Sabtu, 22 September 2012

Amerika Tawarkan Heli Tempur Apache, Perlukah RI Membeli?

 AS tawarkan heli Apache yang sudah tak mereka pakai ke Indonesia

http://us.media.viva.co.id/thumbs2/2012/09/21/172081_helikopter-tempur-apache_209_157.jpg
Helikopter tempur Apache
Kerjasama keamanan Indonesia dan AS menciptakan terobosan baru. Washington menawarkan Jakarta untuk membeli sejumlah unit helikopter tempur Apache, yang tidak lagi mereka pakai. Langkah AS ini terkait dengan kebijakan Indonesia yang tengah meremajakan alat utama sistem persenjataan (alutsista).

Menurut kantor berita Reuters, rencana penjualan itu dikemukakan Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton, kepada Menlu RI Marty Natalegawa di Washington DC pada Kamis siang waktu setempat (Jumat pagi WIB). Kedua menteri bertemu untuk pertemuan kali ketiga Komisi Bersama AS-Indonesia, yang membahas perkembangan kemitraan komprehensif bilateral.

Kepada wartawan, Menlu Clinton mengatakan bahwa Kongres telah diberitahu perihal rencana pemerintahnya menjual helikopter tempur Apache ke Indonesia. "Persetujuan ini akan memperkuat kemitraan komprehensif dan membantu meningkatkan keamanan di kawasan," kata Clinton.

Menurut dia, dengan ingin menjual helikopter Apache, AS berkepentingan memperkuat pertahanan Indonesia. Pasalnya, menurut Clinton, AS kini memandang Indonesia sebagai "pijakan bagi stabilitas di kawasan Asia Pasifik."

Tahun lalu, AS pun mengumumkan hibah 24 unit jet tempur F-16 ke Indonesia. Dua lusin jet tempur itu tidak lagi digunakan oleh militer AS, walau harus mengalami pemutakhiran teknologi dan yang biayanya harus ditanggung Indonesia.

Di bawah pemerintahan Barack Obama, AS saat ini tengah mempererat kerjasama pertahanan dengan Indonesia. Ini sejalan dengan perubahan strategi keamanan AS, yang mulai berfokus ke Asia Pasifik setelah terlibat perang di Irak dan Afganistan.

AS juga telah meningkatkan kerjasama militer dengan sekutu-sekutu tradisionalnya di Asia Pasifik, seperti Filipina dan Australia. Manuver-manuver Washington di kawasan ini pun - walau berkali-kali dibantah oleh para pejabat AS, mengundang perhatian serius dari China, karena dianggap sebagai upaya membendung pengaruh dan ancaman Beijing.

Terkait pernyataan Clinton soal penguatan kerjasama kedua negara, Menlu Natalegawa menegaskan bahwa hubungan erat antara Indonesia dan AS kini dampaknya tidak lagi sebatas lingkup bilateral. "Kedua negara kini telah menempuh hubungan yang sangat dekat dalam suasana yang sangat produktif dan saling menguntungkan, yang tidak hanya dirasakan di tingkat bilateral, namun juga meningkat ke lingkup regional," kata Natalegawa, dalam jumpa pers yang transkripnya dimuat di laman Deplu AS.

 Keunggulan Longbow

Helikopter Apache
Menurut Menlu Clinton, Apache yang ditawarkan AS adalah seri AH-64D seri Longbow. Dibuat oleh Boeing, AH-64 Apache merupakan helikopter andalan Angkatan Darat AS untuk operasi tempur terbatas. Menggantikan helikopter AH-1 Cobra, Apache mulai digunakan Angkatan Darat AS pada April 1986.

Menurut data dari Boeing.com, Apache seri AH-64D Longbow mulai dipakai Angkatan Darat AS pada Maret 1997. Selain AS, kini militer dari sejumlah negara sudah menggunakannya, yaitu Mesir, Yunani, Israel, Jepang, Kuwait, Belanda, Arab Saudi, Singapura, Uni Emirat Arab, dan Inggris.

Dibanding dari seri pendahulunya, AH-64D Longbow ini memiliki sejumlah kelebihan dalam konektivitas digital, sensor, sistem persenjataan, peralatan pelatihan, dan sistem dukungan pemeliharaan.

