamaah Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) di Jawa Tengah dan lalu kepada kelompok-kelompok Syiah.

“Terus berlanjutnya serangan ini sungguh tidak lagi bisa ditoleransi, ini bukan persoalan kecemburuan sosial ekonomi lagi melainkan sudah mengarah pada berkembangannya budaya intoleransi dan kekerasan terhadap kelompok yg minoritas di suatu kawasan,” lanjut Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dalam bidang Agama partai Golkar tersebut.

Perkembangan tindakan intoleransi ini kata dia terlalu ekstensif dan eksesif. Dia menambahkan yang terjadi di Sampang harus dihadapi dengan urusan hukum dan pidana karena sudah mengandung kekerasan. Sejak lama, soal agama sudah dianggap urusan privat sehingga hal ini cenderung tak bisa diberatkan kepada tokoh-tokoh agama setempat.

“Ini urusan pidana kekerasan, yang mana pelaku kekerasan harus diproses secara hukum bukan urusan agama karena sejak lama agama dianggap urusan privat,” tutupnya.

Hal tersebut disampaikan Hajriyanto menyusul aksi massa yang menyerang umat Syiah di Nangkernang, Sampang, Madura.

Aksi massa antisyiah tersebut menyebabkan dua orang meninggal dunia, sedikitnya empat orang luka-luka dan 37 rumah dibakar. Seperti diberitakan, aksi tersebut berawal dari adanya penghalangan dua mobil yang membawa para siswa pesantren kembali ke pondok mereka di daerah Sampang sehabis Lebaran.

Aksi tersebut dilakukan oleh massa anti-Syiah. Aksi sejenis terhadap komunitas Syiah pernah terjadi pada Desember lalu.


 Kapolda Jatim: Kasus Sampang Masalah Ideologi

Saat dihubungi Senin (27/8) mantan Direktur Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Bareskrim Polri itu tak mau disalahkan

Lembaga swadaya masyarakat Setara Institute menilai Polda Jawa Timur (Jatim) gagal menjaga keamanan dan melindungi warganya dari penyerangan Kampung Syiah di Sampang, Madura. Karena itu LSM yang digawangi Hendardi itu menilai sudah sepantasnya Kapolda Jatim dicopot dari jabatannya.

Lalu apa kata Kapolda Jatim Irjen Hadiatmoko? Apa yang telah dlakukan pihaknya untuk mencegah konflik tersebut?

Saat dihubungi Senin (27/8) mantan Direktur Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Bareskrim Polri itu tak mau disalahkan. Dia berujar pendek, "Sampeyan (Anda) pergi ke (Kecamatan) Omben, Sampang saja. Biar jelas, karena ini masalah Ideologi."

Jenderal bintang dua ini tak menjawab lagi apakah artinya belum ada langkah preventif berarti dari pihaknya yang bisa mencegah timbulnya permasalahan serupa mengingat kejadian ini sudah dua kali terjadi.

Seperti diberitakan, dua orang tewas dan lima orang lainnya terluka dalam penyerangan terhadap komunitas Syiah di Sampang, yang terjadi Minggu (26/8).

Yang meninggal bernama Hamama dan Tohir. Mereka meninggal dan terluka saat mencoba melindungi anak-anak dan wanita seperti yang dikatakan Umi Kulsum, istri dari ustad Tajul Muluk, pemimpin Syiah Sampang, kepada Beritasatu.com, Minggu.

Umi mengatakan, kejadian bermula pada saat pagi hari saat sebanyak 30 anak-anak, termasuk lima orang putra-putri Umi dan Tajul, dan lima kemenakannya, akan berangkat ke Pesantren Bangil di Pasuruan, dari tempat mereka di Desa Nangkerenang Kecamatan Omben, Sampang.

Tiba-tiba ribuan orang menghadang mobil yang hendak membawa mereka dan mendesak mereka untuk tidak pergi.

"Saat kejadian tidak ada polisi, massa menyerang pria dewasa yang mencoba melindungi anak-anak dan wanita dengan pedang, golok dan lain-lainnya," ujar Umi.

Saat massa beringas, menurutnya, hanya ada delapan polisi dari Kepolisian Sampang yang berada di lokasi.

Setidaknya empat rumah, termasuk rumah milik Umi dan Tajul sudah dibakar massa yang marah.

Umi mengatakan, ia mendengar kabar rencana penyerangan tersebut beberapa hari yang lalu dan sudah melaporkan ke polisi, namun tidak ada tindakan nyata untuk mencegah insiden tersebut.

Umi mengatakan ia mengenali beberapa dari penyerang tersebut sebagai rekan dari Roisul Hukama, tokoh Nahdlatul Ulama di Dusun Nangkernang, Kecamatan Omben, Sampang yang tak lain adik kandung Tajul Muluk.

Roisul ini yang melaporkan kakaknya, ke Kepolisian Daerah Jawa Timur, dengan dasar penistaan agama. Tajul saat ini tengah menjalani masa pemidanaan.


