Rabu, 02 Januari 2013

☆ Wong Pare Dadi Jenderal (2)

Sebuah otobiografi dari mantan KASAD Periode 2008-2009, Jenderal TNI Purn. Agustadi Sasongko Purnomo, terbitan Dinas Penerangan Angkatan Darat 2009.

Tour of Duty ke Dua di Timor Timur

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj2dsKV-ojaVjJtiCoRl88-1ZbP5NFyClVrCagJypBVi-LwhD3QvXRveZ8gIkEj26sJUjcDFJFEbv8FS4RPovX-9y4UClnfgLS6ZBeB2qPIlyLsZtQrhPdfw9A-oio5H6jpMyJO9buiYP4/s200/11hHeli1-h55.jpgPada tahun 1978, berangkat lagi untuk penugasan kedua kalinya ke Timor Timur. Dengan tetap berbekalkan buku Primbon sebagai pegangan bila akan bergerak di daerah operasi, misalnya jam sekian hidup atau mati, hati-hati dalam kontak. Ramalan-ramalan buku primbon tersebut ternyata banyak cocoknya, sehingga anggota banyak yang menurut atau patuh pada petunjukknya. Dengan referensi buku tersebut, Aguk dikenal dan disegani dikalangan prajurit Yonif Linud 328/Dirgahayu, 305/Tengkorak, dan 330/Tri Dharma.

Tugas pertama yang dibebankan adalah merebut dan menghancurkan Fahimehan, Alas, dan Fatoberliu Komplek. Dilanjutkan dengan merebut sasaran Matabean Komplek. Disini, komposisi kekuatan GPK terdiri dari Tropaz, Milisi, dan Secundalina dengan perkiraan jumlah senjata 274 pucuk. Sasaran lain adalah merebut sektor tengah utara GPK dari Brigade Choqeu sebagai pasukan komando dengan perkiraan kekuatan senjata 500 pucuk.

Langkah yang ditempuh oleh Kompi A dengan melakukan pengintaian visual terhadap Lororete KV 8739 dari KTG 1362, Fahisoi dari KTG 1343. Kemudian kelompok Kompi Bantuan bersama Kotis Yon bergerak bersama Kompi A. Selanjutnya Mo.81 ditempatkan di Sabona bersama Kompi C memberikan bantuan untuk tembakan senjata lintas lengkung atas sasaran Faninia dan Derohati.

Ketinggian tersebut pada akhirnya dapat direbut setelah Kompi A dapat merebut KTG 1219 pada tanggal 12 Juli 1978. Kemudian tanggal 24 Juli 1978 merebut Lilitei dan Fadanara dengan mendapat perkuatan 1 Peleton dari Kompi C. Hasil daripada operasi ini, 13 orang GPK tewas, 2 pucuk senjata direbut, amunisi, logistik, sepatu, dan magazen di dapatkan.

Suatu ketika, dalam pertempuran Kompi C yang dipimpin Kapten Inf. Syaiful Islam, Dantonnya gugur satu, dan minta bantuan ke Kotis Yon. Kotis menggerakkan peleton Aguk yang tidak jauh dari lokasi untuk merapat kesana. Aguk memerintahkan anggotanya bergerak cepat kesasaran dengan sandi "Biru Dua Datang...Biru Datang Ganti.." yang disampaikan melalui radio PRC. Ternyata sandi ini meningkatkan moril pasukan, sehingga Peleton yang mau tuspur (memutuskan pertempuran) tidak jadi mundur.

Dalam perkembangan selanjutnya, Danki C mengumpulkan para Danton dan memberi Perintah Operasi (PO) serangan malam. Ketika itu, Peleton Aguk di BKO di Kompi C. Ketika rencana berangkat, para Danton ditanya kesiapannya, tetapi banyak yang beralasan, sehingga hanya Peleton Aguk yang diperintahkan berangkat.

Dankipan C/328 Kapten Inf. Syaiful Islam bertanya kepada Aguk,

"Jam berapa berangkat?"
"Maaf Komandan, kalau untuk urusan jam berangkat belum bisa saya jawab sekarang, nanti saja jam 22.00 saya akan laporkan kembali".
Tepat pukul 22.00 Aguk melaporkan rencana keberangkatannya kepada Danki, yaitu pukul 00.03 (dua belas lewat tiga menit).
Danki bertanya,:

"Kenapa mesti lewat tiga menit?"
"Mbah bilang begitu Komandan, mohon doa restunya semoga berhasil"
Dankipan C/328 hanya terdiam.

