Minggu, 23 Desember 2012

Menuju Kekuatan Militer Yang Disegani Di Kawasan

Berbicara soal pertahanan negeri ini maka berita yang terbilang mengejutkan muncul dari acara pemberian gelar Doctor of Philosophy (PhD) in Leadership of Peace dari Universiti Utara Malaysia, Rabu (19/12/2012) kepada Presiden SBY. 

Gelar akademik kehormatan itu diberikan sebagai penghargaan terhadap kontribusi aktif Presiden SBY dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di Asia Tenggara. Mengapa saya sebut cukup mengejutkan karena dalam acara tersebut Presiden SBY menyatakan bahwa bukan jaminan bahwa di masa-masa mendatang kawasan ini akan tetap aman dan damai seperti selama 30 terakhir ini.


Lebih lanjut Presiden SBY mengatakan tetap adanya peluang terjadi konflik terbuka merupakan konsekuensi logis dari perbedaan antar negara-negara yang ada di kawasan ini. Mulai dari segi ideologi, sistem politik, kebijakan ekonomi, kepentingan, serta kebijakan dan strategi nasionalnya masing-masing negara anggota ASEAN.

Saya berpendapat bahwa pidato Presiden RI tersebut diatas menunjukkan adanya sebuah kemajuan dari sisi cara berpikir para pengambil kebijakan di negeri ini soal pertahanan Negara kita. Meskipun disampaikan dengan santun tanpa menunjuk pihak Negara manapun sebagai ancaman nyata Republik Indonesia, pidato tersebut ingin menunjukkan kepada setiap Negara di kawasan bahwa negeri kita mau tidak mau suka tidak suka harus tetap bersiap sedia menghadapi konflik apapun termasuk peperangan terbuka dengan Negara lain. Pernyataan Presiden RI tersebut hendaknya diterjemahkan oleh para pengambil keputusan negeri ini dan terutama para petinggi militer kita untuk menjadikan angkatan perang RI sebagai kekuatan militer yang mampu melindungi Negara RI dan menjadi kekuatan militer yang cukup diperhitungkan di kawasan.

Agar menjadi kekuatan militer yang diperhitungkan di kawasan maka yang diperlukan adalah modernisasi angkatan perang RI dengan tetap memelihara kemampuan perang defensif aktif dan berlarut (kemampuan perang gerilya) serta daya juang yang tinggi. Modernisasi militer RI menuntut setiap matra memiliki peralatan perang termasuk didalamnya persenjataan yang cukup modern dan dalam jumlah yang cukup menggentarkan sehingga bisa digunakan untuk memenangkan peperangan modern.

Setiap matra dalam militer RI harus mampu melakukan serangan jarak jauh hingga diluar batas Negara untuk menjamin tidak satupun wilayah RI yang bisa diserang apalagi direbut musuh dengan mudah, ini berbeda dengan kemampuan militer kita sebagaimana ditunjukkan dalam setiap latihan militer yang pernah dilakukan dimana selalu memakai skenario membiarkan Negara kita diserang dahulu, bebarapa wilayah RI diduduki dan kemudian baru direbut kembali dengan mengandalkan pasukan gabungan yang didatangkan dari Pulau Jawa. Skenario seperti ini manafikan kenyataan bahwa Negara RI adalah Negara Kepulauan dimana setiap pulau dikelilingi laut yang sudah pasti rentan terhadap aksi blokade Negara asing, apa jadinya jika pada serangan pertama terhadap Negara RI setiap pulau diisolasi, diblokade laut dan udara dan dibiarkan tidak saling berhubungan selama peperangan berlangsung ? 

Agar mempunyai kemampuan serang jarak jauh (expeditionary force) mau tidak mau, suka tidak suka, maka militer kita harus mempunyai kekuatan laut dan udara yang cukup kuat terutama untuk melindungi pergerakan maju matra darat. Dalam setiap latihan militer gabungan yang pernah dilakukan sering manafikan perlindungan udara atas pergerakan pasukan darat maupun pergerakan gugus tempur laut armada kita. Perlindungan udara biasanya diperankan oleh kombinasi dari pesawat2 tempur dan kapal-kapal perang berkemampuan pertahanan udara. Hal yang sama juga terjadi dalam setiap pergerakan kapal-kapal dan pesawat angkut logistik; padahal perlindungan udara mutlak diperlukan untuk memenangkan peperangan modern.

Saya amat mengkhawatirkan pasukan lintas udara kita dihancurkan musuh ketika sedang diangkut dalam pesawat Hercules, demikian juga saya amat khawatir pasukan marinir dan pasukan darat kita ditenggelamkan saat sedang berlayar menuju pulau-pulau yang akan dipertahankan, jangan sampai itu terjadi, hancur sebelum berperang; maka berubah dan bersiaplah sebab tidak ada jaminan negeri ini tidak diserang kekuatan militer asing.

Kompasiana

2 komentar:

  1. Ada 3 faktor u/ local air superiority yg dibutuhkan:
    1. Heavy fighter dengan kemampuan tempur BVR.
    2. Pesawat udara AWACS.
    3. Area defense dengan long range SAM IAD.

    No. 1 sudah punya Sukhoi Flanker tapi persenjataannya BVR missile belum ada. No. 2 sama sekali belum punya, padahal Australia, singapur dan Thailand sudah punya. No. 3 kita juga belum punya, padahal Vietnam sudah punya S-300/400.

    Untuk local sea superiority, dibutuhkan :
    1. Ship Anti air defense dengan jangkauan minimal 50 km (paling tidak gagalkan Maverick punya tetangga) .
    2. Anti ship defense dengan jangkauan minimal 200 km .

    Untuk no. 1 kita belum punya. Untuk no. 2 kita sudah punya Yakhont tetapi platformnya cuma satu dan hanya mampu membawa 2 missile.

    Karena kita negara kepulauan dengan selat dan laut pemisah dengan jarak antara sekitar 300 km, maka sistem Yakhont versi darat dan SAM S-300/400 sangat ideal untuk defensif maupun ofensif , adalah sistem yang canggih, mobilitas yang baik/ self propelled, tidak memerlukan resources (SDM, pelatihan, platform) yang banyak/ mahal.

    Buat apa lagi menunggu dan mengeluh, tinggal beli kok, duitnya katanya kan ada. Politik bebas aktif, jangan pedulikan pengaruh negara lain.

    BalasHapus
  2. Jayalah TNI jayalah Indonesia

    http://nusantara-fighter.blogspot.com

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.