Helikopter yang dikendalikan dua awak ini juga dilengkapi teknologi presisi yang lebih baik dari seri awal. Pengembangan mesin dan navigasinya membuat helikopter tempur ini bisa terbang lebih lama dan lebih lincah bermanuver.

Keunggulan utama seri D dari versi sebelumnya adalah kemampuan helikopter itu dalam menggunakan rudal-rudal Longbow Hellfire, yang dipandu radar. Seri AH-64D ini pun dilengkapi dengan radar FCR, yang membuat helikopter itu bisa mendeteksi dan menyerang target di tengah hujan, kabut, atau asap. Kemampuan ini tidak dimiliki model AH-64A.

Apache AH-64D ini dalam beberapa tahun terakhir mengalami pengembangan varian. Menurut army-technology.com, varian Apache Block II mulai digunakan Angkatan Darat AS pada 2003. Varian ini dilengkapi sistem komunikasi digital yang lebih baik.

Selain itu, Angkatan Darat AS sejak Oktober 2010 memulai pengembangan varian baru, yaitu Block III. Pada tahap ini AH-64 D mengalami pemutakhiran pada sensor televisi bercahaya rendah (LLTV), yang bisa memantau cahaya lampu jalan dan suar. Block III ini mulai dipasok sejak November 2011, demikian ungkap Flight International.

Namun, demi peremajaan helikopter tempur baru, Angkatan Darat AS sudah menargetkan pembelian terakhir Apache Longbow pada 2010. Menurut laporan dari Kantor Anggaran Kongres AS pada November 2007, harga satu unit Apache AH-64D ini sekitar US$ 18 juta, atau kini kurang lebih Rp 171,8 miliar. Harga itu sudah termasuk pemasangan radar FCR.  

Hingga berita ini dimuat, pemerintah AS belum memaparkan kepada publik harga Apache yang ditawarkan ke Indonesia. Selain itu belum ada tanggapan resmi dari delegasi Indonesia atas tawaran itu, termasuk bagaimana pengaturan jual belinya bila memang disetujui.

 Tanggapan Pejabat

http://www.boeing.com/rotorcraft/military/ah64d/images/AH-64D_DVD-1098-2_375x300.jpg
Helikopter Apache Longbow
Namun tawaran Apache dari Amerika ini sudah mengundang pro dan kontra. Ada pejabat yang mendukung, namun ada pula yang mengkritisi.

Seorang pejabat Kementerian Pertahanan menyambut baik rencana Amerika Serikat untuk menjual helikopter tempur Apache AH-64/D kepada Indonesia. "Benar, mereka menawarkan. Tapi itu baru komitmen mereka. Helikopter itu sendiri bagus, kita tertarik," ujar juru bicara Kementerian Pertahanan, Brigadir Jenderal Hartind Asrin kepada VIVAnews, Jumat 21 September 2012.

Menurut Hartind, saat ini belum ada tindak lanjut dari Indonesia terkait rencana AS tersebut. "Kita masih mempertimbangkan. Karena belum bicara mengenai harga. Baru komitmen mereka," ucapnya.

Tapi yang pasti, kata Hartind, Indonesia tidak akan membeli jika harga delapan unit helikopter Apache itu terlalu mahal. "Kalau harganya pas, jadilah kita beli. Karena itu helikopter yang bagus," lanjut Hartind.

Namun, dia menilai bahwa Apache yang ditawarkan Amerika itu kemungkinan bekas pakai. Jadi, kondisinya masih harus diteliti. "Tentunya, sebelum dibeli, tim kami akan terlebih dulu melihat kondisi helikopternya. Apakah kondisinya masih bagus atau tidak," Hartind menambahkan.

Sebaliknya, anggota DPR dari Komisi I, Mahfudz Siddiq, mengkritisi tawaran Amerika itu. Menurut dia, lebih baik Indonesia membeli helikopter multifungsi yang lebih berguna, yaitu CH-47 Chinook, ketimbang helikopter tempur.