Tepat pukul 00.03 Aguk bersama 20 orang prajuritnya berangkat menuju sasaran penyergapan di Ossoliro, dengan perhitungan taktis bahwa pada tengah malam musuh pasti sudah tertidur lelap.

Pada saat serangan malam, sektor kiri dipimpin oleh Lettu Inf. Sjamsul Mappareppa (Pensiun Mayjen). Ketika sudah dekat saran yang jaraknya 500 meter, gerakan peleton diperlambat. Kemudian Aguk menyampaikan berita kepada Sjamsul bahwa musuh berkedudukan di kampung Osoliro Matabean berbaur dengan rakyat, nanti kalau peleton saya merebut Ossoliro pasti musuh akan meloloskan diri ramai-ramai kearah Peleton 1/C/328 (Peleton Sjamsul). Musuh pasti akan berusaha menembus sektor kiri Kipan C/328. Bila butuh bantuan, segera tembakkan flare nanti Aguk akan membantu dengan tembakan SMR-M60.

Ternyata perkiraan taktis Aguk benar. Setelah melalui pertempuran sengit dan berhasil merebut Ossoliro, kekuatan musuh turun jurang ke arah kiri, berusaha menembus pertahanan Peleton Sjamsul. Setelah melihat isyarat flare dari Peleton Sjamsul, dengan sigap Aguk mengambil SMR-M60, diarahkan kedepan pertahanan Peleton Sjamsul. Musuh makin terdesak, dan memutuskan untuk turun jurang menuju Pos Marinir 10 di Quilicai. Malam itu, anggota Marinir disana turut berpesta ria. Musuh habis tidak tersisa. Dengan dikuasainya bukit Ossoliro, gerakan Yonif 328 ke depan semakin terbuka lebar dan lancar.

Dalam mengemban tugas operasi di Timor Timur, ia selalu dapat melaksanakan tugas dengan baik dan anggotanya mempunyai sugesti serta kepercayaan padanya, bahwa kalau bertugas dengan Lettu Inf. Agustadi Sasongko Purnomo, pasti akan berhasil!.

Setahun melaksanakan tugas tempur di Timor Timur, akhirnya pada 1979 kembali lagi kepangkalan satuannya. Selanjutnya pada tahun 1980 bersama Kapten Inf. Soesilo Bambang Yudhoyono ikut Latgab yang dipimpin oleh Jenderal Edy Sudradjat. Latgab ABRI 1980 menggunakan medan latihan Timor Timur, Maluku, dan Papua.

Setahun kemudian, menjadi Kapten Inf. dengan jabatan baru Kasi Pers-3/Pers/328/17, berangkat lagi ke Timor Timur dalam Kompi Kujang Teritorial Intelijen Kombat (KUTERINBAT) dengan jawabatan Wakil Komandan Kompi.

Mengawaki Kompi Khusus Kuterinbat

Kuterinbat adalah teori taktik yang diuji coba di Timor Timur pada tahun 1981. Teori taktik ini berasal dari mantan Komandan Brigif Linud 17 Kostrad, Mayjen M. Sanif sewaktu menjabat Asisten Operasi Mabes ABRI. Beliau melihat hasil-hasil operasi pasukan TNI yang berada di Timor Timur saat itu belum menunjukkan hasil yang maksimal. Berangkat dari pengalaman masa lalunya ketika memimpin berbagai operasi tempur, tercetuslah ide untuk melakukan ujicoba kembali suatu konsep operasi yang sudah berulang kali beliau laksanakan di daerah-daerah operasi lainnya, dan berhasil.