 Presiden Minta Pelaku Kerusuhan Sampang Ditindak Tegas

Pemerintah daerah dan pimpinan umat harus bersikap tegas dan adil.

Presiden Susilo Bambang (SBY) minta penegak hukum memberikan hukuman yang tegas dan adil dalam peristiwa penyerangan terhadap kelompok Islam Syiah di Sampang, Madura.

Ini dilakukan agar peristiwa yang sama tidak terulang kembali di masa medatang.

"Kalau tegas dan adil, kalau kesalahannya berat hukumannya berat, maka itu akan baik bagi negara kita," kata Presiden dalam keterangan persnya di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (27/8).

Dengan demikian, kata Presiden, tidak begitu saja warga negara Indonesia melakukan kekerasan dan pelanggaran hukum seperti itu.

"Saya juga meminta pemerintah daerah Jawa Timur karena dalam batas kemampuan mereka, kalau pemerintah pusat harus membantu kita akan bantu, untuk membantu mereka-mereka yang jadi korban insiden ini. Apakah rumah dibakar atau yang luka-luka, secara adil bagi kedua belah pihak," katanya.

Pada kesempatan itu, Presiden juga berharap agar para pemimpin dan pemuka agama serta tokoh masyarakat bersama-sama dengan pemerintah, utamanya pemerintah daerah kembali menenangkan umat untuk tidak bertindak anarkistis yang bertentangan dengan nilai ajaran agama.

Kasus penyerangan kelompok Islam Syiah di Dusun Nangkrenang, Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Sampang, Madura kali ini merupakan kali kedua dalam dua tahun terakhir ini.

Aksi serupa juga terjadi pada akhir Desember 2011. Ketika itu rumah pimpinan Islam Syiah, mushalla dan madrasah kelompok Islam minoritas ini diserang oleh kelompok massa anti-Syiah.

Sebanyak 200 jiwa lebih pengikut Islam Syiah terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman. Harta benda mereka juga dirampas dan anak-anak kelompok Syiah dikucilkan.

Ketegangan pada aksi penyerangan pertama ketika itu, reda, setelah petugas gabungan dari unsur Polri dan TNI berupaya bernegosiasi kepada kedua kelompok yang bersitegang itu.

 Kepala BIN Amini SBY Soal Intelijen Lemah

Kepala BIN Marciano Norman.
Kepala BIN Marciano Norman. (sumber: Antarafoto)
Intelejen yang baik memiliki kemampuan untuk mendeteksi secara dini.

Kepala Badan Intelejen Nasional (BIN) Letjen Marciano Norman mengakui terjadinya insiden kekerasan terhadap warga ini akibat intelejen tidak berjalan optimal.

Menurutnya, intelejen yang baik memiliki kemampuan mendeteksi secara dini terkait hal-hal yang akan muncul. Oleh karena itu, ia pun akan melalukan evaluasi agar langkah-langkah bisa diambil secara tepat.

”Kita harus mengakui bahwa hal itu terjadi intelijennya harus diperbaiki. Kita harus mengevaluasi,” ujarnya kepada wartawan, setelah rapat terbatas di Kantor Presiden, hari ini.

Dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, hari ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai memang ada yang belum optimal dari kinerja intelijen. Pertama, kata dia, intelijen, intelijen lokal dalam hal ini, baik intelijen kepolisian maupun intelijen komando teritorial TNI.

"Mestinya kalau intelijen itu bekerja dengan benar dan baik, akan lebih bisa diantisipasi," katanya.

Presiden mengingatkan, peristiwa serupa telah terjadi pada Desember 2011, sehingga semestinya dapat dideteksi apabila terjadi keganjilan yang terjadi di wilayah tersebut.

"Saya menilai penyelesaian peristiwa yang terjadi pada Desember 2011 itu juga tidak tuntas benar," ucapnya.
(Berita Satu)

 Kapolri dan Panglima TNI Turun ke Sampang Siang Ini

SIANG ini Kapolri Jendral Timur Pradopo akan mendatangi tempat kejadian penyerangan kelompok Islam Syiah di Nangkernang, Sampang, Jawa Timur (Jatim). Kapolri yang meninjau lokasi bersama dengan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono akan mengumpulkan fakta-fakta terkait insiden penyerangan.

"Tentunya kami lihat secara fakta nanti. Saya dan panglima TNI akan ke lokasi siang ini," kata Timur kepada pers usai menghadiri rapat terbatas di Kantor Presiden, Senin (27/8). Timur menjelaskan, Polda Jatim telah menurunkan tiga Satuan Setingkat Kompi (SSK) yang jumlahnya sekitar 450 orang ke desa Nangkernang.

Penempatan SSK untuk mencegah meluasnya aksi penyerangan terhadap kelompok Islam Syiah yang bermukim di desa tersebut. "Ada tiga SSK dari sana, termasuk SSK TNI untuk membantu Polri dalam rangka pencegahan dan tidak meluas (bentrokan)," ujar polisi berpangkat bintang empat itu.