Chinook dikenal sebagai helikopter angkut, baik untuk personel maupun logistik. "Komisi I tahun lalu pernah mengusulkan ke Kementerian Pertahanan untuk membeli Chinook dari Amerika Serikat dengan skema MFS (military foreign sales)," ujar Mahfudz.

Bagi dia, kegunaan heli Chinook sangat multifungsi, terutama untuk membantu operasi penanggulangan bencana. "Apache memang diperlukan sebagai heli serbu, namun lebih prioritas Chinook. Syukur kalau pemerintah Amerika Serikat bisa tawarkan keduanya," kata dia.
  
Namun, bagi Mahfudz, pembelian Apache juga diperlukan untuk mengimbangi negara-negara lain, seperti Singapura. "Namun akan lebih efektif jika diprioritaskan Chinook atau dilakukan secara bersamaan," tegasnya.

Meski rencana pembelian heli tempur sudah ramai diperbincangkan, Mahfudz belum mengetahui lebih detil soal realisasi. Sebab, kata politisi Partai Keadilan Sejahtera ini, sampai saat ini belum ada anggaran untuk pembelian Apache. "Termasuk juga dalam rencana anggaran 2013," kata dia. (sj)

 Tubagus-PDIP: Pembelian Apache Tak Ada di APBN

Heli Apache tanpa senjata seharga US$ 40 juta per unit.

http://us.media.viva.co.id/thumbs2/2012/09/21/172068_helikopter-tempur-apache_209_157.jpg
Helikopter tempur Apache
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang juga wakil ketua Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat, Tubagus Hasanuddin, mempertanyakan rencana pemerintah membeli heli serang Apache.

Menurut mayor jenderal purnawirawan itu, rencana pembelian itu tak ada dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012 atau pun Rancangan APBN 2013.

"Rencana pemerintah Indonesia untuk membeli pesawat heli serang Apache benar-benar mengejutkan," kata Hasanuddin di Jakarta, Sabtu 22 September 2012.

Tahun ini, Hasanuddin melanjutkan, memang berencana untuk membeli 8 heli serang seharga US$ 90 juta dan 16 heli serbu senilai US$ 170 juta. "Kedua jenis pesawat itu akan dibeli dari PT Dirgantara Indonesia dan sudah dilakukan kontrak," kata Hasanuddin.

Jika pemerintah kemudian memutuskan membeli heli Apache tanpa senjata seharga US$ 40 juta, untuk mempersenjatainya lagi membutuhkan US$ 20 juta per unit. Total, menurut Hasanuddin, dibutuhkan US$ 600 juta untuk 10 unit.

Karena itu, Hasanuddin meminta rencana pembelian Apache dipikirkan lagi. "Pemerintah sebaiknya konsisten dengan rencana yang dibuatnya," kata Hasanuddin.

Helikopter yang dikendalikan dua awak ini juga dilengkapi teknologi presisi yang lebih baik dari seri awal. Pengembangan mesin dan navigasinya membuat helikopter tempur ini bisa terbang lebih lama dan lincah bermanuver.(art)

 Rencana Pembelian Helikopter Apache sesuai kebutuhan Indonesia

Rencana Pembelian Helikopter Apache MengejutkanJakarta - Bulan Februari lalu, Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin kepada wartawan usai menghadiri Workshop Enhancing defence Cooperation on Public Affairs dengan Kemhan AS di Kemhan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (9/2/2012) lalu mengungkapkan rencana pemerintah membeli sejumlah helikopter serang Apache dari Amerika Serikat (AS) untuk menambah kekuatan Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista).

"Pemerintah berminat membeli Apache sebanyak delapan unit," ujar Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin.

Sjafrie menjelaskan, pengadaan delapan unit helikopter serang jenis Apache itu merupakan rencana pembelian yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan Indonesia dan Sjafrie juga menegaskan bahwa heli tersebut tidak ditawarkan pihak AS namun Indonesia yang mencari.

"Mereka (AS) tidak menawarkan, kami yang mencari," jelas Sjafrie.

Saat itu, Sjafrie mengutarakan, belum ada deal antara pemerintah Indonesia dengan AS terkait pembelian helikopter tersebut. Sementara yang sudah disepakati adalah pembelian pesawat tempur jenis F16 dari Amerika Serikat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.