Dulu, Kuterinbat ini adalah kemampuan atau keterampilan yang wajib dilatihkan kepada setiap prajurit Kujang 1, dan telah terbukti dengan baik. Dimanapun prajurit jajaran Kujang 1 tang memiliki kemampuan tadi ditugaskan, yaitu Yonif Linud 305/Tengkorak, Yonif Linud 328/Dirgahayu, dan Yonif Linud 330/Tri Dharma, selalu berhasil dalam operasi-operasi yang dibebankan kepada mereka. Misalnya, operasi penumpasan DI/TII, PGRS Paraku, dan sebagainya. Kemudian yang paling khas untuk operasi teritorial dan intelijennya dijalankan bersama-sama yang kemudian biasa dikenal dengan sebutan adu bako.

Hanya sayangnya, untuk tahun-tahun selanjutnya, setelah berkurangnya operasi-operasi militer, kemampuan dan keterampilan ini dilupakan dan tidak dimanfaatkan lagi. Bahkan kemudian tidak lagi diprogramkan dan dilatihkan, sehingga pernah menghilang di agenda jajaran Kujang 1 sendiri. Sampai akhirnya Mayjen M. Sanif mencetuskan kembali gagasan baru untuk menggunakan pola operasi Kuterinbat di Timor Timur.

Untuk mewujudkan gagasan ini, Mabes ABRI menunjuk Brigif Linud 17 Kujang via Kostrad, agar menyiapkan satu satuan setingkat Kompi yang masih memiliki pengetahuan keterampilan dan kemampuan Kuterinbat untuk ditugaskan di Timor Timur. Adapun susunan operasi Kuterinbat ini berjumlah 150 orang, yang terdiri dari :
a. Pok Koki : Dari Mabrigif Linud 17 Kujang
b. Danki : Kapten Inf. Adam Damiri (Pensiun Mayjen TNI)
c. Wadanki : Kapten Inf. Agustadi Sasongko Purnomo
d. Anggota :
1) Dari Yonif Linud 305/Tengkorak sebanyak 2 Regu Senapan, Regu 1 dipimpin Serda Slamet Sudjarwo, Regu 2 dipimpin Serda Suharyono.
2) Dari Yonif Linud 328/Dirgahayu sebanyak 1 Peleton dengan Danton Letda Inf. M. Hafid yang membawahi 3 Regu Senapan.
3) Dari Yonif Linud 330/Tri Dharma sebanyak 1 Peleton dengan Danton Lettu Inf. Toni SB. Husodo membawahi 3 Regu Senapan.

Kronologi penunjukan Kapten Inf. Agustadi Sasongko Purnomo sebagai Wadanki adalah sebagai berikut :
Ketika itu tahun 1981 ia menjabat sebagai Kasi 3/Pers/328/17, Danyonif Linud 328/Dirgahayu dijabat Letkol Inf.Firdaus Jamal, sedangkan sopirnya bernama Abdullah. Dipanggil menghadap Pangdiv 1 Brigjen Faisal Tandjung, ditanya oleh beliau,
"Siapa Perwira di 328 yang jago perang?""Siap, Kasi Pers, Kapten Agustadi Sasongko Purnomo!" jawab Abdullah.
Maka dipanggila Aguk menghadap Pangdiv-1.
"Kamu, Agustadi, jago perang!""Siap Panglima!" jawab Aguk."Kamu si jago perang, kamu persiapkan dirimu ikut pemilihan Komandan Kuterinbat!""Siap, kerjakan!"
Alhasil, Danki dijabat oleh Kapten Inf. Adam Damiri, sedangkan Wadanki dijabat oleh Aguk. Kompi ini semacam satuan anti gerilya dengan kualifikasi Raiders. Setelah menerima petunjuk perencanaan (jukcan) dari Komandan, ia langsung mengumpulkan keterangan dan mempelajari daerah selama 7 hari.

Proses pemilihan anggota Kuterinbat cukup unik, yaitu diawali dengan apel Batalyon yang diambil oleh Kasipers, Kapten Inf. Agustadi Sasongko Purnomo. Kemudian para anggota ditanya oleh Aguk,
"Siapa yang mau mati di Timor-Timur?"
Tantangan itu direspon para Kopral dan Tamtama dengan mengangkat tangan secara serentak. Ini menunjukkan semangat dan kesediaan mereka secara ikhlas. Intinya para anggota mempunyai sugesti dan percaya kepada Komandannya yang pernah beberapa kali bertugas disana dan berhasil, pulang dengan selamat. Ternyata, Aguk memilih prajurit yang bandel-bandel, dan urakan, tetapi setia dan berani. Pilihan ini ternyata tepat setelah pembuktian nantinya di medan operasi.