Sementara itu Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi juga akan terbang ke Surabaya, siang ini. Gamawan bersama dengan Menkumham Amir Syamsudin akan berangkat bersama ke Surabaya untuk mendalami kasus kekerasan di Sampang. "Ya, saya akan berangkat hari ini ke Surabaya, akan mendalami itu. Staf saya tadi pagi sudah berangkat, dari kemarin saya sudah komunikasi dengan gubernur," ucap Gamawan.

Gamawan mengungkapkan, malam ini akan digelar rapat di Surabaya terkait temuan dan fakta di lapangan mengenai penyerangan kelompok masyarakat di Sampang. Rapat juga akan dihadiri oleh Kapolri, Panglima TNI dan Menkumham. "Nanti malam kami rapat," imbuh Gamawan.

Aksi penyerangan terhadap kelompok Islam Syiah di desa Nangkernang, Sampang, Jawa Timur terjadi Minggu kemarin (26/8). Penyerangan oleh ribuan orang itu menewaskan dua korban tewas yakni Thohir (40) dan Muhammad Khosim alias Hamamah (45).

Sedangkan lima orang korban luka dalam keadaan kritis. Kejadian berawal saat rombongan kelompok Syiah pimpinan Tadjul Muluk yang mayoritas anak-anak berangkat menuju Pesantren Bangil di Malang. Saat di perjalanan, mobil yang membawa rombongan dari Desa Nangkernang itu dihadang ribuan orang dan terjadi bentrokan. Massa yang marah kemudian membakar dusun warga kelompok Syiah.

 Polri Tetapkan 7 Tersangka Kasus Sampang

KEPOLISIAN telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus penyerangan terhadap kelompok Islam Syiah di Nangkernang, Sampang, Jawa Timur (Jatim) Hari Minggu kemarin. Salah satu tersangka berinisial R diduga sebagai pemimpin kelompok penyerang. "Jadi sekarang sudah ditangkap 7 orang tersangka. Kemudian penggeraknya R, sudah ditangkap juga," kata Kapolri Jendral Timur Pradopo kepada wartawan usai menghadiri rapat terbatas di Kantor Presiden, Senin (27/8).

Menurut Timur, ketujuh tersangka yang ditangkap memiliki peran yang berbeda-beda. Pelaksana yang melakukan eksekusi penyerangan di lapangan juga termasuk yang ditangkap oleh kepolisian. "Semua ada, pelaksana, penggerak," terang Timur.

Timur menegaskan, proses pengusutan kasus kekerasan ini tidak akan berhenti di tujuh orang tersangka. Ia mengungkapkan, kepolisian juga sedang membidik tiga orang lainnya. "Masih ada target tiga (orang). insya Allah mudah-mudahan secepatnya bisa kita tangkap," ungkapnya.

Aksi penyerangan terhadap kelompok Islam Syiah di desa Nangkernang, Sampang, Jawa Timur terjadi Minggu kemarin (26/8). Penyerangan oleh ribuan orang itu menewaskan dua korban tewas yakni Thohir (40) dan Muhammad Khosim alias Hamamah (45). Sedangkan lima orang korban luka dalam keadaan kritis.

Kejadian berawal saat pagi hari rombongan kelompok Syiah pimpinan Tadjul Muluk yang mayoritas anak-anak berangkat menuju Pesantren Bangil di Malang. Saat di perjalanan, mobil yang membawa rombongan dari Desa Nangkernang itu dihadang ribuan orang dan terjadi bentrokan. Massa yang marah kemudian membakar dusun warga kelompok Syiah.

 Kapolri: 16 Orang Luka Berat di Sampang

INSIDEN penyerangan terhadap kelompok Islam Syiah di desa Nangkernang, Kecamatan Omben, Sampang, Jawa Timur (Jatim) menelan dua korban jiwa. Sementara 16 orang mengalami luka berat dalam aksi kekerasan itu.

"Korban meninggal dua, 16 orang luka termasuk anggota Polri," kata Kapolri Jendral Timur Pradopo kepada wartawan usai menghadiri rapat terbatas di Kantor Presiden, Senin (27/8). Menurut Timur, korban luka dari korpsnya berjumlah satu orang. Polisi yang terluka yakni Kapolsek Omben AKP Aries Dwi. "Ada satu orang, ya kapolsek," ungkap Timur.

Seperti diberitakan, aksi penyerangan terhadap kelompok Islam Syiah di desa Nangkernang, Sampang terjadi pada Minggu kemarin (26/8). Penyerangan oleh ribuan orang itu menewaskan dua pria yakni Thohir (40) dan Muhammad Khosim alias Hamamah (45).

Dugaan sementara, insiden ini berawal saat rombongan kelompok Syiah yang diasuh Tadjul Muluk berangkat menuju Pesantren Bangil di Malang. Saat di perjalanan, mobil yang membawa rombongan yang mayoritas anak-anak tersebut dihadang ribuan orang dan terjadi bentrokan.

Massa yang marah kemudian membakar dusun warga kelompok Syiah di Nangkernang. Insiden ini tengah diinvestigasi lebih lanjut oleh kepolisian. Tujuh orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kekerasan ini.
(Jurnas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.