Sebelum diberangkatkan kedaerah operasi, mereka langsung berada dibawah kendali dan pengawasan Asops Pangab Mayjen M. Sanif, dimana beliau menjabat sebagai penanggungjawab dan pembina latihan. Kompi pilihan ini dilatih di Cipatat selama 1 bulan penuh. Para pelatih dalam latihan Kuterinbat terpadu ini direkrut dari mantan orang-orang Kujang yang qualified dan paham betul tentang Kuterinbat.

Keunikan komposisi organisasi satuan khusus setingkat Kompi ini adalah, terjadinya pembauran dan campuran antara orang-orang yang sudah sangat senior dan prajuritt-prajurit yang masih muda. Keistimewaan lainnya, ketika ditawarkan kepada anggota-anggota yang tergolong senior di masing-masing Batalyon, siapa yang menguasai Kuterinbat dan bersedia bergabung, banyak Bintara/Tamtama senior yang mendaftarkan diri, sehingga akhirnya diseleksi ulang. Bahkan dengan sukarela, ada beberapa yang sudah MPP pun masih bersedia dan bersemangat untuk bergabung. Mengingat dan menimbang pengalaman mereka semasa operasi-operasi terdahulu, akhirnya para sesepuh ini dijinkan juga ikut memperkuat Satuan Khusus Kuterinbat.

Fenomena semacam ini menunjukkan jiwa juang, jiwa korsa dan semangat persatuan serta kebanggaan selaku prajurit Kujang tidak bisa diukur dengan materi, batas usia, ataupun hal-hal lainnya, sehingga 6 bulan penugasan di Timor Timur saat itu, ada 3 personil yang pensiun disana, pulang dengan status purnawirawan.

Sebuah kebanggan yang tidak terkira bisa mencapai pensiun di daerah operasi.

Mayjen M. Sanif tidak sembarangan memilih personel. Walaupun yang turut diantaranya sudah tua-tua, tapi semua dalam rangka strategi untuk menurunkan pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan. Dengan didampingi orang-orang tua yang sarat pengalaman, minimal prajurit-prajurit muda ini bisa merekam semua tindakan, kesiapan, ketenangan, dan kesigapan para jago perang tua ini dalam saat-saat genting ketika berhadapan dengan musuh. Seluruh Bintaranya adalah orang-orang tua yang sudah banyak makan asam garam pertempuran. Sedangkan prajurit-prajuritnya adalah pilihan yang terbaik dari Batalyon masing-masing dengan seleksi kemampuan fisik, inteligensia, mental, kemahiran menembak dan taktis/teknis militer, serta tidak sombong.

Sementara Pasukan Khusus Kuterinbat masih tahap latihan di Cipatat, di Timor Timur sedang terjadi Opreasi Pagar Betis dengan mengerahkan seluruh pasukan dan rakyat yang ada disana untuk menggiring para GPK dari arah barat ke timur untuk selanjutnya dihancurkan di killing ground di daerah Gunung Matabean. Operasi ini melibatkan Batalyon tempur yang ada di Timor Timur, berbaris bersaf dari barat ke timur, dibantu oleh Hansip, Wanra serta penduduk setempat. Tapi karena operasi GPK bersifat gerilya, mereka pasti didukung oleh penduduk dan jaringan clandestine, maka walaupun operasi sudah dijalankan dengan semaksimal mungkin, hasilnya tetap minimal dan dipastikan terjadi banyak pelolosan.

Kelemahan operasi ini adalah, dengan pengerahan seluruh kekuatan pasukan dari barat ke timur, berarti terjadi kekosongan di daerah-daerah belakang pasukan, dan GPK ini malah menjadi bebas membentuk kantong-kantong dibelakang pasukan yang beroperasi. Celakanya lagi, mereka melakukan aksi-aksi balas dendam melalui teror, intimidasi, pemerkosaan dan pembakaran terhadap rumah-rumah penduduk yang mereka anggap sebagai simpatisan ABRI.

Hal semacam ini tidak berlangsung lama. Untuk mengimbangi aksi teror GPK di garis belakang, Mabes ABRI mengirim satuan khusus sebagai lawan tanding GPK digaris belakang, yaitu Operasi Kuterinbat ini. Melalui Surat Perintah Komandan Brigif 17/Kujang 1, Kolonel Inf. Kilian Sidabutar tanggal 21 Agustus 1981, berangkatlah kompi khusus ini menuju daerah operasi di Timor Timur dengan pesawat pesawat Hercules dan mendarat di Lapangan Terbang Baucau.

Setelah konsolidasi dan persiapan di Base Camp Baucau, 2 hari kemudian Kompi ini menerima Perintah Operasi (PO) untuk segera masuk ke pedalaman, yaitu Kecamatan Quilicai dikaki Gn. Matabean. Kemudian dengan Kotis dari Quilicai ini dilakukan operasi-operasi ke daerah-daerah sekitar Matabean untuk menghancurkan GPK yang lolos dari Operasi Pagar Betis.

Operasi ini dinilai cukup berhasil, menewaskan cukup banyak GPK, menawan sisanya hidup-hidup, dan menyita banyak senjata api. Namun dalam perjalanan operasi selanjutnya, Danki Kapten Inf. Adam Damiri jatuh sakit dan harus dievakuasi ke Baucau. Wadanki Kapten Inf. Agustadi SP mengambil alih pimpinan operasi Kuterinbat sampai selesai.

Operasi Kuterinbat di Timor Timur dikendalikan langsung oleh Komandan Korem 164/Wiradharma dengan segala dukungan logistik dan administrasi. Karena operasi berintikan personel yang sudah berpengalaman, maka satuan ini dalam pergerakannya dibagi dalam kelompok-kelompok kecil, yaitu 3-5 orang personil, tidak pernah lebih. Mereka memiliki kemampuan untuk mengendus jejak, mencari dan mendekati musuh, serta menghancurkannya. Anggota pasukan sudah siap moril untuk tidak mendapatkan dukungan dari satuan lainnya, karena mereka beroperasi terlepas dari induk pasukan.

Komando dan pengendalian hanya menggunakan hari. Yakni, ditentukan lebih dahulu sekian hari bergerak dihutan, kemudian harus berpindah kembali. Begitu juga urusan logistik selalu berpindah dan berubah-ubah. Alat komunikasi Radio Portable PRC pada saat itu tidak bisa terlalu diandalkan. Selain jumlahnya yang sangat sedikit, masalah baterai dan kemungkinan dimonitor musuh sangat besar, sehingga alat radio relatif sedikit digunakan dan tidak terlalu diandalkan.

Minggu demi minggu berlalu, keberhasilan demi keberhasilan dari masing-masing Peleton terus dilaporkan ke Korem 164/Wiradharma selaku pengendali. Paling menarik adalah timbulnya persaingan positif yang sehat dari masing-masing Peleton untuk membawa nama Batalyon masing-masing. Keberhasilan Peleton yang mewakili Yonif Linud 305/Tengkorak misalnya dianggap sebagai pemacu semangat bagi Peleton yang mewakili Yonif Linud 328/Dirgahayu dan Yonif Linud 330/Tri Dharma. Mereka berusaha saling mengimbangi dan saling berpacu untuk lebih baik lagi. Tidak jarang mereka kadang dipanas-panasi oleh Korem 164/Wiradharma selaku pengendali untuk bertugas seoptimal mungkin, tetapi tetap dalam batas sehat dan kewajaran.

Operasi Kuterinbat ini ternyata berhasil memecahkan rekor hasil pengumpulan senjata, tawanan, dan musuh yang tertembak. Catatan menunjukkan, 40 orang GPK tewas tertembak, 65 menyerahkan diri, dan 118 pucuk senjata berhasil direbut. Jika dibandingkan antara penugasan 1 Batalyon dengan 1 Kompi Khusus ini, maka kompi khusus ini menunjukkan hasil yang sangat memuaskan.

Selain itu, masih ada hasil non combatan yang sebetulnya lebih besar artinya bagi operasi untuk tingkat yang lebih tinggi. Anggota Kompi Khusus ini berhasil menyergap tawanan hidup-hidup yang menbawa ransel berisi dokumen-dokumen yang ditandatangani oleh Mauhudu. Selanjutnya oleh Satgas Intel Korem 164/Wiradharma, dokumen ini dipelajari dan dikembangkan. Hasilnya diketahui bahwa para pimpinan GPK dari seluruh daerah Timor Timur akan mengadakan rapat umum disekitar Sungai Lalea.

Sebagai tindak lanjut, secara tertutup Yonif 744 dan 745 Kopasandha dan semua pasukan yang berada disekitar Kabupaten sasaran disamarkan untuk bergerak dan mengepung kordinat yang sudah diketahui. Lokasi tepatnya didaerah Lindau, setelah terjadi kontak senjata yang cukup sengit dan melelahkan, kekuatan mereka berhasil disapu bersih. Ratusan GPK tewas, 12 tokoh penting GPK turut tewas. Sebagian besar sisanya tertawan hidup-hidup, sedangkan hasil rampasan senjata berjumlah 78 pucuk.

Dari 12 tokoh GPK yang tewas, 8 orang diantaranya berasal dari Los Palos. Daerah tersebut pada masa itu termasuk daerah rawan. Data intelijen mengatakan bahwa menjelang hari Natal 1981, Los Palos akan dikuasai oleh GPK selama 6 jam, sebagai upaya menunjukkan kepada dunia luar bahwa eksitensi GPK Timor Timur masih ada. Untuk itulah pasukan khusus Kuterinbat digerakkan secara terus menerus tanpa henti, sekaligus sebagai show of force disekitar Los Palos dan hutan-hutan untuk mencegah tujuan politik tersebut.

Tugas lain yang terkandung dari operasi Kuterinbat ini bukan hanya sekadar combat and intelligent, tetapi semua berawal dari teritorial dengan metode adu bako. Dalam operasi teritorial ini, pimpinan Kuterinbat menyiapkan dan melatih rakyat dimedan operasi yang bersimpati terhadap NKRI. Mereka diseleksi terlebih dahulu rasa nasionalismenya, kesadaran berbangsa dan bernegara sampai yakin betul bahwa mereka merah putih, kemudian dilatih dengan ilmu kemiliteran. Setelah itu, setahap demi setahap mereka diikutkan dalam operasi penumpasan GPK. Pada awalnya hanya satu dua orang saja, tetapi selanjutnya meningkat menjadi banyak. Kompi Kuterinbat yang dalam pergerakannya selalu dalam kumpulan kecil sangat terbantu oleh simpatisan ini. Tidak jarang mereka tanpa senjata berani bergerak sendiri kehutan-hutan dengan tujuan menjadi mata dan telinga untuk mendapatkan informasi. Hasil laporan mereka dipilah-pilah untuk diteliti tahap keakuratannya. Inilah awal mulanya pelepasan panah-panah di medan operasi di Timor Timur.

Uji coba Satuan Khusus Kompi Kuterinbat ini dilaksanakan selama 6 bulan. 1 personel gugur dalam penugasan atas nama Serda Sutoyo dari Yonif Linud 330/Tri Dharma. Kompi Khusus ini pulang kepangkalannya menggunakan C-130 Hercules dan mendarat di Lanud Hussein Sastranegara, Bandung. Turut menyambut pasukan di Lanud Hussein, Komandan Brigif Linud 17/Kujang Kolonel Inf. Killian Sidabutar, mendamping Panglima Divisi I Brigjen Faisal Tandjung.

Menurut pengasas Kuterinbat Letjen TNI Purn. M. Sanif, konsep ala Kuterinbat ini masih sangat relevan untuk setiap penugasan masa kini. Setinggi apapun teknologi, apapun prajurit-prajurit kita, secanggih apapun peralatan kita dewasa ini, Kuterinbat bukanlah fungsi staf. Ia adalah kekuatan ujung tombak dari setiap prajurit. Kuterinbat adalah pegangan-pegangan ilmu pragmatis yang harus bisa dipegang dan dijadikan model dasar bagi setiap prajurit.

Bersambung ...

profile picutre
Diposkan Oleh Erwin Parikesit (Kaskuser)

1 komentar:

  1. Ceritanya menarik sekali, jadi ada pertanyaan, apakah ada bedanya strategi kuterinbat dan strategi sarang laba-laba yang terkenal dari satgas pemburu rajawali? Terima kas

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.